Prof Anthony Sebut MK Dirusak Kekuatan Tirani

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 November 2023 01:03 WIB
Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan batas usia capres dan cawapres (Foto: Dok MI)
Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan batas usia capres dan cawapres (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menilai masuk akal apabila putusan MK terkait batas usia capres-cawapres dibatalkan. Hal itu merujuk pada Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pernyataan itu disampaikan Jimly dalam sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (1/11).

Managing Director Political Economic and Policy Studies (PEPS) Prof. Anthony Budiawan menyatakan hal itu bukan lagi masuk akal, tetapi putusan MK soal batas usia capres dan cawapres wajib batal. Pasalnya kata dia, hal itu juga mengidikasikan bahwa MK sedang tidak baik-baik saja.

"Merangkai pernyataan demi pernyataan yang dilontarkan Jimly, terindikasi jelas Mahkamah Konstitusi sedang tidak baik-baik saja, sedang dirusak oleh kekuatan tirani. Terindikasi jelas, ada pelanggaran kode etik dalam menangani perkara persyaratan batas usia minimum capres-cawapres," kata Anthony Budiawan, Jum'at (3/11).

Pelanggaran kode etik ini, menurut dia, mempengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan persyaratan batas usia minimum capres-cawapres, dengan menambah norma baru persyaratan alternatif atau berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Putusan Mahkamah Konstitusi ini jelas mengandung unsur rekayasa, manipulatif, dan melanggar hukum. Juga melanggar pasal 17 undang-undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan juga melanggar pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar," ungkap Anthony.

Anthony menilai, Anwar Usman secara sadar dan sengaja melanggar pasal benturan kepentingan yang diatur di dalam UU Kekuasaan Kehakiman, dan melanggar pasal integritas dan tindakan tercela hakim konstitusi yang diatur di dalam pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar.

"Oleh karena itu, bukan lagi “masuk akal”. Tetapi putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud wajib batal. Karena diambil berdasarkan mufakat jahat, yang dilakukan secara sadar dan sengaja, untuk mengkhianati Konstitusi demi kepentingan pribadi keluarga," demikian Anthony Budiawan.

Sebagaimana diwartakan, bahwa MK telah mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.

Putusan itu membuka pintu bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman yang belum berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024.

Saat ini, Gibran telah resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto pada kontestasi politik nasional tahun depan.

Jimly menjelaskan soal kemungkinan putusan MK tersebut dibatalkan. Disebut Jimly para pelapor harus bisa meyakinkan lembaga penegak etik dan para hakim dalam argumentasi mereka.  "Intinya, pertama bagaimana Anda meyakinkan lembaga penegak kode etik, mengurusi perilaku para hakim, lalu membatalkan putusan. Itu bagaimana?" kata dia.

"Saya, sih, mau aja tapi kalau ngawur-ngawur, sekadar emosi, ya, kan, enggak bisa. Harus dipertanggungjawabkan secara benar," imbuhnya. 

Jimly menambahkan, dirinya masih belum yakin untuk membatalkan putusan MK tersebut meskipun argumentasi para pelapor masuk akal. "Ini kan soal putusan MK, ini kan kita pakai teori-teori ini. Kalau Anda tanya, apakah saya sudah yakin, saya belum yakin. Dari profesor Denny, sudah paling logis itu. Cuma saya belum yakin, kita ini ditugasi menegakkan kode etik perilaku hakim. Kok, kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?" kata Jimly. (An)