Apa Kabar Dugaan Aliran Uang Korupsi BTS Kominfo ke Komisi I DPR?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 Desember 2023 17:10 WIB
Gedung DPR RI/DPR RI/MPR RI (Foto: MI/Dhanis)
Gedung DPR RI/DPR RI/MPR RI (Foto: MI/Dhanis)
Jakarta, MI - Dalam sidang lanjutan korupsi BTS Kominfo Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan  Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama membeberkan sejumlah aliran uang yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya.

Salah satu yang menjadi kesaksian keduanya, yakni soal adanya aliran uang sebesar Rp70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR. Kesaksian keduanya, disampaikan dalam sidang lanjutan kasus korupsi BTS, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (26/9).

"Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya. Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh pak Windi," ujar Irwan.

Pernyataan Irwan ini yang kemudian langsung dikonfirmasi Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri kepada Windi. Kepada Hakim, Windi mengaku, berdasarkan informasi yang diterima dari Anang, sosok tersebut yakni Nistra Yohan.

"Jadi saya mendapatkan nomor telepon dari pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawab Windi kepada Hakim

"Nistra tuh siapa?" cecar hakim.

|Baca Juga: Uang Korupsi BTS Kominfo Rp 70 M Mengalir ke Komisi I DPR, Hakim: Untuk Hentikan Proses Hukum|

"Saya juga pada saat itu [diinformasikan] pak Anang lewat Signal pak, itu adalah untuk K1," kata Windi.

"K1 itu apa?" lanjut hakim.

"Ya itu makanya saya enggak tahu pak, akhirnya saya tanya ke pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," kata Windi.

Kejagung Incar Nistra Yohan

Pasca menjadikan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi sebagai tersangka ke-16 dalam kasus korupsi BTS 4G Kominfo, kini Kejaksaan Agung mengincar Nistra Yohan. 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menerangkan penyidik sudah melakukan pemanggilan terhadap Nistra. Bahkan hingga tiga kali pemanggilan Nistra masih belum menunjukkan batang hidungnya. 

“Kita sudah panggil orangnya gak ketemu. Kita gak mau menyampaikan ke media karena ini strategi penyidik,” ungkap Ketut

“Pokoknya nanti seperti yang lain, nanti tiba-tiba ketangkap,” tegas Ketut. 

Sementara itu, anggota Komisi bidang Komunikasi dan Informatika dari fraksi Partai Golkar di DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono sebelumnya mengaku tidak tahu soal dugaan aliran dana korupsi proyek BTS 4G sebesar Rp70 miliar ke pimpinan Komisi I DPR RI. "Tidak tahu," singkatnya.

Penyidikan Belum Tuntas

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa penyebutan nama seseorang di persidangan bukan suatu kebetulan jika tidak ada kaitannya dengan perkara yang disidangkan. Orang tersebut bisa jadi mengetahui perkara tersebut. Selain itu, keterangan di persidangan merupakan fakta hukum sekaligus alat bukti.

”Mengetahui itu saja sebenarnya sudah bisa diperiksa sebagai saksi oleh penyidik. Ketika dia diminta keterangan, maka peran yang bersangkutan akan menjadi lebih jelas,” kata Fickar dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (13/12).

Menurut Fickar, munculnya nama baru di persidangan yang kemudian beberapa di antaranya ditetapkan sebagai tersangka mengindikasikan proses penyelidikan yang tidak komprehensif atau tidak tuntas. Jika penyelidikan dilakukan secara mendalam, mestinya nama-nama tersebut sudah diperiksa sedari awal.

|Baca Juga: Profil Nistra Yohan|

Fickar menduga, belum tuntasnya penyelidikan bisa terjadi karena minimnya bukti yang dikantongi penyidik. Namun, lanjut Fickar, bukan tidak mungkin terjadi intervensi dari luar, baik secara politik, kekuasaan, maupun pengaruh uang. Dengan disebutnya pihak atau nama tersebut, penyidik diharapkan tidak ragu lagi untuk meminta keterangan yang bersangkutan.

Soal keberadaan Nistra Yohan, saat ini masih misterius. Namun dikabarkan dia berada di luar negeri. Sementara Kejagung sendiri melakukan upaya pencegahan. Sebab masih mengumpulkan bukti-bukti lainnya dan melengkapi berkas perkara dalam kasus yang merugikan negara Rp 8,032 berdasarkan hitungan BPKP. (Wan)