Dugaan Titipan Kontraktor Proyek DJKA, Menhub Budi Karya Berpotensi Dihadirkan di Meja Hijau

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 Desember 2023 16:38 WIB
Menhub Budi Karya Sumadi (Foto: Dok MI)
Menhub Budi Karya Sumadi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Saksi dalam persidangan merupakan alat bukti yang sah dalam persidangan di pengadilan selain dari alat bukti yang sah dalam
persidangan dari alat bukti yang lain yaitu; keterangan ahli, surat, pertunjuk, dan keterangan terdakwa. 

Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan suatu tindak pidana menurut apa yang sudah di dakwakan kepadanya namun juga keterangan dari beberapa saksi sangat dibutuhkan untuk persesuaian dalam pembuktian. 

Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. 

Jadi dalam hal ini posisi alat bukti saksi merupakan sebagai penentu berjalannya sidang pengadilan.

Saksi adalah “orang yang terlibat (dianggap) mengetahui terjadinya sesuatu tindak pidana, kejahatan atau sesuatu peristiwa, orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Namun perlu digarisbawahi juga bahwa dalam suatu tindak pidana ada namanya tersangka. Menurut Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 

Sedangkan saksi tertuang dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP, bahwa dia adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Antara dua status tersebut, kerap berkaitan dalam pengusutan suatu tindak pidana, misalnya dugaan korupsi. 

Dalam wawancara Monitorindonesia.com, Rabu (13/12) dengan guru besar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa seorang saksi itu tidak harus dijadikan sebagai tersangka. Tapi menjadi tersangka itu bisa jadi saksi untuk tersangka lainnya.

"Saksi itu dapat dinaikan statusnya menjadi tersangka ketika memenuhi unsur-unsur, seperti adanya subjek hukum atau orang yang melakukan perbuatan, memberikan keterangan palsu, dan perbuatan dilakukan dengan sengaja."

Namun jika dalam suatu persidangan menemukan bukti keterlibatan saksi dalam suatu perkara, hakim dapat meminta aparat penegak hukum lain untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan saksi tersebut. 

Sebagai contoh kasusnya, dugaan suap pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub yang menyeret eks pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Adalah mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah, serta PPK BPKA Sulawesi Selatan Achmad Affandi.

|Baca Juga: KPK Sudah Seret 12 Tersangka Korupsi Jalur Kereta Api, Menhub Budi Karya Bakal Diulik Lagi!|

Kasus ini juga menyeret nama Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Pasalnya Harno Trimadi yang bersaksi dalam sidang dugaan suap pejabat DJKA di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/8) lalu menyebut bahwa ada dugaan arahan mengenai kontraktor titipan disampaikan langsung oleh Menhub Budi Karya.

Harno menyebut terdapat kontraktor titipan untuk proyek peningkatan jalur KA Lampegan-Cianjur yang terbagi dalam empat paket. "Disampaikan sudah ada yang dipastikan ikut di dua paket, yakni anggota DPR dan Pak Wahyu," kata Harno kala itu.

Kontraktor lain yang diduga menjadi titipan Menhub, kata dia, seorang pengusaha bernama Billy Haryanto alias Billy Beras yang ikut dalam lelang paket pekerjaan jalur ganda KA elevated Solo Balapan-Kadipiro. 

Satu nama kontraktor lain yang disebut Harno, yakni Ibnu yang diduga sebagai teman dekat Menhub Budi Karya. Harno juga menyebut adanya jatah pekerjaan infrastruktur perkeretaapian untuk anggota DPR dari Komisi V yang merupakan mitra Kementerian Perhubungan. Selain itu, ia menyebut adanya titipan kontraktor dari Dirjen Perkeretaapian.

Dugaan titipan kontraktor itu kini menjadi atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah mengusut rasuah ini. KPK sebelumnya telah memeriksa Menhub Budi Karya sebagai saksi selama 10 jam sebagai saksi. 

Menhub Budi Karya dicecar soal mekanisme internal di Kemenhub dalam pelaksanaan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di DJKA. Kemudian juga di dalami bentuk pengawasan dan evaluasi. Khususnya atas pelaksanaan proyek tersebut. Tak sampai disitu KPK juga akan memeriksanya lagi berkaitan dengan dugaan titipan kontraktor itu.

"Terkait dengan adanya beberapa kontraktor yang disinyalir merupakan titipan dari pejabat. Bahkan menteri pun kita akan periksa kalau memang ada kontribusinya terhadap peristiwa tindak pidana korupsi," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/11).

Menurutnya, keterangan Menhub Budi Karya dibutuhkan untuk mendalami terkait kontribusi dalam perkara dugaan suap proyek perkeretaapian. Terkait dugaan aliran uang, maupun perbuatan penyelewengan proyek tersebut.

"Apakah perbuatannya, kemudian juga apakah dalam rangka aliran uang, atau perintahnya karena ada aliran dananya. Apakah menerima atau hanya memerintahkan dan lain-lain," tegas jenderal polisi bintang satu itu.

Adapun tujuan pemeriksaan itu dilakukan untuk memperjelas konstruksi perkara tersebut. Sehingga siapapun yang diduga mengetahui proyek yang diselewengkan akan diminta keterangannya. "Karena tentunya untuk memperjelas konstruksi perkara. Siapapun akan kita minta keterangan," tegasnya lagi.

Telepas dari itu, catatan Monitorindonesia.com, Menhub Budi Karya belum pernah dihadirkan dalam muka persidangan dalam kasus ini. Padahal, dalam hal ada saksi yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

 Jadi jelas, bahwa meskipun ada saksi yang tidak diperiksa di tingkat penyidikan, namun kemudian diajukan pada saat sidang berlangsung atau sebelum putusan, hal tersebut diperbolehkan.

Hal ini sebagaimana dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP bahwa "orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri".

|Baca Juga: KPK Periksa Menhub Budi Karya|

Hal ini juga diperkuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana diperluas menjadi termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.

Atas hal tersebut, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa tidak ada alasan lagi Menhub Budi Karya tidak diperiksa atau dihadirkan di meja hijau.

"Siapapun yang disebut dan mempunyai peran dalam rangkaian perbuatan yang duangkapkan di pengadilan, maka harus dihadirkan menjadi saksi tetutama dalam kaitannya dengan pembuktian dakwaan tehadap terdakwa," tegas Abdul Fickar Hadjar.

Pejabat DJKA Divonis 5 Tahun Penjara

Direktur Prasarana Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Harno Trimadi divonis dengan pidana lima tahun penjara.

Sementara Fadliansyah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Perawatan Prasarana Perkeretaapian-- PPK 4 pada tahun 2022 sampai dengan 11 April 2023 divonis dengan pidana empat tahun penjara.

Harno dan Fadliansyah juga dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa 1 Harno Trimadi dan terdakwa 2 Fadliansyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan lebih lanjut sebagaimana dakwakan alternatif kedua," ujar ketua majelis hakim Bambang Joko Winarno saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (11/12).

Majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Harno berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp900 juta, Sin$30 ribu dan US$20 ribu paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.

"Jika tidak dibayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak punya harta benda yang cukup, maka diganti pidana penjara selama 2 tahun," ucap hakim.

Sedangkan Fadliansyah dihukum membayar uang pengganti Rp625 juta subsider 1 tahun penjara. Harno dan Fadliansyah terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Terima Suap Rp 2,625 miliar

Sebelumnya, Harno disebut menerima suap sebesar Rp2,625 miliar, Sin$30 ribu dan US$20 ribu. Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan Fadliansyah.

Suap sejumlah Rp1,125 miliar berasal dari Yoseph Ibrahim dan Parjono sebagai representasi PT KA Properti Manajemen (PT KAPM), serta sejumlah Rp1,5 miliar, Sin$30 ribu dan US$20 ribu berasal dari Dion Renato Sugiarto selaku penyedia pada lingkup Direktorat Prasarana DJKA Kemenhub.

Suap tersebut diberikan dengan maksud agar Harno bersama-sama Fadliansyah mengarahkan kelompok kerja (Pokja) pemilihan penyedia barang/jasa pada Paket Pekerjaan Perbaikan Perlintasan Sebidang Wilayah Jawa dan Sumatera Tahun Anggaran 2022 agar dimenangkan oleh PT KAPM.

Selain itu juga agar mengarahkan Pokja pemilihan penyedia barang/jasa pada Paket Perkuatan Lereng Abutmen 1 dan 2 Hulu-Hilir serta Perkuatan Lereng Area Sungai Glagah BH. 1120 KM 3055/6 Jalur Hulu termasuk perbaikan Hidrolika Sungai antara Linggapura-Bumiayu Lintas Cirebon untuk memenangkan perusahaan milik Dion Renato Sugiarto. (Wan)