Eks Wamenkumham Eddy Tetap Kenakan Rompi Oranye KPK?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 3 Januari 2024 10:53 WIB
Eks Wamenkumham Eddy (Foto: MI/An)
Eks Wamenkumham Eddy (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera kembali memanggil mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham RI.

"Nanti kami informasikan perkembangannya, ya. Penyidik akan jadwalkan (pemanggilan Eddy Hiariej)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (3/1).

Menurut Ali, belum ditahannya Eddy Hiariej merupakan strategi dalam penyidikan. 

Pun Ali memastikan tak ada perlakuan khusus terhadap Eddy meski penyuapnya, Direktur PT Cipta Lampia Mandiri Helmut Hermawan sudah ditahan lebih dahulu.

"Kami selesaikan perkara tersebut untuk semua tersangkanya, baik pemberi maupun penerima. Jadi tidak ada perlakukan yang berbeda. Itu soal strategi penyelesaian perkara saja," kata Ali.

KPK sebelumnya memastikan bakal menahan Eddy demi keadilan hukum. Hal itu bakal dilakukan karena penyuap Eddy sudah dikenakn rompi oranye KPK.

 "Kemarin kan dari pihak yang memberi kan sudah dilakukan upaya paksa penahanan. Tidak adil dong, kalau yang dari sisi penerima tidak," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis (14/12).

Kendati demikian, Alex mengatakan pimpinan KPK belum mengetahui waktu pemanggilan ulang untuk Eddy. Pasalnya, kewenangan itu menjadi domain penyidik. 

Namun, pimpinan bakal terus memantau waktu pemanggilannya. 

Jika dianggap terlalu lama, penyidik akan ditegur.

"Kalau lama tidak dipanggil-panggil, kami akan tagih. Kami ingatkan," ujar Alex.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka, adalah Dirut PT CLM, Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana. 

Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. 

Saat ini, baru Helmut yang ditahan.

Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.