Kejagung Utak-atik Dirut PT Venus Inti Perjasa Terkait Korupsi Timah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Januari 2024 17:57 WIB
Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana (Foto: Dok MI)
Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terus mengusut dugaan korupsi di PT Timah, pada 2015-2022 dengan memeriksa saksi-saksi.

Kali ini giliran Direktur Utama PT Venus Inti Perjasa berinisial HT diutak-atik Kejagung. Tim Penyidik Jampidsus keterangan kepada HT untuk memperkuat bukti-bukti terjadinya tindak pidana korupsi di PT Timah. 

"Sekaligus, untuk melengkapi berkas perkara yang saat ini masih dalam penyidikan di Jampidsus," ujar Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Kamis (4/1). 

Adapun kasus posisi singkat dalam perkara ini, yaitu adanya kerja sama pengelolaan lahan PT Timah Tbk. dengan pihak swasta secara ilegal. Selanjutnya, hasil pengelolaan dari kerja sama PT Timah dengan pihak swasta tersebut dijual kembali kepada PT Timah Tbk. sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Selain melakukan pemeriksaan saksi-saksi, serangkaian penggeledahan, dan penyitaan sudah dilakukan. November 2023, Jampidsus melakukan penggeledahan serempak di enam kantor pertambangan timah, dan tiga rumah tinggal pengusaha timah di Bangka, dan di Pangkalpinang. 

Dari penggeledahan itu, penyidik melakukan penyitaan terhadap uang ratusan miliar rupiah. Dalam bentuk dolar AS sebesar Rp1,54 juta dan mata uang lokal sebesar Rp76,4 miliar. 

Penyidik Jampidsus juga melakukan penyitaan berupa kepingan logam mulia emas seberat 1.062 gram. Pekan lalu, tim penyidik kembali melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di sejumlah kantor pertambangan timah.

Selain itu, menyita sejumlah barang bukti dokumen dan elektronik. Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi pernah menerangkan, kasus korupsi di PT Timah ini, terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.

Namun, kemudian diserahkan kepada pihak swasta sejak 2015-2022. "Diduga pengalihan IUP-IUP ini dilakukan dengan cara ilegal yang sangat merugikan negara," kata Kuntadi.

Dari pengelolaan oleh pihak swasta tersebut, menghasilkan timah yang dijual kembali ke PT Timah. "Jadi, ini IUP 2015 sampai 2022, yang itu kita yakini sangat besar kerugian negaranya," kata Kuntadi.

Kuntadi mengatakan, belum dapat mengestimasi besaran kerugian negara versi penyidikan. "Karena proses pengusutan kasus ini yang terbilang baru dan perlu hasil kerja otoritas lain," ujar Kuntadi. 

"Seperti BPKP yang punya perangkat tim untuk melakukan audit dalam menghitung besaran kerugian negara," imbuhnya.