KPK Bidik Aliran Uang Korupsi DJKA

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Januari 2024 18:10 WIB
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri (Foto: MI/Nuramin)
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri (Foto: MI/Nuramin)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang dalam kasus korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

Pendalaman dilakukan melalui pemeriksaan sejumlah saksi, Rabu (3/1). Mereka adalah tiga pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus ASN balai teknik perkeretaapian kelas 1 (BTP) Semarang dan Jakarta. Mereka yaitu, Taofiq Hidayat S, Albertus Dito Migrasto, dan Eko Rahadi Nurtanto. 

"Dugaan adanya pemberian sejumlah uang dari tersangka AD dkk dalam bentuk fee ke beberapa pihak terkait lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (4/1).

Sementara itu, satu saksi lainnya, Renaldi Prabudima (ASN/PPK pada BTP Semarang tidak hadir. "Saksi tidak hadir dan konfirmasi karena alasan sakit," ujarnya.

KPK pada beberapa waktu lalu telah menahan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera (PKS) Zulfikar Fahmi. Ia merupakan tersangka baru kasus suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Ditjen Perkeretaapian Kemenhub. 

Selain Zulfikar, KPK menetapkan Direktur PT Bhakti Karya Utama Asta Danika (AD) sebagai tersangka pada klaster kasus baru tersebut. Keduanya disebut pernah menggarap proyek pengadaan di Kemenhub, dan ingin kembali dimenangkan dalam proyek BTP Kelas I Bandung. 

Kedua tersangka swasta itu diduga mendekati Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Barat Syntho Pirjani Hutabarat. Ia juga merupakan tersangka dan sudah ditahan oleh KPK. 

Dalam kasus ini Syntho ditunjuk memegang proyek. Yaitu peningkatan jalur kereta api R 33 menjadi R 54 KM 76+400 sampai dengan 82+000 antara Lampegan-Cianjur 2023-2024. 

Paket pekerjaan proyek itu senilai Rp41,1 miliar dan dibiayai dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Harno Trimadi, yang saat itu menjadi Direktur Prasarana Perkeretaapian Kemenhub diduga mengetahui upaya pengaturan (plotting) pemenang proyek tersebut.

Pada akhirnya proyek tersebut dimenangkan oleh Syntho, kepada Asta dan Zulfikar. Penyidik KPK menduga adanya kesepakatan pemberian uang antara Asta dan Zulfikar selaku swasta serta Syntho sebagai pejabat Kemenhub. 

Besaran uang uang yang diduga diberikan oleh kedua pengusaha itu yakni Rp 935 juta. Meski demikian infomasi tersebut masih didalami.