Diguncang Skandal Pungli, KPK Harus di "Instal Ulang"

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Januari 2024 19:49 WIB
Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI)
Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menilai bahwa dugaan keterlibatan puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam skandal pungutan liar di rutan KPK menunjukkan “pengeroposan nilai integritas yang sangat serius di tubuh lembaga antirasuah itu.

Diketahui bahwa skandal pungli di rutan KPK kembali mencuat baru-baru ini usai Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan sidang dugaan pelanggaran kode etik terkait pungutan liar (pungli) di rutan KPK yang dilakukan oleh 93 orang pegawai akan segera digelar pada bulan ini.

Menurut Zaenur bahwa pelanggaran yang terjadi di dalam lembaga anti-rasuah itu sudah merambat dari pimpinan hingga ke tingkat pegawai. Zaenur merujuk pada kasus yang menjerat ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan.

“Ketika pimpinan tidak memberikan keteladanan bahkan menerjang nilai-nilai integritas yang selama ini dijunjung tinggi, tentu anak buah, pegawai, bawahan itu akan berlaku lebih beringas lagi,” kata Zaenur dikutip pada Senin (15/1).

Selain itu, Zaenur Rohman, mengatakan dugaan 93 pegawai rutan yang melakukan pungli menunjukkan bahwa KPK sudah “hancur dari berbagai sisi”, mulai dari kepimpinan hingga pengawasan yang lemah.

“Dari sisi internal terjadi pengeroposan nilai integritas karena pimpinan KPK itu sendiri yang memberi contoh buruk. Dari sisi dasar hukum, KPK-nya sendiri bukan lembaga negara yang independensinya tinggi berdasarkan UU No. 19 2019, dari revisi Undang-Undang KPK,” kata Zaenur.

Oleh karena itu, menurut Zaenur KPK perlu “di-install ulang” dengan memecat para pegawai dan pimpinan yang terbukti melakukan pelanggaran serta melakukan review terhadap sistem yang ada.

“Kalau dulu KPK terkenal sangat kuat di dalam menjunjung nilai integritas, bahkan air putih saja ditolak kalau itu diberikan oleh pihak-pihak yang ada kaitannya dengan tugas KPK.

“Sekarang jangankan menolak air putih, bahkan keluarga dari tahanan pun dipungli, ini artinya sudah sangat jauh berbeda antara KPK dulu yang dibangun di atas nilai-nilai integritas,” katanya.

Ia khawatir bahwa jika terus dibiarkan, kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah itu akan semakin jatuh. Tanpa adanya kepercayaan publik, KPK akan sulit melakukan pemberantasan dan pencegahan korupsi yang efektif.

Berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) pada akhir Desember 2023, tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terendah kedua di antara beberapa lembaga negara.

Posisi lembaga antikorupsi ini berada sedikit di atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan angka 58,8%. “Karena pemberantasan tidak selalu dalam arti penindakan, tapi juga dalam arti pencegahan. Itulah karena tidak ada keteladanan, susah untuk memasarkan nilai-nilai integritas,” lanjut Zaenur.

Sementara itu, mantan Penyidik KPK yang juga Ketua IM57+ M Praswad Nugraha menilai KPK harus di-restart ulang menyoal dugaan pungli itu.

“Restart KPK tersebut dapat dituangkan dalam bentuk teknis dengan melakukan evaluasi menyeluruh KPK, pemecatan pimpinan saat ini, dan pemulihan hak 57 pegawai yang menjadi simbol penyingkiran pegawai berintegritas,” kata Praswad belum lama ini.

Sebab, kata Praswad, banyaknya jumlah pegawai KPK yang melakukan pungli mencerminkan gagalnya penerapan UU KPK dan pimpinan saat ini.

“Jumlah pegawai yang masif dalam prilaku tersebut menguatkan petunjuk atas gagalnya penerapan revisi UU KPK dan pimpinan saat ini. Hal tersebut menunjukan persoalan pimpinan yang tidak memberikan teladan berimplikasi pada tindakan pegawai karena ketiadaan suri teladan. Pimpinan memeras, tidak heran pegawai ikut melakukan tindakan tersebut," beber Praswad.

Pun demikian, Praswad berharap pungli yang dilakukan oleh 93 pegawai KPK tidak hanya berujung pada sidang kode etik belaka. Praswad meyakini ada jaringan massif dibalik pungli yang terjadi di rutan KPK.

“Kondisi ini tidak dapat dihadapi dengan hanya melakukan sidang kode etik belaka. Hal tersebut pelaku bukan hanya lagi oknum tetapi telah adanya jaringan yang massif. Pada kondisi ini, IM57+ tetap konsisten bahwa restart KPK harus dilakukan secara komprehensip,” tukas Praswad.

Sebelum Firli Ketua KPK

Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan praktik pungutan liar di rumah tahanan KPK diduga sudah berlangsung sejak 2018, sebelum Firli menjabat. Sehingga, kedua hal tersebut tidak ada hubungannya.

Ia pun menegaskan proses penanganan pelanggaran internal melalui penegakan etik, dugaan tindak pidana, dan penegakan disiplin masih berjalan dan sidang etik akan segera diselenggarakan.

“Dalam sidang etik nanti Dewas pastinya akan memutus dugaan pelanggaran ini secara independen, sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam UU 19 Tahun 2019,” kata Ali.

Berdasarkan data Dewas KPK, setidaknya uang senilai Rp4 miliar berhasil diraup oleh puluhan pegawai tersebut hanya dalam kurun waktu tiga bulan saja, pada periode Desember 2021-Maret 2022.

Skandal pungli di rumah tahanan KPK pertama kali disampaikan oleh Anggota Dewas KPK Albertina Ho dalam konferensi pers pada Juni 2023 lalu. Dugaan pungli disebut mencapai nilai Rp4 miliar dalam kurun waktu Desember 2021 hingga Maret 2022 berdasarkan hasil pengusutan Dewas.

“Tanpa pengaduan, jadi kami di sini ingin menyampaikan Dewan Pengawas sungguh-sungguh mau menertibkan KPK ini dan tidak, siapa saja, kami tidak pandang," kata Albertina, Senin (19/6/2023) lalu.

Menindak laporan tersebut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus yang tengah berjalan serta kasus-kasus pelanggaran disiplin lainnya yang belum terungkap.

“Kami segenap pimpinan dan insan KPK menyesalkan dugaan peristiwa dimaksud dan KPK berkomitmen untuk menindak secara tegas, obyektif sesuai dengan paksa terhadap siapapun pelakunya,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers pada Rabu (21/6) malam.

KPK Rotasi Pegawai Rutan

Ali Fikri mengatakan bahwa KPK sudah merotasi beberapa pegawai rutan yang diduga terlibat dalam pungutan liar. “KPK juga langsung melakukan rotasi dari beberapa pegawai di rutan cabang KPK untuk kemudian memudahkan juga pemeriksaan-pemeriksaan oleh penyelidik KPK,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (20/6).

Menurut Ali, para pegawai yang terindikasi terkait dengan pungli itu ditempatkan pada bagian yang tidak mengganggu sistem kerja KPK ketika mereka dipanggil penyelidik.

Besaran Duit Porsi Sesuai Posri

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan para terduga pelaku menerima uang pungli hingga ratusan juta rupiah. "Itu macam-macam juga, ada ratusan juta, ada yang hanya jutaan. Ada puluhan juta. Beda-beda sesuai dengan posisinya," kata Syamsuddin kepada awak media di depan gedung ACLC KPK pada Jumat (12/1).

Ia mengatakan para korban pungli memberikan uang kepada pegawai KPK untuk mendapatkan fasilitas istimewa di tahanan. Nilai awal dugaan pungli yang disebut mencapai Rp4 miliar, kini sudah bertambah.

Sebelumnya, Dewas KPK mengungkapkan sebanyak 93 pegawai KPK akan menjalani sidang etik terkait pungutan liar di rumah tahanan KPK. Salah satu diantaranya adalah Kepala Rutan (Karutan) Achmad Fauzi. "[Karutan] diduga terlibat dalam arti etik. Etiknya yang pasal mana, kita lihat lagi," kata Albertina pada Kamis (11/1) di gedung ACLC KPK.

Ia menjelaskan 93 pegawai tersebut tidak akan disidangkan sekaligus, melainkan akan dibagi menjadi beberapa kelompok.

Mantan Penyidik Terkejut

Eks penyidik dan mantan ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengaku terkejut saat mendengar bahwa 93 pegawai KPK diduga terlibat dalam kasus pungli. Menurut dia, jumlah tersebut sangat banyak dan turut merusak integritas, sistem dan kebersihan KPK.

“Kejadian ini menunjukan bahwa benar teori ikan busuk dari kepala. Setelah sebelumnya ketua KPK 2019-2023 Firli Bahuri juga terbukti melanggar etik berat dan menjadi tersangka kasus korupsi terkait Kementerian Pertanian. Kini, 93 pegawainya diseret ke sidang etik juga. Tentu ironis sekali apa yang terjadi di tubuh KPK ini,” kata Yudi, Minggu (14/1).

Lebih lanjut, ia berharap Dewas dan KPK dapat bersikap tegas dan jernih dalam menindak kasus tersebut. Sebab, menurut Yudi seharusnya KPK memiliki “zero tolerance” terhadap praktik korupsi, bukan malah terlibat melakukannya. “Bagi saya, yang penting ungkap semua. Jangan ditutupi. Yang salah dihukum agar efek jera dan pecat agar tidak meracuni yang lain,” kata Yudi. (wan)