Budi Said Sempat Menang Gugatan Terhadap Antam Kini Tersangka Penipuan Emas 1,1 Ton, Kejagung: Ada Konspirasi Jahat!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Januari 2024 16:29 WIB
Kejagung borgol Crazy rich Surabaya, Budi Said (Foto: Dok MI)
Kejagung borgol Crazy rich Surabaya, Budi Said (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Crazy rich Surabaya, Budi Said, mencuri perhatian publik usai penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan ia sebagai tersangka kasus transaksi ilegal pemufakatan jahat transaksi jual beli emas Antam.

Penetapan itu usai Budi Said diperiksa di Gedung Bundar (Jampidsus) Jakarta, Kamis (18/1). Sedikit kembali kebelakang bahwa kasus Budi Said ini adalah kasus lama.

Bahkan Budi Said telah melalui beberapa kali persidangan. Bermula pada 2018, ketika Budi Said membeli 7.071 kilogram atau 7 ton emas senilai Rp3,5 triliun dari Eksi Anggraeni yang merupakan marketing dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya I. 

Budi Said tertarik membeli emas sebanyak itu lantaran tergiur dengan program potongan harga yang disampaikan Eksi. Ia pun mentransfer secara bertahap uang yang telah disepakati. Sayangnya, Budi hanya menerima sebanyak 5.935 kilogram atau 5,9 ton emas. Kekurangan 1.136 kilogram emas tak pernah ia dapatkan.

Budi Said yang saat itu merasa tertipu lantas mengirimkan surat ke PT Antam cabang Surabaya. Tak kunjung mendapat jawaban, ia pun bersurat ke Antam Pusat di Jakarta yang kemudian menyatakan bahwa Antam tidak pernah menjual emas dengan harga diskon.

Budi lantas melayangkan gugatan terhadap PT Antam ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Januari 2020. Setelah melalui persidangan, PN Surabaya akhirnya memenangkan gugatan tersebut. Majelis hakim PN Surabaya menginstruksikan PT Antam untuk mengirimkan emas yang kurang kepada Budi.

Menanggapi kemenangan Budi Said ini, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menyatakan tidak akan mempengaruhi penanganan kasus pidana di lembaganya.

"Kami hanya berpijak pada alat bukti yang kami temukan, bahwa berdasarkan alat bukti terdapat konspirasi jahat di dalam proses penjualan tersebut dan saudara BS terindikasi terlibat," katanya di kantornya, Jakarta, Jumat (19/1).

Lantas Kuntadi mengatakan banyak kasus perdata yang dimenangkan, namun ternyata ada indikasi pidana di belakangnya. "Sudah banyak kasus di mana berdasarkan putusan keperdataan dinyatakan menang ternyata di belakang hari ditemukan indikasi tindak pidana di dalamnya, jadi itu bukan hal yang aneh dan bukan hal baru," bebernya.

Kronologi Singkat

Pada Agustus 2021, pihak Antam mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Majelis Hakim selanjutnya memutuskan untuk membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi. Tak terima dengan putusan PT Surabaya, Budi Said pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2022, MA mengabulkan gugatan yang diajukan Budi dan membatalkan putusan PT Surabaya.

MA memerintahkan Antam untuk membayar kerugian yang dialami pemilik PT Tridjaya Kartika Grup. Alih-alih, kasus masih berlanjut dengan Antam yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun, hal ini ditolak MA pada 12 September 2023. Antam diperintah untuk membayar kekurangan 1.136 kilogram kepada Budi.

Antam kemudian melayangkan gugatan kepada Budi dan sejumlah mantan karyawan Antam, yakni Eksi Anggraeni (staf marketing), Endang Kumoro (Kepala BELM Surabaya I), Misdianto (Tenaga Administrasi), dan Ahmad Purwanto (General Trading Manufacturing dan Senior Officer PT Antam).

Namun usut punya usut, ternyata Kejagung yang mengetahui kasus tersebut menilai adanya kejanggalan. Diduga ada rekayasa pembelian emas yang dilakukan Budi dan pemufakatan jahat dalam jual beli emas. Budi Said diduga melakukan kongkalikong dengan eks karyawan Antam yang membuat perusahaan BUMN itu rugi Rp1,1 triliun.

Kuntadi menjelaskan bahwa rekayasa transaksi berupa menetapkan harga jual di bawah harga yang ditetapkan PT Antam, seolah-olah ada diskon.

Mereka juga menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Dengan demikian, PT Antam tak dapat mengontrol jumlah emas dan uang yang ditransaksikan.

Akibatnya, terjadi selisih yang begitu besar antara jumlah uang yang diberikan Budi dan logam mulia yang diserahkan Antam ke Budi.

"Akibat adanya selisih tersebut guna menutupinya, para pelaku selanjutnya membuat surat diduga palsu yang pada pokoknya seolah-seolah bahwa benar transaksi itu sudah dilakukan dan bahwa benar PT Antam ada kekurangan dalam menyerahkan logam mulia," ujar Kuntadi.

Atas perbuatannya, Budi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)