Nama Anies Disebut-sebut di Sidang Korupsi Lahan Rumah DP Rp 0, Ada Apa Nih?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Januari 2024 21:30 WIB
Sidang kasus pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur pada Senin, 22 Januaro 2024 (Foto: Ist)
Sidang kasus pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur pada Senin, 22 Januaro 2024 (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Nama Anies Baswedam disebut-sebut dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (22/1). Adapun sidang itu terkait dengan kasus pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, yang dikerjakan oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ).

Adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengungkapkan, persetujuan DPRD DKI Jakarta untuk program rumah dengan uang muka atau down payment (DP) Rp 0 hanya menghargai gagasan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. 

Dalam kesempatan ini, Prasetyo menilai program DP Rp 0 yang digagas Anies dan Sandi tidak rasional. Menurutnya, saat itu terjadi penolakan atas program dengan nilai yang hampir mencapai Rp 1 triliun tersebut. 

“Jadi motivasi kenapa digolkan penambahan modal ke PPSJ itu apa? Kalau analisis ekonomi tidak memungkinkan, kok pada akhirnya disetujui apa dasarnya?” cecar jaksa KPK dalam sidang itu.

Prasetyo menjelaskan bahwa persetujuan DPRD terhadap program DP Rp 0 dilakukan dengan catatan. Namun, politikus PDI-P itu tidak ingat apa catatan terhadap program tersebut. 

Namun demikian, pesetujuan DPRD hanya menghargai program yang digagas Gubernur DKI periode 2017-2023 itu. “Menurut saya, saat itu saya menghargai terobosan daripada Pak Anies dan Pak Sandi, tapi dengan catatan,” kata Prasetyo. 

Selain itu, menurut dia, pro dan kontra program Gubernur DKI Jakarta merupakan sesuatu yang lazim terjadi antara eksekutif dan legislatif. Prasetyo mengatakan, dinamika program rumah DP Rp 0 sama dengan pro dan kontra program yang digagas gubernur sebelumnya. 

Ia lantas menyinggung program Gubernur Joko Widodo dan Fauzi Bowo atau yang karib disapa Foke ketika menjabat menjadi orang nomor satu di Ibu Kota. 

Menurut dia, setiap program Gubernur DKI selalu ada pro-kontra dalam pembahasan di DPRD DKI Jakarta. “Pak Foke, Pak Jokowi jadi gubernur punya satu terobosan, namanya Kartu Jakarta Pintar, Jakarta sehat. Nah, ada juga pro dan kontra pembahasan menolak itu, tapi kami tetap berjalan akhirnya KJP, KJS diterima masyarakat. Begitu pun juga ini kan Pak Anies mengajukan satu program yang mana mungkin itu meneruskan dari pemerintah sebelumnya,” katanya.

Lanjut Prasetyo, bahwa saat itu fraksinya di DPRD tidak setuju dengan penyertaan modal untuk program Gubernur DKI Jakarta tersebut. “Buat fraksi kami, PDI Perjuangan kok pada saat itu tidak rasional rumah DP Rp 0. Dasarnya dari mana dasarnya apa?” beber Prasetyo. 

Menurut Prasetyo, program yang digagas Gubernur DKI Jakarta saat itu tidak jauh berbeda dari program rumah susun yang dilakukan pemimpin DKI sebelumnya. Hanya saja, program DP Rp 0 tersebut dinilai tidak rasional untuk warga Jakarta. 

“Sebetulnya untuk rumah susun berhasil rumah DP Rp 0 tidak berhasil?” kata jaksa KPK. 

“Kalau DP Rp 0 itu kan harus ada turunannya, berapa gaji kamu? Berapa kemampuan kamu? Semuanya kan harus rasional,” kata politikus PDI-P itu. 

“Rumah DP Rp 0 terlaksana enggak?” ucap jaksa lagi. 

“Yang saya lihat sih enggak, Pak, enggak terjadi sampai sekarang,” kata Prasetyo. 

“Padahal, sudah dikucurkan Rp 900 miliar? Itu uangnya setahu saksi ke mana?” tanya jaksa.

“Saya enggak ngerti, Pak,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya,  Yoory selaku Direktur Utama PPSJ terlibat kasus korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur, terkait proyek rumah DP Rp 0. Dalam kasus korupsi pembelian lahan proyek rumah DP Rp 0, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Yoory pada 24 Februari 2022.

Hakim juga menjatuhkan denda senilai Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Yoory. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan tindakan korupsi Yoory telah merugikan keuangan negara senilai Rp 152,5 miliar. (wan)