MK Tegaskan Gugatan Anwar Usman di PTUN Jakarta Berstatus Putusan Sela, Ini Maksudnya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 Februari 2024 19:39 WIB
Anwar Usman (Foto: MI/Net/Ist)
Anwar Usman (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa apa yang ditampilkan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta adalah putusan sela dari gugatan Anwar Usman, bukan putusan final. 

Pada intinya, bahwa dalam gugatanya, Anwar Usman meminta agar pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK dibatalkan. Dengan demikian, tidak benar bahwa PTUN Jakarta telah mengabulkan gugatan hakim konstitusi Anwar Usman yang ingin menjadi ketua MK lagi.

“Tidak benar. Itu informasi data umum di SIPP PTUN Jakarta tentang gugatan nomor 604 dengan petitum yang diminta penggugat,” tegas Juru Bicara sekaligus Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (Kabiro HAK) MK Fajar Laksono, Kamis (15/2).

Menurut Fajar, data umum tersebut lazimnya memang dimuat oleh pengadilan pada saat gugatan didaftarkan.  “Itu bukan informasi bahwa putusan penundaan dikabulkan, sidang jawaban gugatan saja belum digelar. Baru tanggal 21 Februari nanti sidang lagi,” tukasnya. 

Berdasarkan penelusuran Monitorindinesia.com, bahwa memang di laman website SIPP PTUN itu memuat amar Putusan Sela, namun bukan mengenai dikabulkannya gugatan Anwar Usman untuk menjadi Ketua MK. "(Status perkara) putusan sela," tulis laman resmi SIPP PTUN Jakarta.

Perlu digarisbahwahi, bahwa pada singkatnya, putusan sela adalah putusan yang bersifat sementara dan bukan merupakan putusan akhir. Putusan sela itu juga merupakan putusan yang belum menyinggung mengenai pokok perkara yang terdapat di dalam suatu dakwaan.

Maka dari itu, putusan sela ini harus diucapkan dalam persidangan dan hanya dilakukan dalam surat pemberitaan persidangan. Tujuan putusan sela  apa? Adalah untuk mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara yang akan atau sedang dilakukan. 

Perihal putusan sela ini disinggung dalam Pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 Rv yang ketentuannya menyatakan bahwa hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir yang dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung.

Namun, perlu diperhatikan bahwa putusan sela tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok perkara.

Lalu apa isi di SIPP PTUN DKI Jakarta yang sempat bikih heboh itu? Isinya adalah menolak permohonan dari Pemohon Intervensi I atas nama Denny Indrayana dan Pemohon Intervensi II atas nama Pergerakan Advokat (Parekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), serta membebankan biaya dari Putusan Sela akan diperhitungkan bersama-sama dengan Putusan Akhir.

Berdasarkan laman SIPP PTUN Jakarta, perkembangan terakhir pada perkara ini adalah majelis hakim PTUN mengeluarkan putusan sela pada 31 Januari 2024. "Mengadili: Menolak Permohonan dari Pemohon Intervensi I atas nama Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D dan Pemohon Intervensi II atas nama Pergerakan Advokat Nusantara (PAREKAT NUSANTARA) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Membebankan biaya dari Putusan Sela ini akan diperhitungkan bersama-sama dengan Putusan Akhir," bunyi putusan sela hakim.

Sementara terkait materi gugatan, hal itu termuat dalam data umum yang memang secara terbuka ditampilkan oleh website. “Data umum itu biasanya dimuat oleh Pengadilan pada saat gugatan didaftarkan,” jelas Fajar.

Adapun isi materi gugatan Anwar Usman adalah, dalam Penundaan yaitu mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023 – 2028; dan memerintahkan atau mewajibkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028, Selama proses pemeriksaan perkara sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kemudian Dalam Pokok Perkara, yakni mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028.

Kemudian, mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 17 Tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028; mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Penggugat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2023-2028 seperti semula sebelum diberhentikan; dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.

Sebelumnya, Monitorindonesia.com memberitakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan hakim MK Anwar Usman dalam putusan sela. Hal tersebut tertuang dalam gugatan dengan perkara yang teregister dengan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.

“Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028,” bunyi Sistem Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta seperti dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (15/2).

Selengkapnya di sini....

Kemudian, sebelum itu, Monitorindonesia.com juga memberitakan bahwa Advokat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara akan kembali mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) oleh pejabat negara dan pihak terkait lainnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Pulo Gebang, Jakarta Timur (Jaktim).

Selengkapnya di sini.....