Pecat! Tak Pantas Oknum Koruptor Masih Bercokok di KPK

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 27 Februari 2024 12:51 WIB
KPK mengeksekusi putusan etik Dewas terkait pelanggaran di Rutan KPK pada 78 pegawai terperiksa, di Gedung Juang KPK, Senin (26/2)
KPK mengeksekusi putusan etik Dewas terkait pelanggaran di Rutan KPK pada 78 pegawai terperiksa, di Gedung Juang KPK, Senin (26/2)

Jakarta, MI - Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan kata maaf dari 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, pelaku pungli di rumah tahanan (Rutan) hukuman yang tidak adil. Pasalnya pungli itu sesungguhnya tindak pidana atau kejahatan.

Menurut Fickar, sekecil apapun kerugiannya perkara pungli di rutan KPK ini harus dibawa ke peradilan pidana. Apalagi oknum KPK itu merupakan orang yang mengurusi lembaga pemberantasan korupsi.

"Jadi tidak pantas oknum-oknum koruptor ini masih bercokok di KPK. Seharusnya mereka dipecat," tegas Abdul Fickar Hadjar saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (27/2).

Harus dipecat dan dipidanakan. Jika tidak, pasti akan menjatuhkan marwah dan kewibawaan KPK. Bahkan, kata dia, jika tidak dilakukan pemecatan dan proses hukum pidana kepada pegawai KPK yang terlibat tindak kejahatan itu. “Pasti mereka akan berbuat lagi jika ada kesempatan,” kata dia. “Dan, ini tidak hanya menjatuhkan wibawa KPK tapi juga wibawa seluruh penegak hukum,” tandasnya.

Sebanyak 78 pegawai KPK telah dihukum melakukan permintaan maaf secara terbuka karena menerima pungutan liar. Mereka adalah pegawai di bagian rumah tahanan KPK yang terbukti menarik pungli dari para tahanan KPK.

Pelaksanaan hukuman tersebut dilakukan di aula Gedung Penunjang Merah Putih KPK pada Senin, (26/2). Para pegawai yang bersalah berbaris dengan memakai kemeja putih dan celana hitam. Mereka kemudian menyatakan permintaan maaf, mengakui telah melanggar etik dan berjanji tidak akan mengulanginya.

"Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan, berupa menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan," demikian isi pernyataan yang dibacakan oleh para pegawai yang bersalah.

Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa mengatakan hukuman meminta maaf secara terbuka itu merupakan pelaksanaan dari putusan yang dibuat oleh Dewan Pengawas KPK. Sebelumnya, Dewas telah menggelar sidang etik dengan 90 pegawai yang menjadi terperiksa atas dugaan menarik pungli dari tahanan. Putusan dibacakan pada 15 Februari 2024.

Dari 90 orang, sebanyak 78 dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman meminta maaf secara langsung dan terbuka. Sementara 12 pegawai lainnya diserahkan kepada Sekjen KPK karena pelanggaran mereka dilakukan sebelum Dewas terbentuk pada 2019. Sekjen yang kemudian akan menentukan hukuman untuk 12 pegawai.

"Saya selaku Insan KPK, merasa prihatin dan berduka karena sebagai dari insan KPK dijatuhi hukuman etik sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai," kata Cahya.

KPK menyatakan pengusutan kasus pungli rutan KPK ini belum berhenti. Sekretariat Jenderal sudah membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari unsur Inspektorat, Biro SDM, Biro Umum, dan atasan para pegawai. Tim dibentuk untuk menindaklanjuti kasus rutan dan penerapan sanksi kepada para pegawai.

Secara paralel KPK juga sedang menangani dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para pegawai. KPK menyebut sudah menyepakati menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan.

Topik:

kpk pegawai-kpk pungli-rutan pegawai-kpk-minta-maaf