Para Eks Pimpinan KPK Turun Gunung Desak Firli Ditahan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 1 Maret 2024 13:21 WIB
Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri usai diperiksa di Bareskrim Polri (Foto: Dok MI)
Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri usai diperiksa di Bareskrim Polri (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mendatangi Mabes Polri, para eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak KPK Firli Bahuri agar ditahan di kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Jum'at (1/3).

Pasalnya, mantan Ketua KPK itu telah diperiksa dengan status tersangka sudah tiga kali, yakni pada Jumat (1/12), Rabu (6/12), Rabu (27/12), dan Jumat (19/1). Namun, hingga saat ini masih berkeliaran. Pun juga belum dicegah ke luar negeri. Hal ini dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dalam kasus ini.

Adapun para mantan pimpinan KPK adalah Abraham Samad, Saut Situmorang, dan M Jasin. Tak hanya itu, mereka datang bersama Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, dan peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil.

"Oleh karena itu kita melihat kasus ini berjalan di tempat, kenapa kita melihatnya berjalan di tempat? Karena sampai hari ini kita lihat tidak ada progres yang menunjukkan kemajuan yang signifikan," tegas Abraham Samad.

Menurut Abraham Samad, pasal yang dijerat bisa memenuhi syarat untuk Firli ditahan. Kendati demikian, katanya, penyidik pasti memiliki alasan belum melakukan penahanan terhadap Firli.

"Kalau kita lihat di KUHP, pasal-pasal yang dikenakan Firli itu sudah memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan, itu yang pertama. Kemudian yang kedua kalau kita berkaca dari asas hukum equality before the law, maka ini menjadi sebuah keharusan Firli harus ditahan, kenapa harus ditahan? Agar supaya masyarakat melihat bahwa equality before the law itu memang diterapkan semua orang sama kedudukannya di depan hukum," bebernya.

"Oleh karena itu tersangkanya tidak boleh di biarkan berkeliaran diluar, karena bisa menimbulkan dampak-dampak sosial. Kalau kasusnya berjalan maka setidak-tidaknya penyidik dalam Hal ini sudah melakukan penahanan agar mencegah tersangka itu bisa melakukan hambatan hambatan atau bisa suatu ketika mempengaruhi proses jalannya persidangan yang akan dilaksanakan," sambungnya.

Pihak Kepolisian sebelumnya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi, atau penerimaan hadiah/janji pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait penanganan perkara hukum di Kementan RI pada kurun waktu tahun 2020 sampai tahun 2023 yang melibatkan SYL itu.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan penetapan tersangka terhadap Ketua KPK Firli Bahuri ini diputuskan setelah melakukan gelar perkara pada Rabu (22/11) malam.  

"Berdasarkan fakta penyidikan, pada Rabu 22 November 2023, pukul 19.00 WIB, bertempat di ruang Ditreskrimsus PMJ telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan Saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tipikor berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah/janji oleh pegawai negeri/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan RI pada kurun waktu tahun 2020 sampai tahun 2023," kata Ade dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta.

Ade menuturkan pihak Kepolisian sudah memeriksa sebanyak puluhan saksi dan 7 ahli sejak dimulainya penyidikan kasus ini pada 9 Oktober 2023. Penyidik juga melakukan penggeledahan di kediaman Firli di Jalan Kertanegara No.46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan Gardenia Villa Galaxy, A2 No. 60, Jakasetia, Bekasi Selatan. Selain itu, penyidik telah melakukan penyitaan salah satunya dokumen penukaran valas dalam pecahan SGD dan USD dari beberapa outlet money changer totalnya senilai Rp 7,468 miliar sejak Februari 2021-September 2023.       

Atas perbuatannya itu, Firli dijerat dengan tiga pasal yakni Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya sekitar tahun 2020 sampai dengan tahun 2023.  

Adapun ancaman hukuman dalam Pasal 12e dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Sedangkan, Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor, ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. 

“Rencana tindak lanjut setelah gelar perkara penetapan tersangka ini, melengkapi administrasi penyidikan, pemeriksaan (lanjutan) para saksi, pemeriksaan terhadap Sdr. FB sebagai ketua KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka, berkoordinasi dan mengirimkan berkas perkara kepada Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta,” kata Ade. 

Sementara berkas perkara Firli Bahuri hingga saat ini tak kunjung rampung alias dipingpong dari Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. (wan)