Sangat Disayangkan! "Romo Magnis Harusnya Tak Vonis Presiden Bersalah" Tegas Yusril

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 April 2024 22:32 WIB
Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Jakarta, MI - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa seharusnya Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis tidak memvonis Presiden Joko Widodo atau Jokowi melanggar etika.

Hal itu sebagaimana disampaikan Romo Magnis ketika menjadi ahli di sidang sengketa hasil Pilpres 2024 Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024).

Yusril mengatakan, pihaknya sebenarnya menghormati keputusan penggugat, pasangan Ganjar-Mahfud, menghadirkan Frans Magnis atau Romo Magnis untuk menjadi ahli dalam persidangan.

Kubu Prabowo-Gibran sebenarnya berharap Romo Magnis sebagai filsuf dan pastur Katolik untuk memberikan pendapat filosofis dan normatif. Dalam hal ini tidak memvonis Presiden Jokowi melakukan kesalahan.

"Tapi sangat disayangkan ada beberapa judgement, presiden melanggar ini, melanggar ini, kejahatan, yang saya kira tidak dalam posisi seperti itu seorang saksi dihadirkan," kata Yusril kepada wartawan usai sidang diskors, Selasa (2/4/2024).

Pakar hukum tata negara itu pun menyerahkan kepada majelis hakim MK untuk menilai keterangan Romo Magnis tersebut.

Sebelumnya, Romo Magnis dalam keterangannya di persidangan menyebut, apabila presiden menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan pihak tertentu, berarti si presiden mirip dengan mafia

Dia lantas menyebut bahwa seorang presiden melanggar etika berat apabila mengerahkan ASN, polisi dan tentara untuk mendukung pasangan capres-cawapres tertentu. Dia juga menyebut bahwa presiden "amat memalukan" apabila menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan keluarganya.

Romo Magnis menyebut bahwa kalau presiden dengan kekuasaannya mengambil dan membagikan bansos dalam rangka kampanye untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu, maka tindakan tersebut merupakan pencurian dan pelanggaran etika. "Mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko," ujarnya.

Pasca persidangan, Romo Magnis menyebut presiden seperti mafia itu contohnya adalah pemimpin Jerman dulu, Adolf Hitler. Adapun Jokowi, menurut dia, bukan mafia. 

"Jokowi jelas bukan mafia. Jokowi dalam banyak sudut juga masih banyak saya kagumi tetapi tentu pertanyaan-pertanyaan etika perlu dijawab," ujarnya kepada wartawan.

Romo Magnis menegaskan, keterangan yang ia sampaikan dalam persidangan merupakan penjelasan terkait etika dalam politik. Dirinya tidak memberikan penilaian atas kehidupan politik di Indonesia karena memang tidak punya keahlian penuh terkait isu tersebut.  

"Saya tidak diminta dan juga tidak penuh keahlian memberi penilaian tentang kehidupan politik di Indonesia. (Saya) menjelaskan faktor etika di dalam politik. Saya bilang kalau begitu maka, kalau begitu maka," ujarnya menjelaskan bahwa keterangannya dalam persidangan merupakan pengandaian.