Fantastik Kerugian Negara Rp 271 Triliun: Kongkalikong Bisnis Tambang Timah Ilegal

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 April 2024 19:17 WIB
Pakar Hukum Pidana, Kurnia Zakaria (Foto: Dok MI)
Pakar Hukum Pidana, Kurnia Zakaria (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana, Kurnia Zakaria menyoroti kasus dugaan korupsi tambang timah senilai Rp 271 triliun. Adapun dugaan korupsi ratusan triliun itu terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, Bangka Belitung, sejak 2015-2022.

Dalam perkembangannya, kasus ini menyeret nama Robert Bonosusatya (RBS/RBT) yang diduga aktor utama dalam kasus ini. Dia telah diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung pada Senin (1/4/2024) lalu. 

Sedangkan dalam kasus ini Jampidsus Kejagung sudah menetapkan 16 tersangka dan sudah ditahan:

1. Toni Tamsil alias Akhi (tersangka obstruction of justice)
2. Suwito Gunawan selaku Komisaris PT SIP Pangkalpinang Bangka Belitung
3. MB Gunawan selaku Direktur PT SIP
4. Tamron alias Aon selaku beneficial owner CV VIP
5. Hasan Tjhie selaku Dirut CV VIP
6. Kwang Yug alias Buyung selaku Komisaris CV VIP
7. Achmad Albani selaku manajer operasional CV VIP
8. Robert Indarto selaku Dirut PT SBS
9. Rosalina selaku general manager PT TIN
10. Suparta selaku Dirut PT RBT
11. Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
12. Emil Ermindra selaku Direktur PT Timah 2016-2021
13. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Dirut PT Timah 2016-2021
14. Alwin Akbar mantan Dirops dan Dir Pengembangan usaha PT TIMAH
15. Helena Lim selaku manager PT QSE (tersangka TPPU)
16. Harvey Moeis selaku beneficial owner PT RBT (tersangka TPPU)

Peranan Harvey Moeis selalu berhubungan dengan Mochtar Riza dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah dengan modus sewa menyewa alat peleburan timah. 

Harvey juga menghubung beberapa smelter PT. SIP, CV VIP,  PT. SPS, dan PT. TIN. Harvey meminta pihak smelter menyisihkan keuntungan dari praktik ilegal mining kemudian seolah-olah menjadi dana CSR yg difasilitasi Helena Lim. 

Kejagung menggunakan analisis audit kerusakan lingkungan di Bangka Belitung akibat ilegal mining timah dan pelanggaran Permen LH No.7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang nilainya setara Rp. 271.069.688.018.700,00 dimana kerugian kawasan hutan Rp.223.366.246.027.050,00; kerugian lingkungan ekologis Rp. 157,83 triliun; kerugian ekonomi lingkungan Rp. 60,276 triliun; pemulihan lingkungan Rp. 5, 257 triliun; kerugian non kawasan hutan Rp 47,703; dan luas lahan yang dirusak di Bangka Belitung 170.900.462 hektare, sedangkan IUP PT Timah 88.900.462 hektare saja.

Dalam hal kejahatan lingkungan pihak aparat penegak hukum, menurut Kurnia, sudah tepat menggunakan audit forensik lingkungan yang dilakukan para ahlinya untuk merekontruksi kerugian negara bukan hanya yang dinikmati para tersangka tetapi akibat kerusakan lingkungan yang dialami masyarakat dan dampak pemulihan perbaikan lingkungan hidup yang harus dilakukan oleh negara. 

"Artinya pola korupsi bukan semata-mata kekayaan hasil kejahatan yang dinikmati para pelaku tapi juga penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat," ujar Kurnia saat dihubungi Monitorindonesia.com, Sabtu (6/4/2024).

Jangan hanya Harvey Moeis dan Helena Lim saja yang bisa menikmati mobil mewah, pesawat jet pribadi, rumah mewah seperti istana puri raja Eropa beserta peralatan furniture rumah bagai istana Sultan Timur Tengah saja. "Tetapi rakyat di Bangka Belitung tinggal dirumah-rumah sempit semi permanen dan mengandalkan sebagai buruh tani atau buruh pertambangan liar saja," lanjut Kurnia.

RBT/RBS juga, tegas dia, perlu didalami sebagai aktor intelektualnya dan juga aparat hukum daerah maupun aparat birokrasi daerah di Bangka Belitung yang membiarkan dan ikut bekerjasama dalam pertambangan liar timah di Bangka Belitung. 

"Nilai Rp 271 triliun rupiah ini bukan uang yang dinikmati tapi ini hanya nilai kerusakan ekosistem lingkunan pertambangan dan kehutanan saja. Pihak PPATK dan OJK seharusnya dilibatkan bukan hanya melibatkan BPKP ataupun BPK sebagai audit kerugian negara. Tapi juga bukan hanya pengalihan isu penyelewengan dana bansos sebesar Rp 491 triliun," jelasnya.

Dalam kasus Rp 271 triliun rupiah bisnis ilegal mining timah PT Timah diantara para pelaku pertama, tambah Kurnia yang juga kriminolog, mereka saling ada hubungan satu sama lain dan ketergantungan diantara pelaku melakukan peranan masing-masing "dimana ada peranan dilapangan, peranan penyedia dana, peranan kasir, peranan pemberi izin, peranan pelindung keamanan, peranan negosiator".

Kedua, mereka saling mempercayai dan saling membantu bila ada masalah dilapangan "karena aksi protes masyarakat, membungkam media, koordinasi dengan pihak aparat penegak hukum, upeti terhadap birokrasi".

Ketiga, tutur Kurnia, kecenderungan pelaku justru merasa tidak bersalah dimana ada upaya dana CSR yang sebagian besar justru dinikmati para pelaku sendiri daripada untuk masyarakat korban kerusakan lingkungan maupun masyarakat yang tersingkir karena tanahnya dikuasai perusahaan tambang ilegal mining timah. 

Harvey dikenal dermawan tetapi itu kedok topeng menutupi kejahatannya. Istrinya Sandra Dewi tidak mungkin tidak tahu perbuatan suaminya. Tetapi ini pengaruh internal manusia sendiri punya sifat hedonisme (suka kemewahan dan berbelanja barang mewah atau bermerek mahal. 

"Saya rasa pelakunya bisa saja dikembangan lebih daripada 16 tersangka yang sudah ditahan Jampidsus Kejagung," tandas Kurnia.

Dalam kasus ini, Harvey diduga bertindak sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT. Selama tahun 2018-2019, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RS, kongkalikong mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. 

"Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu saudara MRPT alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," jelas Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024). 

Dengan penetapan Harvey sebagai tersangka, total ada 16 tersangka dalam kasus ini. Beberapa tersangka yang sudah ditetapkan, yakni, inisial MRPP alias RS selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017-2018. 

Selain itu, ada sejumlah pihak swasta lain, di antaranya crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim selaku Manager PT QSE. Kejagung juga telah menggeledah kediaman Harvey di kawasan Jakarta Selatan.

Dari penggeledahan itu, Kejagung menyita dua mobil dan sejumlah jam tangan mewah. Selain dugaan korupsi, Kejagung tengah mengembangkan kasus ini ke ranah TPPU. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi mengatakan, pasal TPPU akan dikenakan ke Harvey Moeis dan Helena Lim. 

"Setiap penanganan perkara tindak pidana korupsi kami selalu menelusuri juga potensi adanya TPPU sehingga itu sudah menjadi protap kami, TPPU sudah kita lakukan, bahkan Helena lim sudah kita sangkakan dalam TPPU, tidak tertutup kemungkinan terhadap HM (Harvey Moeis)," kata Kuntadi di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (1/4/2024). (wan)