Menelisik Seberapa Besar Pengaruh Amicus Curiae Terhadap Putusan MK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 April 2024 18:18 WIB
Suasana sidang sengketa Pilpres di MK (Foto: MI/Aswan)
Suasana sidang sengketa Pilpres di MK (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sahabat Pengadilan atau Amicus curiae adalah istilah yang membetok tengah perhatian publik. 

Hal tersebut sehubungan dengan mantan Presiden RI ke-5, Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) hingga Badan eksekutif mahasiswa atau BEM dari empat perguruan tinggi negeri yang mengajukan amicus curiae dan lainnya kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani sengketa pemilihan presiden (Presiden) 2024.

Penting diketahui, bahwa Amicus curiae merupakan pihak yang membantu pengadilan dengan memberikan informasi atau nasihat mengenai pertanyaan hukum atau fakta.

Amicus curiae bukan pihak dalam gugatan dan dengan demikian berbeda dari perantara, yang memiliki kepentingan langsung dalam hasil gugatan dan oleh karena itu diizinkan untuk berpartisipasi sebagai pihak dalam gugatan.

Seorang amicus curiae biasanya tidak boleh berpartisipasi kecuali atas izin pengadilan, dan sebagian besar pengadilan jarang mengizinkan orang untuk tampil dalam kapasitas tersebut.

Konsep amicus curiae memungkinkan pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara untuk memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan di mana hanya sebatas memberikan opini, bukan melakukan perlawanan.

Penerapannya konsep amicus curiae di Indonesia pernah dilakukan dalam dua bentuk yakni secara lisan dan tertulis.

Bahakan, Mahkamah Agung tidak memiliki aturan tentang konsep hukum amicus curiae.

Namun konsep amicus curiae ini dapat diterima sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan:

"Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat."

Kasus-kasus yang diajukan amicus curiae atau sahabat pengadilan ini biasanya merupakan kasus yang berkenaan dengan isu-isu publik dan menyangkut kepentingan umum seperti hak-hak sipil atau isu-isu strategis lain di bidang politik, HAM, korupsi dan lain-lain.

Dalam konteks inilah, Megawati hingga Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) itu mengajukan isu Pilpres 2024 sebagai obyek amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Amicus Curiae Megawati 

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyerahkan berkas pengajuan amicus curiae atau pendapat sahabat pengadilan ke MK pada hari ini, Selasa (16/4/2024).

Berkas berbentuk tulisan tangan Megawati tersebut diserahkan oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dan Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

"Saya Hasto Kristiyanto bersama dengan Mas Djarot Saiful Hidayat ditugaskan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dengan surat kuasa sebagaimana berikut kedatangan saya untuk menyerahkan pendapat sahabat pengadilan, dari seorang warga negara Indonesia yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri. Sehingga Ibu Mega dalam kapasitas sebagai warga negara Indonesia mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan, dan ini terlampir dengan juga tulisan tangan dari Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Hasto sambil menunjukkan kertas tulisan tangan Megawati.

Hasto kemudian membacakan penggalan dari tulisan tangan Megawati tersebut. Kemudian, ia menyebut surat tersebut juga berisi pendapat hukum dari Megawati.

"Lengkap dengan seluruh pendpaat hukum sebagai sahabat pengadilan. Dengan demikian secara resmi kami serahkan kepada Mahkamah Konstitusi," jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Biro Humas MK langsung menerima berkas, serta memastikan surat tersebut sampai ke tangan Ketua Majelis Hakim MK, Suhartoyo.

"Kami mewakili Biro Humas dan Protokol, kami terima surat dari Ibu Megawati Soekarnoputri yang diwakilkam langsung oleh Pak Hasto, dan kami akan pastikan surat ini akan diterima langsung oleh bapak Ketua MK siang hari ini juga," ucap salah satu perwakilan Biro Humas MK.

Berikut isi surat tulisan tangan Megawati ke MK:

Rakyat Indonesia jang tercinta!

Marilah kita berdoa: semoga ketuk palu Mahkamah KONSTITUSI bukan merupakan PALU GODAM melainkan PALU EMAS, seperti kata Ibu Kartini (1911): "HABIS GELAP TERBITLAH TERANG" sehingga FAJAR DEMOKRASI yang telah kita perjuangkan dari dulu TIMBUL kembali dan akan DIINGAT TERUS MENERUS oleh GENERASI BANGSA INDONESIA.

Aamiin ya rabbal alamin!

Hormat Saya

Megawati Soekarnoputri

MERDEKA, MERDEKA, MERDEKA!

 

Tanggapan Kubu Prabowo-Gibran

Wakil Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan menilai tidak tepat Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae.

Menurut Otto, amicus curiae merupakan orang-orang atau institusi yang terkait perkara yang ditangani pengadilan seperti sengketa hasil Pilpres di MK.

"Sahabat pengadilan itu mestinya bukan pihak di dalam perkara. Itu harus dicermati. Jadi, ada orang-orang yang independen, tidak merupakan bagian perkara itu. Dia tidak terikat pada si A dan si B. Jadi, kalau Ibu Mega merupakan pihak dalam perkara ini sehingga kalau itu yang terjadi, menurut saya tidak tepat sebagai amicus curiae," ujar Otto di gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Menurut Otto, amicus curiae adalah ada pihak-pihak tertentu yang menjadi sahabat pengadilan karena ingin memberikan kontribusi kepada pengadilan. Kontribusi tersebut berupa masukan dari sudut pandang mereka yang netral. 

"Umpamanya dari kampus, tidak partisan, itu boleh menjadi amicus curiae. Itu harus kita pahami dulu," tandas Otto.

Meski demikian, Otto menyerahkan kepada hakim MK untuk memutuskan apakah mempertimbangkan Megawati Soekarnoputri sebagai amicus curiae atau tidak. "Ini tergantung pada Mahkamah Konstitusi," pungkas Otto.

Kelemahan Amicus Curiae

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menilai ada dua kelemahan dalam surat amicus curiae atau sahabat pengadilan dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri terkait perkara sengketa Pilpres 2024 yang dikirimkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (16/4/2024) hari ini.

Awalnya, Reza menilai bukan sepantasnya sosok seperti Megawati tidak diperhatikan terkait pernyataannya, khususnya dalam surat amicus curiae yang telah dia buat.

"Dengan posisi sepenting itu, betapa durhakanya jika isi pernyataan, wejangan, atau apapun yang Bu Mega kemukakan diabaikan begitu saja," kata Reza kepada Monitorindonesia.com, Selasa (16/4/2024).

Kemudian, Reza membeberkan bahwa amicus curiae memang dapat memengaruhi putusan hakim berdasarkan studi yang sudah ada.

Dia menjelaskan pengaruh yang dapat diperoleh seperti informasi baru yang bersifat universal dan pengetahuan teknis yang berguna bagi para hakim konstitusi.

Selanjutnya, Reza membeberkan ada empat hal yang diperhatikan hakim saat menerima amicus curiae dari seseorang yaitu kekuatan argumentasi, tingkat pengulangan isi, posisi ideologis, dan identitas pembuat.

Menurutnya, faktor pertama yaitu terkait kekuatan argumentasi tergantung dari penilaian hakim seperti apa.

"Jadi, amicus brief Megawati bisa saja dinilai berbobot atau justru kurang berbobot," kata Reza.

Kemudian, untuk faktor kedua yaitu pengulangan isi, Reza menilai hal ini menjadi kelemahan pertama dari amicus curiae dari Megawati.

Hal tersebut, sambungnya, lantaran amicus curiae Megawati hampir memiliki kemiripan dengan pernyataan dari rohaniawan, Romo Franz Magnis Suseno saat bersaksi dalam sidang sengketa Pilpres 2024 beberapa waktu lalu.

"Faktor kedua, ini yang sepertinya agak berat. Isi amicus brief Megawati memiliki banyak kemiripan dengan misalnya Franz Magnis-Suseno. Inti keduanya adalah etik, moralitas, dan semacamnya."

"Dengan tingkat repetisi yang tinggi seperti itu, maka boleh jadi inilah kelemahan amicus brief yang Megawati susun," ujar Reza.

Selanjutnya, faktor posisi ideologis di mana, menurut Reza, hal ini juga bergantung kepada penilaian pribadi hakim apakah amicus curiae Megawati memiliki kesamaan ideologis dengan mereka.

Lalu, yang terakhir dan menjadi kelemahan kedua amicus curiae Megawati adalah terkait posisinya sebagai salah satu pihak yang berperkara yaitu menjadi anggota dari kubu capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Reza mengatakan, hal ini menjadi faktor yang dapat mengganggu penilaian hakim terkait netralitas Megawati selaku amicus curiae.