Kaitan Hasto PDIP dalam Kasus Harun Masiku

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Juni 2024 09:57 WIB
Sejumlah aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) bertopengkan buronan Harun Masiku dan empat pimpinan KPK beraksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
Sejumlah aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) bertopengkan buronan Harun Masiku dan empat pimpinan KPK beraksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).

Jakarta, MI - Empat tahun lima bulan berlalu sejak Harun Masiku ditetapkan menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keberadaan mantan politisi PDI Perjuangan tersangka kasus dugaan suap itu tak kunjung diketahui. 

Terbaru, KPK akan memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terkait informasi baru menyangkut keberadaan Harun Masiku, Senin (10/6/2024). Hasto merupakan saksi keempat yang akan diperiksa setelah kasus ini kembali nyaring di KPK.

Sebelumnya KPK telah memeriksa Simeon Petrus, seorang pengacara, dan dua mahasiswa bernama Hugo Ganda dan Melita De Grave. Ketiga orang ini disebut merupakan kerabat Harun Masiku. Mereka diperiksa terkait dugaan terlibat menyembunyikan keberadaan Harun.

“Yang bersangkutan (Hasto Kristiyanto) dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 10 Juni 2024 pukul 10.00 WIB,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Kamis (6/6/2024).

Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan Saeful Bahri sebagai terdakwa penyuap Wahyu pada Kamis, 30 April 2020 silam, nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto turut disebut-sebut.

Saeful mengatakan suap diberikan kepada Wahyu untuk disalurkan kepada anggota KPU lain. Namun, belum sempat fulus itu didistribusikan, Wahyu sudah keburu dicokok KPK.
 “Terakhir saya bertanya kepada Pak Wahyu lewat Bu Tio (Agustiani Tio Fridelina), jawabannya belum sempat didistribusikan kepada semua komisioner,” kata Saeful dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta itu.

Berdasarkan informasi yang ia peroleh, Saeful mengatakan duit itu belum sempat dibagikan karena saat itu sedang banyak hari libur. Sesuai surat dakwaan Jaksa KPK, Wahyu Setiawan meminta duit Rp 1 miliar untuk mengurus penetapan Harun di KPU. Komunikasi dan penyerahan uang kepada wahyu dilakukan lewat perantara Agustiani Tio Fridelina yang juga kader PDIP.

Saeful mengaku sempat berkomunikasi lewat WhatsApp dengan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Komunikasi antara Hasto dan Saeful terjadi pada 16 Desember 2019. 

Komunikasi itu di antaranya mengenai laporan transaksi uang untuk Wahyu Setiawan. Dalam pesan instan itu, Hasto memberi tahu Saeful bahwa ada uang Rp 600 juta. Sebanyak Rp 200 juta akan digunakan untuk uang muka “penghijauan”.

Saeful mengatakan mulanya dirinya meminta penugasan kepada Hasto. Kemudian, Sekjen PDIP tersebut menyuruh pihaknya untuk mengurus program penghijauan PDIP. “Kebetulan saat itu partai punya program penghijauan, kemudian Pak Hasto menugaskan saya di situ,” kata dia. Saeful mengatakan tak tahu sumber duit Rp 600 juta itu.

Nama Hasto Kristiyanto juga kembali disebut dalam sidang pembacaan dakwaan dengan terdakwa Saeful di Pengadilan Tipikor pada Kamis, 2 April 2020. Jaksa mengungkap peran Sekjen PDIP itu dalam pusaran kasus suap Harun Masiku. 

Jaksa menyebut Hasto memerintahkan kuasa hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan terkait pengganti antar waktu Harun Masiku ke KPU RI.

“Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku Penasihat Hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” kata jaksa.

Jaksa mengatakan PDIP kemudian mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, meminta suara Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku. 

Bahkan, kata jaksa, Harun Masiku langsung menemui Ketua KPU saat itu, Arief Budiman, agar permohonan PDIP itu bisa diakomodir. Namun permohonan PDIP tersebut ditolak KPU. Penolakan tersebut dicantumkan dalam surat Nomor 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019. Intinya permohonan PDIP tak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Akibat surat permohonan PDIP yang tidak diakomodir oleh KPU, kemudian muncullah perkara suap-menyuap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu. 

Harun Masiku meminta kepada Saeful agar mengupayakan dirinya bisa menggantikan Riezky Aprilia. Saeful kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina agar Wahyu bisa mengupayakan permintaan Harun Masiku.

Dalam persidangan pada Mei 2021, nama Hasto Kristiyanto lagi-lagi disebut. Pengacara kader PDIP Donny Tri Istiqomah menyebut Hasto mengetahui upaya pergantian ini. 

Terdakwa pemberi suap, Saeful Bahri, juga diketahui sebelumnya merupakan staf Hasto. Bahkan, Wahyu Setiawan yang lalu menjadi terdakwa dalam kasus ini juga berjanji membuka keterlibatan Hasto.

“Pembongkaran termasuk misalkan dugaan ke Hasto (Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto) dan juga PDIP, Megawati, Beliau itu akan membuka proses itu semua, apakah ada keterlibatan,” ujar Saiful Anam, pengacara Wahyu, saat itu.

Kronologi
Harun Masiku merupakan politisi PDIP yang sebelumnya merupakan kader Partai Demokrat. Ia maju dalam kontestasi pemilihan anggota legislatif atau Pileg 2019 lalu. 

Saat itu, ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif PDIP dari Dapil I Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil Pileg 2019, Harun menempati posisi keenam di dapil-nya, dengan perolehan suara sebanyak 5.878. 

Ia kalah telak dari Nazarudin Kiemas, adik almarhum suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, yang berhasil meraih 145.752 suara.

Posisi kedua ditempati oleh Riezky Aprilia yang mengantongi 44.402 suara. Diikuti Darmadi Jufri dengan raihan 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan (19.776 suara), dan Diah Okta Sari (13.310 suara). 

Sebelum ditetapkan sebagai anggota legislatif terpilih, Nazarudin meninggal dunia. Berdasarkan hasil Pileg 2019 Dapil I Sulsel, posisinya semestinya digantikan oleh Riezky yang menempati posisi kedua. 

Namun, PDIP justru mengajukan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin. Ia diketahui diajukan sebagai pengganti melalui proses pergantian antar waktu (PAW). 

Partai berlambang banteng ini bahkan sempat mengajukan fatwa ke MA dan menyurati KPU agar melantik Harun. Namun, KPU kukuh dengan keputusan untuk melantik Riezky, karena Harun tidak memenuhi syarat menggantikan Nazaruddin. 

Namanya bersinggungan dengan hukum, saat KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap Komisioner KPU yang saat itu dijabat oleh Wahyu Setiawan.

OTT bermula dari adanya informasi terkait dugaan permintaan uang dari Wahyu kepada Agustiani Tio Feidelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu. 

Setelah mendapat informasi, tim KPK mengamankan Wahyu dan asistennya, Rahmat Tonidaya, di Bandara Soekarno-Hatta pada 8 Januari 2020. Dari hasil pemeriksaan, KPK kemudian menetapkan Wahyu sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024. 

Dalam perkara inilah, Harun Masiku diduga menyuap Wahyu Rp 600 juta agar KPU mau mengubah keputusannya. KPK memasukkan Harun Masiku ke dalam daftar buronan pada 29 Januari 2020 dan belum tertangkap hingga saat ini. 

Namanya juga telah ada di daftar buronan dunia dan masuk red notice Polisi Internasional atau Interpol. Sebelum menetapkan status Harun menjadi buronan, KPK sempat hampir menangkapnya ketika berada di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta. 

KPK sebenarnya sempat hampir menangkap Harun Masiku. Pada 8 Januari 2020, KPK mendeteksi Harun Masiku berada di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta. 

Namun, anggota Kepolisian saat itu justru menangkap penyidik KPK. Kapolri saat itu, Jenderal Pol. Idham Azis menjelaskan, penangkapan penyidik KPK dilakukan karena anggota Kepolisian hanya menjalankan prosedur. Pasalnya, saat itu area PTIK disterilkan untuk kegiatan yang akan dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin esok harinya.

Saat kasus ini mencuat, perhatian publik segera mengarah ke PDIP. Pasalnya, partai berambang banteng inilah yang mengusung Harun Masiku, bahkan mengajukannya untuk menggantikan posisi Nazarudin selaku anggota legislatif terpilih. 

Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya merekomendasikan nama Harun untuk menggantikan Nazarudin karena menilai Harun adalah sosok yang bersih. Kengototan PDIP mengajukan Harun, berdasar pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019. 

Melalui putusan MA tersebut, PDIP memiliki kewenangan menentukan pengganti anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia. 

Seperti diketahui, KPU tidak mengindahkan keputusan PDIP yang mengajukan Harun menggantikan Nazarudin, dan tetap kukuh pada pendiriannya untuk memutuskan Riezky Aprilia sebagai anggota legislatif terpilih dari Dapil I Sulsel. 

Hasto pun membantah jika PDIP disebut melakukan negosiasi dengan KPU tentang penunjukan Harun melalui PAW. Bahkan, ia menyebut partainya justru menjadi korban. 

Meski demikian, tak lama setelah KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, PDIP memecat Harun. Argumen "korban" kembali dilontarkan Hasto setelah empat tahun lamanya. Dalam sebuah wawancara pada 16 Maret lalu, ia menyebut Harun Masiku merupakan korban. 

Menurut Hasto, kasus Harun sengaja dimunculkan dan dikaitkan dengan dirinya karena vokal menyuarakan dugaan kecurangan pemilu. Ia menyebut kasus Harun kerap digunakan sebagai alat intimidasi untuknya dan PDIP. 

"Harun Masiku ini kan sebenarnya dia korban, karena dia memiliki hak konstitusional saat itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung. PDI ini berjuang dengan jalur-jalur konstitusional, jalur-jalur hukum," kata Hasto. 

Ia menjelaskan, berdasarkan putusan MA Harun seharusnya mendapat pelimpahan suara dari PDIP berdasarkan kebijakan partai, karena caleg terpilih pada waktu itu meninggal dunia. 

Menurut Hasto, pada proses itu terdapat tekanan dari oknum KPU yang meminta imbalan. Inilah yang mendasari Harun memberikan uang sehingga dikategorikan sebagai pemberian suap. 

“Tetapi sebenarnya kasus itu proses untuk mengaitkan dengan saya, padahal sudah ada tiga orang yang menjalani hukuman tindak pidana. Tetapi sebenarnya diawali kompleksitas pemilu, sehingga mereka yang memiliki kebenaran secara hukum pun masih bisa diperas agar menjadi anggota legislatif,” tandasnya.