Alasan KPK SP3 Kasus Surya Darmadi Dangkal

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Surya Darmadi (tengah) berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Surya Darmadi (tengah) berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Jakarta, MI - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut alasan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang menyetop (SP3) kasus Surya Darmadi, terlalu dangkal.

"Alasan (KPK) bahwa dikatakan tidak cukup bukti, bagi kami itu alasan yang dangkal," kata Peneliti ICW Diky Anandya, Senin (19/8/2024).

Seharusnya, tegas dia, KPK memiliki keyakinan terhadap kasus yang tengah disidiknya. Terlebih, ungkap Diky, dalam kasus Surya Darmadi sudah banyak pihak yang dihukum seperti eks Gubernur Riau Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasi) Gulat Medali Emas Manurung. 

Dalam persidangan Suheri Terta pun sudah terungkap secara jelas bahwa Surya Darmadi melalui Suheri memberi uang pada Gulat untuk Annas. Sehingga penerbitan SP3 dengan alasan kurang bukti ini terlalu mengada-ada.

Preseden buruk

ICW menilai menerbitan SP3 ini merupakan preseden buruk dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. 

Dalam catatan ICW ini kasus besar kedua yang di SP3 oleh KPK, sebelumnya ada kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim. 

"Keluarnya SP3 dari KPK ini sejatinya memang merupakan satu dari sekian banyak dampak pelemahan KPK melalui revisi UU KPK," jelas Diky. 

Diky pun mengatakan kewenangan SP3 di KPK harus dibatasi bahkan dihilangkan seperti termuat dalam UU KPK sebelum revisi yakni Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.  "Sebab, tidak menutup kemungkinan pemberian SP3 justru dijadikan bancakan korupsi," kata Diky. 

Alasan KPK

Kasus Surya Darmadi di SP3 oleh KPK pada 14 Juni 2024 lalu. Bos PT Duta Palma itu terlibat dalam kasus dugaan suap terkait alih fungsi hutan di Provinsi Riau. KPK mengatakan SP3 itu telah diterbitkan sejak Juni.

"KPK pada bulan Juni sudah mengeluarkan keputusan pimpinan untuk menghentikan perkara atas nama SD," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2024).

Tessa menjelaskan, SP3 dikeluarkan usai Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Legal Manager PT Duta Palma Group Suheri Terta dalam perkara tersebut. Adapun novum yang diajukan adalah salah satu saksi Annas Maamun yang menderita berbagai penyakit yaitu pelupa atau sindroma geriatri jenis dimensia yang dinilai sangat berpengaruh terhadap ingatannya.

"Hal ini merupakan konsekuensi logis dari putusan PK dari salah satu terdakwa Saudara ST yang dikabulkan. Di mana hakim memutuskan Saudara ST ini bebas. Jadi, akibat dari putusan hakim tersebut, PK tersebut sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan KPK," kata Tessa.

"Atas putusan bebas dari Saudara ST, tindak lanjutnya adalah KPK mengeluarkan keputusan pimpinan untuk menghentikan proses penyidikan untuk saudara SD," tambahnya.

Kronologi

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Legal Manager PT Duta Palma Group Suheri Terta dalam kasus korupsi pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau. Suheri meyakinkan hakim agung dengan menggunakan novum keterangan saksi yang mengidap penyakit pikun.

"Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali yang dikemukakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dengan dalil ditemukannya Bukti PPK-1, Bukti PPK-2 dan Bukti PPK-3 terkait dengan kondisi kesehatan Saksi Annas Maamun sebagai suatu keadaan yang baru, padahal dalam persidangan yaitu dalam Nota Pembelaan/Pleidoi Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah disampaikan mengenai kondisi kesehatan Saksi Annas Maamun adalah pikun, pelupa dan sakit-sakitan, sehingga keterangan yang diberikan oleh Saksi Annas Maamun tidak bersifat menentukan karena itu bukan merupakan novum sebagaimana ketentuan Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP," bunyi pertimbangan materiil pada putusan PK Suheri sebagaiamana dilihat Monitoridonesia.com di situs MA.

Selain novum yang menyatakan Annas Maamun pikun, Suheri juga menyerahkan novum lainnya seperti keterangan saksi lainnya. Novum itu juga sedikit menjelaskan rangkaian kasus alih fungsi hutan di Riau.

Oleh karena itu, MA mengabulkan PK yang diajukan Suheri Terta. Dia juga dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum. (an)