KPK Buka Suara soal Laporan Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Deteksi Stunting Kemenkes 2022


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK buka suara soal laporan dugaan korupsi pengadaan antropometri kit tahun 2022, di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang merugikan negara sekitar Rp 42 miliar.
Laporan itu dilayangkan Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) beberapa waktu lalu.
KPK melalui Deputi Bidang Informasi dan Data menyampaikan apresiasi terhadap INDECH atas laporan tersebut dengan Nomor: 011/K-INDECH/VIII/2024
"Kami menyampaikan apresiasi atas peran serta saudara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Pimpinan Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono kepada Monitorindonesia.com, Selasa (3/9/2024).
Namun berdasarkan telaahan KPK, laporan INDECH belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Besar harapan kami, saudara dapat melengkapi dokumen pendukung dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan, antara lain uraian fakta peristiwa dan data atau informasi yang relevan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang saudara laporkan," demikian Eko.
Sebelumnya diberitakan Monitorindonesia.com, dalam laporannya, INDECH menyatakan bahwa laporan tersebut berdasarkan data yang ditemukan dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Tahun 2022 Nomor : 10.a/LHP/IX/05/2023 Tanggal 24 Mei 2023.
INDECH menduga ada penggelembungan harga (mark up) dalam pengadaan antropometri kit deteksi stunting tahun 2022, di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu.
Berdasarkan laporannya di lembaga anti rasuah itu, INDECH menyatakan bahwa pada tahun anggaran 2022, Sekretariat Direktorat Jenderal (Sekdirjen) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Kemenkes, menganggarkan pengadaan alat Antropometri Kit tahap II.
Dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) paket penyediaan alat Antropometri Kit Tahap II, dengan volume 18.746 kit, dengan pagu anggaran Rp. 244.916.490.000, atau Rp.13.065.000/kit. Sementara jadwal pelaksanaan kontrak, mulai November 2022 dan berakhir Desember 2022.
Sekdirjen Kesmas Kemenkes saat itu menunjuk PT Berkembang Selaras Daya (Beseda) melalui e-purchasing dengan nilai kontrak sebesar Rp 194.949.589.380 atau Rp. 10.399.530/kit.
Sementara pada tahun anggaran 2023, Sekdirjen Kesmas Kemenkes, menunjuk lagi PT Beseda untuk mengadakan antropometri kit, sebanyak 4.511 kit dengan nilai kontrak Rp. 36.636.500.000 atau Rp. 8.121.591/Kit.
Jika dibandingkan dengan harga antropometri kit tahun anggaran 2023 sebesar Rp. 8.121.591, maka patut diduga, harga antropometri kit PT. Beseda tahun 2022 sebesar Rp. 10.399.530, adalah kemahalan (mark up) sebesar Rp. 2.277.939, per kit.
Maka potensi kerugian negara dalam pelaksanaan paket penyediaan alat antropometri KIT Tahap II Tahun 2022, sebesar = Rp. 2.277.939 x 18.746 kit = Rp. 42.702.244.494.
"Kami menduga telah terjadi potensi kerugian negara sekitar Rp 42.702.244.494. Ada penggelembungan harga di tahun 2022 harganya Rp 10 jutaan, tahun 2023 malah turun jadi Rp 8 jutaan, ini aneh," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) INDECH Order Gultom.
Menurut pegiat anti korupsi itu, ada ketidakbenaran dalam jumlah harga itu. "Inilah yang perlu kami dorong ke KPK untuk mengusutnya, bagaimana mungkin harga antropometri turun di tahun berikutnya. Bagaimana mungkin Kemenkes membuat HPS menjadi rendah dibandingkan dengan tahun 2022," tegas Order.
Sementara itu, Manager Investigasi INDECH, Hikmat Siregar meminta Menteri Kesehatan, Sekretaris Dirjen Kesmas Kemenkes, Direktur Utama PT Berkembang Selaras Daya (Beseda), Direktur Utama PT IDS Medical Systems Indonesia (MSI) dan pihak lainnya segera diminta keterangannya karena menjadi terlapor.
"Kami ya berprasangka baik kepada KPK mempunyai konsern mengusut kasus dugaan rasuah yang dilaporkan masyarakat ya. Termasuk laporan kami ini diharapkan dapat ditindak lanjuti, lalu dilidik, disidik hingga pada penetapan tersangka. Semua itu juga berdasarkan alat bukti yang ditemukan," tegas Hikmat.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto membenarkan adanya pelaporan kasus dugaan korupsi itu, nantinya laporan tersebut akan didalami oleh Bagian Pengaduan Masyarakat KPK.
Namun dia menegaskan semua laporan yang masuk, sampai dengan tahapan penyelidikan bersifat rahasia. "Bila sudah sampai penyidikan, baru bisa dipublish dan itu pun terbatas bila infonya dianggap penyidik tidak mengganggu jalannya proses penyidikan," kata Tessa kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (9/8/2024).
Tessa menjelaskan, secara umum laporan atau pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Di tahap verifikasi ini akan dilihat apakah dokumen pendukungnya sudah lengkap atau belum.
"Bila belum lengkap, maka pelapor akan diminta untuk melengkapi dokumen pendukungnya. Bila sudah lengkap akan dilakukan telaah," tutur Jubir berlatarbelakang penyidik itu.
Terkait laporan tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Kamis (8/8/2024) belum memberikan respons. Begitu pun juga dengan Sekjen Kemenkes, Kunta Wibawa Dasa Nugraha juga belum memberikan respons. (fn)
Topik:
KPK INDECH Stunting Kemenkes Korupsi Pengadaan Alat Deteksi Stunting Kemenkes 2022Berita Terkait

KPK Masih Rahasiakan Pimpinan DPR "Cawe-cawe' Pengadaan X-Ray Barantan Rp194,2 M
8 jam yang lalu

Dear KPK, Masa Pencegahan 6 Orang terkait Korupsi X-Ray Barantan Kedaluwarsa Nih!
9 jam yang lalu

Diduga Hilangkan Barang Bukti Korupsi Kuota Haji, Bos Maktour Bisa Tersangka Perintangan Penyidikan!
19 jam yang lalu