Best Group Terbidik dalam Penggeledahan Kantor KLHK?


Jakarta, MI - Giat penggeledahan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menjadi penting bagi Kejagung juga memeriksa korporasi-korporasi yang terlibat dalam proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan.
Pasalnya, penggeledahan ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola perkebunan dan industri kelapa sawit dari tahun 2005 hingga 2024.
"Kasus posisi terhadap penggeledahan dimaksud yakni, diduga telah terjadi penguasaan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan secara melawan hukum pada tahun 2005 sampai dengan 2024 yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan atau perekonomian negara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Senin (7/10/2024).
Meskipun Harli memastikan bahwa kasus dugaan korupsi yang dikaitkan dalam penggeledahan itu tidak berhubungan dengan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group di Indragiri Hulu, Riau dan perkara dugaan korupsi pengelolaan dana sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada periode 2015-2022, hanya saja giat tersebut akan menjadi pintu masuk membongkar kasus-kasus korupsi dengan modus seperti PT Duta Palma Group.
Kenapa bisa jadi pintu masuk? Jika melihat kurun waktu 2016-2024 terdapat dua kebijakan yang dikeluarkan terkait dengan pemutihan sawit dalam kawasan hutan.
Adalah Peraturan Pemerintah Nomor 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian dalam Kawasan Hutan. Dalam hal ini soal izin perusahaan dalam kawasan hutan. Lalu, pada pasal 110 mengenai penyelesaian mekanisme atau penyelesaian perizinan dalam kawasan hutan.
Sejak awal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah menyatakan proses pemutihan ini dapat menjadi cela besar praktik korupsi, apalagi waktu tenggat penyelesaiannya hingga 2 November 2023, yang sarat akan kepentingan transaksional politik.
Namun pasca 23 November 2023, KLHK kemudian memberikan keterangan bahwa 2 November 2023 bukanlah batas penyelesaian namun hanya batas terakhir pendaftaran.
Secara historis, sejak 13 tahun lalu pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, yang saat ini menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan ruang pengampunan untuk korporasi yang melakukan kejahatan kehutanan.
PP Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan serta PP Nomor 104 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan.
Kedua PP ini memberikan waktu kepada korporasi yang beraktivitas dalam kawasan hutan untuk mengurus kelengkapan administrasi paling lama 6 (enam) bulan untuk PP Nomor 60 Tahun 2012 dan 3 tahun untuk PP 104 Tahun 2015.
Korporasi-korporasi yang beraktivitas ilegal dalam kawasan hutan dapat beraktivitas secara legal dengan mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan jika mengurus seluruh administrasi yang ditentukan.
Namun alih-alih melakukan penegakan hukum terhadap korporasi-korporasi tersebut, pemerintah justru menerbitkan pasal 110 A dan 110 B dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Pemutihan sawit tertutup?
Proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan melalui pasal 110A dan 110B ini juga sangat tertutup. Bukan hanya proses nya yang sangat tertutup, tidak diketahui juga basis data yang digunakan KLHK untuk menghitung luasan konsesi, berapa luas hutan yang ditanami sawit, dan berapa luas tutupan hutan sebelum dibuka menjadi perkebunan, itu berasal dari data yang mana dan milik siapa.
Apakah data yang dimiliki KLHK sendiri, ataukah data laporan mandiri yang diberikan perusahaan?
Jika menggunakan laporan mandiri perusahaan sebagai lampiran dari proses pendaftaran, tidak diketahui juga apakah dilakukan proses pemeriksaan data tersebut.
Problem lainnya, bahwa dalam perjalanannya KLHK tiba-tiba menerbitkan SK Menteri LHK Nomor SK.661 yang merupakan penyederhanaan formula perhitungan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi (PSDH-DR) yang harusnya dibayarkan perusahaan dalam proses pemutihan.
PSDH-DR tidak memerhatikan jenis kayu dari kawasan hutan yang diputihkan. Rumus yang dipakai ialah taksiran volume kayu dikali potensi kayu dan luas areal terbangun.
Jika dibandingkan dengan Perhitungan PSDH berdasarkan potensi tegakan yang mengacu pada neraca sumber daya hutan tahun 2022 terhadap jenis tutupan dan status kawasan hutan yang dilihat berdasarkan data tutupan tahun 2000, perhitungan melalui SK.661 ini jauh lebih sedikit, dan sangat meringankan perusahaan.
Hingga 4 Oktober 2023 lalu, berdasarkan data KLHK, luas indikatif perkebunan sawit yang terbangun dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan totalnya sebesar 1.679.797 hektare. Luasan tersebut terdiri dari 1.679 unit kebun.
Angka-angka itu hasil akumulasi inventarisasi data sawit dalam kawasan hutan yang tercantum dalam SK datin tahap 1-15 yang ditetapkan Menteri LHK.
Jika melihat subjek hukumnya, dari 1.679 unit kebun sawit itu 1.263 unit kebun terindikasi milik perusahaan atau korporasi dengan luas 1.473.946,08 hektare. 1.132 unit kebun diantarnya telah dinyatakan melengkapi persyaratan untuk permohonan penyelesaiannya dengan total luasan 1.374.322,8 hektare.
Dari angka tersebut, sejumlah 969 unit dengan luas 867.313,22 hektare penyelesaiannya ditetapkan menggunakan mekanisme Pasal 110A/Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja, dan 162 unit kebun seluas 507.009,58 hektare diselesaikan menggunakan Pasal 110A.
Khusus penyelesaian menggunakan mekanisme Pasal 110A, dari 162 unit kebun itu, 78 unit sudah mendapatkan SK Penetapan Batas Pelepasan Kawasan Hutan atau Penetapan Areal Kerja, 29 unit sudah mendapatkan SK Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan, dan sisanya 55 unit dalam proses oleh Tim Terpadu.
Sedangkan inventarisasi yang dilakukan terhadap kebun masyarakat hanya 297 unit dengan luas 106.196,90 hektar, dan 119 unit kebun milik koperasi seluas 99.654,47 hektar.
Tidak ada kemajuan dari proses pemutihan sawit rakyat, sebab pemerintah lebih mengutamakan memproses kebun milik korporasi. Setidaknya sepuluh besar grup yang menanam sawit dalam kawasan hutan, yang ikut dalam proses ini, mereka antara lain Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/Eagle High.
“Penanaman sawit dalam Kawasan hutan ini, bukan hanya menyebabkan deforestasi, tetapi juga hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya fungsi hidrologis yang kemudian menyebabkan banjir dan longsor, pelepasan emisi, kerugian negara dan perekonomian negara, konflik dan tidak jarang diikuti dengan intimidasi kepada masyarakat," kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional dikutip Monitorindonesia.com, Selasa (8/10/2024).
Usai Duta Palma, Giliran Siapa?
Meski begitu, Kejagung saat ini terus mengungkap dugaan rasuah menyoal sawit. Bahkan, mantan Bupati Indragiri Hulu R Thamsir Rachman dan bos PT Duta Palma Surya Darmadi pun Kejagung berani menyeretnya.
Kasus yang menyeretnya itu bermula pada 2003. Bahwa saat itu Surya Darmadi diduga melakukan kongkalikong dengan Thamsir Rachman yang menjabat Bupati Indragiri Hulu terkait perizinan kegiatan pengolahan kelapa sawit perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi.
"Bahwa pada 2003, SD selaku Pemilik PT Duta Palma Group di antaranya PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani melakukan kesepakatan dengan RTR selaku Bupati Indragiri Hulu (Periode 1999-2008) untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan SD di Kabupaten Indragiri Hulu,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana pada Senin (1/8/2022) silam.
Perizinan itu berada di lahan kawasan hutan, yakni di hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan penggunaan lainnya (HPL), ataupun hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Indragiri Hulu.
Namun, kelengkapan perizinan lokasi dan usaha perkebunan dibuat secara melawan hukum tanpa adanya izin prinsip dengan tujuan agar izin pelepasan kawasan hutan bisa diperoleh.
“Dengan cara membuat kelengkapan perizinan terkait Izin lokasi dan izin usaha perkebunan secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya izin prinsip, amdal (analisis dampak lingkungan) dengan tujuan untuk memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dan HGU,” ujar Ketut.
Dia menyebut PT Duta Palma Group diduga tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan atau HGU hingga saat ini. Tak hanya itu, menurut dia, PT Duta Palma Group juga diduga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang dikelola.
“Selain itu, PT Duta Palma Group sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan HGU serta PT Duta Palma Group tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan sebesar 20% dari total luas areal kebun yang di dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007,” jelas Ketut.
Perbuatan itu diduga mengakibatkan kerugian perekonomian negara. Ketut mengatakan perbuatan tersebut diduga mengakibatkan hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu untuk memperoleh mata pencaharian dari hasil hutan tersebut.
“Kegiatan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group tersebut mengakibatkan kerugian perekonomian negara yakni hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya telah memperoleh manfaat dari hasil hutan untuk meningkatkan perekonomiannya serta rusaknya ekosistem hutan,” ujarnya.
Kini Surya Darmadi divonis 16 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti sekitar Rp 2,2 triliun lebih. Sedangkan Raja Thamsir Rachman divonis 9 tahun penjara.
Dalam perkembangan kasus ini, sebanyak tujuh korporasi telah ditetapkan sebagai tersangka. Perusahaan-perusahaan ini diduga melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan lindung.
Hasil kegiatan usaha itu diduga dialihkan, ditempatkan lalu disamarkan kedua induk usaha perkebunan yakni PT Darmex Plantations dan PT Asset Pasific.
Tujuh tersangka korporasi itu adalah PT Palma Satu (TPK & TPPU), PT Siberida Subur (TPK & TPPU), PT Banyu Bening Utama (TPK & TPPU), PT Panca Agro Lestari (TPK & TPPU), PT Kencana Amal Tani (TPK & TPPU), PT Asset Pacific (TPPU), dan PT Darmex Plantations (TPPU).
Dengan giat penggeledahan yang telah dilakukan Kejagung itu, maka penting juga korporasi-korporasi yang diduga terlibat dalam proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan diperiksa Kejagung.
Pasalnya, diduga ada satu perusahaan sawit yang modusnya mirip dengan apa yang dilakukan Duta Palma Group.
Perusahaan sawit itu di bawah kendali Best Group yang dimiliki Winarto dan Winarno Tjajadi alias Tjajadi bersaudara. Perusahaan Tjajadi bersaudara ini dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara tanpa izin.
Bahkan ada yang diperkirakan tanpa hak guna usaha (HGU). Di Seruyan, Kalimantan Timur, misalnya, Best Group menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan konsesi dari bupatinya ketika itu yakni Darwan Ali pada periode 2004-an.
Konsesi tersebut tetap diberikan meski izin perkebunan kepada Best Group diduga telah memotong kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebelumnya dilindungi dari penebangan liar.
Bahkan ketika KLHK mendesak agar izin perkebunan Best Group tersebut dicabut, Darwan Ali bergeming. Pernyataan yang sama juga dilontarkan anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pada medio 2016.
Komisi IV DPR dipimpin Daniel Johan pernah melabrak perusahaan tersebut. Ketika itu, Daniel mengkritik anak usaha Best Agro yang merupakan bagian dari Best Group karena masuk Taman Nasional Sabangau (TNS), kawasan yang dilindungi.
Daniel mengaku heran perusahaan tersebut tidak punya HGU dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bisa bangun pabrik serta menabrak kawasan hingga total 80 ribu hektare.
Begitu pun hal-hal yang lain, perusahaan tersebut tidak bayar kewajiban pajak hanya karena tidak clear luasan izinnya, sehingga negara diperkirakan mengalami kerugian perekonomian sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pada Pasal 3 UU Tipikor itu berbunyi “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.”
Soal keberadaan Best Group ini, lembaga masyarakat sipil Save Our Borneo bersama koalisi mengaku pernah melaporkannya ke KLHK. Save Our Borneo berjanji akan mencari lagi data terkait laporan Best Group itu ke KLHK.
“Seingat saya (lapor) hanya ke KLHK. Waktu itu suratnya lewat Walhi, Mas. Karena sekretariat koalisi saat itu kantor Walhi Kalteng,” kata admin Save Our Borneo lewat aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, Best Group disebut pernah dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pada periode 2020-an. Akan tetapi, belum diketahui perkembangan laporan tersebut.
Penting diketahui, bahwa Best Grup diduga kelompok usaha sawit yang terintegrasi dari hulu hingga hilir yang berdiri sejak 1980-an. Best Grup sejak awal digawangi Winarno dan Winarto Tjajadi. Sedangkan, Rendra Tjayadi merupakan adik kedua orang itu.
Keluarga Tjajadi bersaudara disebut memiliki lebih dari 10 perusahaan yang bergerak di bisnis sawit di Indonesia. Bisnis sawit keluarga tersebut setidaknya ditopang oleh 3 entitas usaha yang meliputi PT Best Capital Investment, PT Best Agro International dan PT Best Industry Technology.
Perlu digarisbawahi, secuil soal pengelolaan dana dan sawit. Bahwa itu tidak boleh dipersamakan dengan duit swasta, sebab dana tersebut dikumpulkan atas amanah konstitusi.
Bahkan, BPDPKS pun tak layak untuk menjadikan dana ini seolah dana titipan korporasi yang mesti dikeluarkan lagi ke korporasi tersebut.
Justru perlu dipahami, dana sawit ini semestinya ditujukan untuk kesejahteraan petani sawit, terutama mereka yang memiliki lahan sempit. Sebab, operasional kebun sawit kini semakin mahal.
Selain itu, secara berkala, kebun sawit perlu diremajakan atau replanting. Demikian pula sawit milik petani rakyat. Dana ratusan triliuan yang dihimpun dari para pengusaha sawit ini memang cukup menggoda.
Apalagi tidak ada beleid yang secara jelas mengatur penggunaannya. Sehingga, lebih sering korporasi besar salah yang justru menikmati dana ini.
Pemerintah mesti segera menertibkan pelaksanaan dana sawit ini. Seiring laju penegak hukum yang sudah mulai menangani kasus terkait dana sawit.
Perlu dicatat pula, bahwa BPDPKS dibentuk berdasarkan amanat pasal 93 Undang-Undang No. 39/2014 tentang perkebunan, yang mengatur penghimpunan dana dari pelaku usaha dan tujuan penggunaan dana tersebut.
Namun problemnya adalah pasal itu tak pernah menyebut bahwa dana yang terkumpul akan digunakan untuk insentif biodiesel. Tujuan yang disebutkan di sana adalah untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan tanaman perkebunan, dan pengadaan sarana dan prasarana perkebunan.
Pemberian insentif biodiesel baru dibahas di Peraturan Presiden No. 61/2015. Ini lantas diadopsi dalam misi BPDPKS.
Sementara entitas usaha Best Group, yakni PT Best Industry Technology tercatat sebagai salah satu perusahaan produsen biodiesel yang terdaftar sebagai penerima subsidi. Hal ini sebagaimana Keputusan Menteri ESDM tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 205.K/EK.05/DJE.2022.
"Sangat disayangkan bahwa beberapa entitas di bawah naungan grup yang mendapatkan subsidi biodiesel, berdasarkan data KLHK teridentifikasi beraktivitas di kawasan hutan," kata Hilman Afif, Juru Kampanye, Yayasan Auriga Nusantara, Senin (25/3/2024) lalu. (wan)
Topik:
Best Group Duta Palma Group Kejagung KLHK BPDPKSBerita Sebelumnya
Kepala Unit Usaha Jembatan PT Bukaka Teknik Utama Dicecar Kejagung soal Korupsi Tol MBZ
Berita Selanjutnya
KPK Borgol 4 Tersangka yang Terjaring OTT Kalsel
Berita Terkait

Barang Bukti Rawan Dilenyapkan, KPK dan Kejagung Segera Lidik Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia!
10 jam yang lalu

Kejagung Didesak Tersangkakan Petinggi Wilmar, Permata Hijau dan Musim Mas di Kasus Suap Hakim Rp 60 Miliar
19 April 2025 01:07 WIB

Siapa yang Mau Diselamatkan di Kasus Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia?
19 April 2025 00:23 WIB

Kejagung Didesak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi BPDPKS Seret Anak Usaha Wilmar Cs
18 April 2025 19:04 WIB