MK Larang Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Pejabat Negara, Sasar Otto Hasibuan?

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 31 Juli 2025 20:26 WIB
Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan [Foto: MI/Aswan]
Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan [Foto: MI/Aswan]

Jakarta, MI - Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pimpinan organisasi advokat, merangkap jabatan sebagai pejabat negara baik sebagai menteri maupun wakil menteri. 

Hal tersebut disampaikan dalam putusan atas pengujian Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Alasannya agar organisasi advokat tetap independent, dan tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan.

“Apabila dikaitkan profesi advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya, pembatasan jabatan pimpinan organisasi advokat seharusnya diatur secara jelas dalam norma undang-undang (UU) seperti halnya penegak hukum lainnya, untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan,” kata Hakim Arsul Sani di ruang sidang MK, Rabu (30/7/2025). 

Dijelaskan Arsul, perumusan norma yang membatasi jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dengan jabatan negara (pejabat negara), menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum, serta bagi semua anggota organisasi advokat.

“Artinya, dengan status advokat tidak melaksanakan tugas sebagai advokat, dalam batas penalaran yang wajar. Advokat yang menjalankan tugas sebagai pejabat negara dengan sendirinya menjadi kehilangan pijakan hukum untuk menjadi pimpinan suatu organisasi advokat,” ujarnya.

Dengan demikian, advokat yang diangkat ditunjuk Presiden menjadi menteri atau wakil Menteri, tidak melaksanakan tugas (cuti) sebagai advokat. 

Salah satu pihak yang kena imbas ini ialah Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan. Pasalnya, Otto Hasibuan merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) periode 2020 sampai 2025.

Bahkan, pemohon dalam perkara Putusan MK 183/2024 secara khusus juga menyoroti rangkap jabatan yang dilakukan Otto Hasibuan. Jika mengacu ketentuan putusan MK tersebut, Otto Hasibuan harus memilih mundur dari Wamenko atau rela melepas jabatannya sebagai Ketua Umum Peradi.

Sebelumnya, Advokat Andri Darmawan menguji Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pemohon mempersoalkan tidak adanya ketentuan larangan jabatan pimpinan organisasi, yang tidak dapat dirangkap dengan pejabat negara dalam pasal yang diuji tersebut.

Menurut Andri, pimpinan organisasi advokat yang merangkap sebagai pejabat negara menyebabkan organisasi advokat, menjadi tidak bebas dan mandiri karena adanya intervensi kekuasaan pemerintahan dalam organisasi advokat. Pun ada kecenderungan dominasi individu atau kelompok organisasi advokat tertentu, yang dapat berujung pada penyalahgunaan kekuasaan yang jamak dipahami. 

Otto Hasibuan selaku Ketua Umum Peradi menyampaikan rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi 2024 di Bali pada 5-6 Desember, yang salah satunya mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 73 Tahun 2015 tentang Penyumpahan Advokat. 

Andri mengatakan, Otto telah menyarankan agar semua advokat yang telah disumpah bergabung ke organisasi Peradi, serta meminta MA hanya melakukan penyumpahan terhadap calon advokat yang diusulkan Peradi.

Menurut Andri, yang tergabung dalam Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, rekomendasi yang disampaikan Otto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Peradi, tidak dapat dipisahkan dari kapasitasnya saat ini sebagai Wamenko. 

“Rekomendasi tersebut dapat saja dimaknai sebagai rekomendasi dari Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” kata Andri dikutip dari berkas permohonannya.

Andri menilai, rekomendasi tersebut bertentangan dengan kondisi faktual saat ini terkait banyaknya organisasi advokat yang secara de facto ada melaksanakan tugas dan fungsi organisasi advokat. 

Selain itu, Andri menuturkan pimpinan organisasi advokat yang merangkap sebagai pejabat negara menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) karena tidak bisa memisahkan antara kepentingan individu atau kelompok organisasi dengan kepentingan tugas jabatannya sebagai pejabat negara.

“Bahkan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengabaikan putusan Mahkamah untuk kepentingan individu atau kelompok organisasi dan ke depan dapat dipastikan Prof. Dr. Otto Hasibuan SH, MH dalam kapasitasnya Wakil Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” ujarnya.

Topik:

Putusan MK Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Pejabat Negara Otto Hasibuan