Kejari Jaksel Didesak Jemput Paksa Silfester Matutina


Jakarta, MI - Sidang Peninjauan Kembali (PK) Silfester Matutina di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan digelar hari ini, Rabu (27/8/2025) dengan tidak dihadirinya ini menunjukkan sikap Silfester hanya untuk bentuk manuver untuk mengulur waktu semata dan lihai memainkan irama dalam proses penegakan hukum.
Sebab publik pada umumnya sangat memahami dapat mengamati dan menilai ketika hukum dijadikan panggung sandiwara.
“Upaya PK yang tidak beriktikad baik dan mempergunakan surat sakit yang tidak jelas asal-usulnya dipergunakan sebagai sarana dan alasan tidak hadir dalam persidangan dimana diketahui hakim meragukan terkait surat sakit tersebut tidak jelas nama dokter penanggung jawab, termasuk lembaga medis resmi yang diragukan, justru memperkuat kesan bahwa ia sedang mencoba mengecoh proses hukum," kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Azmi Syahputra saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Rabu (27/8/2025).
Kalau ternyata surat itu palsu, tegas Azmi, maka Jaksa bahkan bisa menjeratnya dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. "Karenanya Jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tidak boleh ragu, lakukan penjemputan paksa," ucap Azmi.
Dan selanjutnya lanjutkan verifikasi medis independen melalui rumah sakit rujukan pemerintah untuk selanjutnya menjalankan masa pemidaaannya . dan Bila keberadaannya tidak jelas, maka keluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Negara tidak boleh kalah oleh ulah terpidana yang bersembunyi di balik alasan sakit yang kesannya pura-pura, sehingga Jaksa pada Kejaksaaan Negeri Jaksel dan jajaran harus menghindari jangan sampai tercatat sebagai kantor penunda keadilan," jelas Azmi.
Silfester, tambah Azmi, sudah terlalu lama menertawakan hukum, dan publik melihatnya saat ini seperti pertunjukan murahan. Jika Jaksa tidak segera bergerak, mengambil langkah penjemputan terukur dan jaksa memilih diam atas hal ini, berarti bukan sekadar lalai, tapi ikut mau menjadi bagian panggung pelecehan hukum itu sendiri.
"Jangan biarkan kursi penuntut umum berubah jadi kursi penonton yang ditertawakan dan diatur oleh Silfester," tegas Azmi lebih lanjut.
Keadilan, kata Azmi, tidak bisa diulur dengan skenario drama. Hukum yang berkualitas melahirkan martabat, hukum jangan sempat dipermainkan dan tidak boleh dilecehkan insitusi kejaksaan.
"Karenanya sudah saatnya Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menutup babak sandiwara penuh akal-akalan ini, eksekusi harus dijalankan dalam waktu segera dan secepatnya, jangan biarkan publik kehilangan kepercayaan pada hukum terutama lembaga kejaksaan terkait rasa eksekusi ini yang tidak tuntas setelah 6 tahun lebih," demikian Azmi Syahputra. (wan)
Topik:
Silfester Matutina Kejari Jaksel