Oknum Imigrasi Terlibat TPPO Penjualan Ginjal ke Kamboja: Moral Sudah Rusak!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 22 Juli 2023 18:14 WIB
Jakarta, MI - Dari 12 tersangka, ada oknum petugas Imigrasi berinisial AH terlibat dalam kasus jual beli ginjal jaringan internasional yakni Indonesia ke Kamboja. Oknum petugas imigrasi ini mendapat uang jutaan rupiah dengan meloloskan korban dalam pemeriksaan imigrasi. Oknum petugas Imigrasi tersebut terciduk setelah sindikat penjualan ginjal ke Kamboja terbongkar dari penggerebekan dari sebuah rumah di Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada 19 Juni 2023 lalu. Hal ini tentu sangat disayangkan dan sangat ironi, Imigrasi seharusnya menjadi pertahanan paling akhir dari kejahatan internasional. Malah justru memuluskan praktik termasuk dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lintas negara itu. "Seharusnya Imigrasi menjadi pertahanan paling akhir dari kejahatan internasional, karena kerja imigrasi ini bisa mencegah tejadinya kejahatan. Jika kemudian ada oknum imigrasi yang terlibat maka ini sebuah ironi betapa sudah demikian parah kerusakan moral para insan imigrasi," ujar pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (22/7). Karena itu, tambah Abdul Fickar, bisa dimaklumi jika masyarakat mencurigai rata-rata orang yang bekerja diimigrasi itu relatif lebih kaya dari ASN lain. "Ini harus menjadi perhatian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) untuk memperbaiki Direktorat Jenderal Imigrasi," jelasnya. Adapun peran oknum Imigrasi ini telah diungkap oleh pihak Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya). [caption id="attachment_555539" align="alignnone" width="750"] Konferensi pers penetapan tersangka jual beli organ ginjal internasional (Foto: MI/Aswan)[/caption] Dikatakan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi, bahwa AH ini bekerja di Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Bali berperan membantu meloloskan korban saat pemeriksaan imigrasi. "Oknum AH mendapatkan imbalan uang Rp3,2 juta hingga Rp3,5 juta per orang," kata Hengki kepada wartawan, Kamis (20/7). Hengki menjelaskan terhadap tersangka AH alias A dikenakan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain oknum petugas Imigrasi, juga ada oknum anggota Polri yang terlibat dalam kasus ini, yakni Aipda M yang berperan menyuruh tersangka lainnya mematikan ponsel, menyarankan membuang handphone, dan mengganti nomor baru tersangka, serta menyuruh untuk berpindah-pindah penginapan. Aipda M menerima uang Rp612 juta dengan janji bisa melakukan pengurusan dan menyelesaikan perkara yang dialami oleh para tersangka. "Terhadap tersangka Aipda M alias D dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 221 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Obstruction of Justice (Perintangan Penyidikan), " kata Hengki. (Wan)