Lepas Aceh Sengketa 13 Pulau di Jawa Timur, LaNyalla Minta Presiden Prabowo Turun Tangan

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 19 Juni 2025 10:50 WIB
Anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (Dok. MI)
Anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (Dok. MI)

Jakarta, MI -  Polemik penetapan wilayah administratif kembali mencuat, kali ini menyangkut 13 pulau kecil di perairan selatan Jawa Timur yang selama ini menjadi bagian dari Kabupaten Trenggalek. Keputusan terbaru Kementerian Dalam Negeri justru menetapkan ke-13 pulau itu sebagai wilayah Kabupaten Tulungagung, menuai protes keras dari berbagai pihak, termasuk anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

“Pulau-pulau itu sejak dulu berada dalam wilayah administratif Trenggalek dan bahkan telah tertuang dalam SK resmi serta RTRW Provinsi Jawa Timur,” tegas LaNyalla dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/6/2025).

LaNyalla merujuk pada SK Gubernur Jawa Timur Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 yang secara tegas menyatakan ke-13 pulau tersebut merupakan bagian sah dari Trenggalek. Ia pun menyayangkan kebijakan Kemendagri yang dinilai gegabah dan justru memicu kegaduhan baru di tingkat daerah.

Ke-13 pulau yang dimaksud adalah: Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.

Lebih lanjut, LaNyalla menyoroti Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan pemutakhiran data wilayah, termasuk perubahan kode administratif 13 pulau tersebut.

“Saya minta para pembantu presiden tidak menambah beban Presiden Prabowo Subianto. Beliau sudah cukup banyak mengoreksi keputusan teknis kementerian yang tidak selaras dengan visi presiden,” tegas Ketua DPD RI ke-5 itu.

LaNyalla mencatat, sebelumnya Presiden Prabowo juga harus turun tangan membatalkan sejumlah keputusan menteri, antara lain:

Membatalkan kenaikan PPN 12% untuk barang esensial yang semula dirancang Kementerian Keuangan;

Menginstruksikan percepatan pengangkatan CASN 2024 setelah sempat ditunda oleh Kementerian PANRB;

Mencabut izin tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, demi melindungi kawasan pesisir sesuai UU No. 1 Tahun 2014;

Mengembalikan empat pulau di Aceh yang sempat dialihkan ke Sumatra Utara.

“Harusnya satu komando, satu visi. Tidak boleh ada menteri dengan agenda sendiri-sendiri. Ini bukan hanya soal kode wilayah, tapi menyangkut ketertiban hukum dan rasa keadilan masyarakat di daerah,” ucap LaNyalla.

Sikap serupa juga disuarakan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono. Ia menegaskan bahwa Pemprov Jawa Timur tidak boleh lepas tangan dalam polemik ini.

Menurut Deni, terdapat dokumen resmi hasil rapat tertanggal 11 Desember 2024 yang diselenggarakan oleh Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri. Rapat tersebut, yang juga dihadiri perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur, menyepakati bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Trenggalek.

“Jangan sampai sejarah dan dokumen resmi yang sah diabaikan begitu saja. Ini menyangkut martabat daerah dan integritas tata pemerintahan,” ujar Deni.

Polemik ini pun disebut-sebut bisa menjadi ujian baru bagi pemerintah pusat dalam menjaga keharmonisan pusat-daerah serta memastikan kebijakan teknokratis tidak mencederai hak-hak historis dan administratif di daerah.

Topik:

Sengketa Pulau Kabupaten Trenggalek Jawa Timur AA LaNyalla Mahmud Mattalitti