Penerapan HGBT Diperpanjang pada 2025, Sektor Industri Semakin Kompetitif

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 30 Januari 2025 18:33 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Ist)
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Keputusan pemerintah untuk memperpanjang Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada 2025 menjadi angin segar bagi sektor industri tanah air. Kebijakan ini tidak hanya memastikan kepastian usaha dan daya saing, tetapi juga memperkuat daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi.

Berdasarkan data terbaru, dampak positif dari HGBT tercatat sangat signifikan selama periode 2020-2023. Sektor industri mengalami lonjakan dengan kontribusi sebesar Rp247,26 triliun. 

Di antaranya, ekspor Indonesia meningkat tajam hingga Rp127,84 triliun, sementara penerimaan pajak bertambah sebesar Rp23,3 triliun. Bahkan, kebijakan ini turut mengurangi subsidi pupuk hingga Rp4,94 triliun, memperlihatkan efisiensi yang tercapai dalam sektor pertanian dan energi.

“Kebijakan HGBT yang diberikan kepada industri juga memberi nilai tambah sebesar enam kali lipat,” ucap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Kamis (30/1/2025).

Ole karena itu, Menperin mengungkapkan bahwa penerapan HGBT sangat krusial dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8 persen dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Untuk mewujudkan target tersebut, sektor manufaktur ditargetkan berkontribusi sebesar 21,9% terhadap PDB nasional pada tahun 2025–2029.

Melihat kinerja sektor industri pengolahan nonmigas pada triwulan III-2024, sektor ini tetap menjadi penyumbang utama bagi PDB Indonesia dengan kontribusi sebesar 17,18% dan pertumbuhan mencapai 4,84%. Selain itu, nilai ekspor sektor ini pada 2024 tercatat sebesar USD196,55 Miliar, atau setara dengan 74,25% dari total ekspor nasional.

Investasi yang diterima oleh sektor industri nonmigas tercatat mencapai Rp515,7 Triliun, atau sekitar 40,9% dari total investasi nasional. Sedangkan serapan tenaga kerjanya mencapai 20,01 juta orang pada tahun 2024.

“Sektor industri pengolahan nonmigas berkontribusi sangat signifikan terhadap perekonomian kita, sehingga kita perlu terus memperkuat dan memastikan pertumbuhannya. Perlu dukungan maksimal untuk mengoptimalkan kinerjanya, salah satunya melalui keberlanjutan penerapan HGBT,” tutur Menperin.

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 255K Tahun 2024 tentang Pengguna Gas Bumi tertentu dan Harga Gas Bumi tertentu di Bidang Industri, terdapat tujuh sektor industri penerima HGBT, meliputi industri pupuk (4 perusahaan), industri petrokimia (56 perusahaan), industri oleokimia (10 perusahaan), industri baja (67 perusahaan), industri keramik (69 perusahaan), industri kaca (18 perusahaan), dan industri sarung tangan karet (4 perusahaan), sehingga terdapat 228 perusahaan penerima HGBT dengan kuota 890,24 BBTUD. Adapun realisasi penyerapan gas bumi di tahun 2023 mencapai 80,10%.

“Rendahnya serapan gas oleh industri pengguna disebabkan oleh penerapan surcharge oleh pemasok dan kuota gas yang dikenai HGBT. Setelah kuota habis, harga gas naik menjadi harga pasar. Hal ini menjadikan industri mengurangi serapan HGBT-nya,” ungkap Agus.

Perusahaan-perusahaan industri yang mendapatkan fasilitas HGBT sangat terbantu dalam menjalankan kegiatan usaha mereka. 

Salah satu contoh manfaat HGBT terlihat pada industri keramik, yang berhasil meningkatkan produksinya dan menempati posisi ke-4 sebagai produsen keramik terbesar di dunia pada tahun 2024, sebuah lonjakan signifikan dari peringkat ke-8 pada tahun 2019. 

Selama periode 2020-2024, penerimaan pajak negara juga mengalami kenaikan sebesar 49%, dari Rp1,7 Triliun menjadi Rp2,6 Triliun.

Namun, dalam perjalanannya, penyerapan HGBT masih menghadapi berbagai kendala. Pertama, harga gas regasifikasi yang ditawarkan PGN mencapai USD16 /MMBTU atau sekitar 2,5 kali lipat HGBT. Kemudian, terdapat pembatasan kuota yang dihitung harian atau bulanan dengan pengenaan surcharge. 

Pada tahun 2024, kuota HGBT yang diterapkan di wilayah Jawa bagian barat mencapai 60% dari total kontrak. Namun, terdapat beberapa industri yang telah ditetapkan sebagai penerima HGBT, tetapi belum menerima pasokan gas bumi, seperti PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang seharusnya mendapatkan pasokan sebesar 40 BBTUD.

“Pemerintah harus menyamakan persepsi bahwa program HGBT jangan dilihat sebagai cost tapi sebagai faktor pendorong ekonomi. Memang pendapatan negara berkurang dari pelaksanaan HGBT, tapi pendapatan tersebut bisa ditutupi enam kali lipatnya melalui pajak penjualan produk industri pengguna HGBT,” tutup Menperin.

Topik:

gas-bumi hgbt kemenperin