Produk Bajakan Banjiri RI, Kemenperin Soroti Celah di Permendag 8/2024

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 22 April 2025 15:23 WIB
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) (Foto: Dok MI)
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) angkat bicara soal maraknya produk bajakan yang beredar di pasar domestik. 

Kemenperin menilai kebijakan relaksasi impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 justru membuka celah masuknya barang ilegal ke Indonesia.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menjelaskan bahwa sebagian besar barang bajakan tersebut masuk melalui skema impor umum maupun lewat platform e-commerce. 

Yang lebih mengkhawatirkan, lanjutnya, banyak di antaranya memanfaatkan fasilitas Pusat Logistik Berikat (PLB), yaitu gudang multifungsi yang digunakan untuk menimbun barang, baik impor maupun lokal, dengan fasilitas kepabeanan dan perpajakan, yang langsung diawasi oleh Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. 

"Bagaimana mungkin menindak barang bajakan yang sudah beredar dalam volume besar di pasar domestik yang besar ini? Apalagi kalau hal tersebut harus dengan delik aduan?" ujar Febri melalui keterangan resmi, Selasa (22/4/2025).

Febri juga mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk memberantas praktik tersebut adalah memberlakukan kembali Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 5/2024. Dimana aturan ini mewajibkan sertifikat merek bagi importir yang tayang di halaman e-commerce untuk impor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Dengan kata lain, importir yang tidak memiliki sertifikat merek tidak akan mendapatkan rekomendasi impor dari Kemenperin ketika mengimpor produk TPT, tas dan alas kaki, yang pada akhirnya akan memperketat masukan barang impor bajakan.

"Tujuannya, adalah menyaring dan mencegah agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia,” bebernya.

Dihilangkan oleh Permendag 8

Febri menjelaskan bahwa aturan sebelumnya sebenarnya kurang disukai oleh “importir nakal” yang kerap memasukkan barang bajakan ke Indonesia. 

Namun, sayangnya, kebijakan tersebut juga dinilai kurang mendapatkan dukungan penuh dari sejumlah kementerian dan lembaga lain, yang belakangan ikut meminta relaksasi.

Relaksasi tersebut tertuang dalam Permendag 8/2024 yang terbit pada Mei 2024 lalu oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada saat itu.

Beleid itu menghilangkan kewajiban importir untuk memenuhi sertifikat merek oleh pemegang merek dengan pertimbangan teknis (Pertek) sebagai syarat pemenuhan impor (PI).

"Padahal, sertifikat merek yang dipegang oleh importir adalah penyaring utama agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik,” katanya.

Di sisi lain, Febri menilai bahwa pengawasan serta penindakan terhadap peredaran barang bajakan di dalam negeri cenderung tidak akan efektif. Hal ini disebabkan oleh tingginya volume impor produk bajakan yang masuk ke Indonesia serta luasnya cakupan pasar domestik yang sulit dijangkau secara menyeluruh.

Ia juga menyoroti hambatan dalam aspek penegakan hukum, di mana mekanisme delik aduan yang menjadi dasar tindakan hukum, sulit diterapkan karena sebagian besar pemegang hak merek atau prinsipal berada di luar negeri dan tidak secara aktif mengajukan laporan.

"Bukankah lebih baik mencegah barang bajakan masuk lewat regulasi impor atau kebijakan nontariff barrier/non tariff measure daripada mengawasinya di pasar domestik?," pungkasnya.

Topik:

permendag-no8-tahun-2024 barang-bajakan kemenperin