Kemenaker Siap Hapus Syarat Usia dalam Rekrutmen Kerja

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 27 Mei 2025 16:03 WIB
Para pencari kerja memadati Kantor Kementerian Ketenagakerjaan dalam Job Fair pada Jumat, 23 Mei 2025 (Foto: Ist)
Para pencari kerja memadati Kantor Kementerian Ketenagakerjaan dalam Job Fair pada Jumat, 23 Mei 2025 (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tengah menyiapkan kebijakan baru dengan menghapus sejumlah syarat rekrutmen kerja yang dinilai diskriminatif dan menghambat akses masyarakat terhadap pekerjaan. Salah satunya adalah penghapusan batas usia sebagai syarat melamar kerja.

Langkah ini diambil setelah Kemenaker menilai bahwa persyaratan usia telah menjadi salah satu penghalang utama bagi banyak pencari kerja, terutama pekerja kontrak dan perempuan, dalam mengakses peluang kerja yang layak. 

Tak hanya itu, Kemenaker juga sebelumnya telah menerbitkan surat edaran pelarangan penahanan ijazah.

Kemudian, persyaratan penampilan menarik atau good looking bakal dihapuskan. Lalu, syarat tidak menikah. Sejumlah persyaratan itu dianggap sebagai bentuk diskriminasi, sehingga membuat masyarakat kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan,  penghapusan syarat usia ini nantinya akan dimuat dalam bentuk surat edaran.

"Insya Allah akan kami respons segera dengan suatu imbauan dan SE," ujar Yassierli di Jakarta, Sabtu (24/5/2025). 

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer mengungkapkan bahwa tidak menutup kemungkinan aturan ini nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan agar memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat.

Dalam berbagai informasi pencarian kerja, syarat usia paling umum ditemukan dibanding persyaratan belum menikah dan berpenampilan menarik. 

Banyak perusahaan menetapkan batas usia pelamar di bawah 30 tahun, bahkan ada yang membatasi hingga maksimal 25 tahun. Kondisi ini menyebabkan pencari kerja yang usianya melebihi batas tersebut mengalami kesulitan dalam memperoleh pekerjaan.

Regulasi yang Bersifat Diskriminatif

Peneliti Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyambut positif langkah Kemnaker untuk menghapus syarat usia dalam proses rekrutmen. 

Ia menilai kebijakan ini akan sangat membantu, terutama di tengah meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Orang yang terkena PHK pada usia 30-40 tahun akan semakin susah mendapatkan pekerjaan kembali. Padahal kebutuhan mereka tambah tinggi dengan berkeluarga," ujar Huda, Senin (26/5/2025).

Berdasarkan data dari Kemnaker, hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 26.455 pekerja yang terdampak PHK. Sementara pada Januari hingga Oktober 2024 terdapat 63.947 pekerja yang terdampak. Data tahun 2024 itu mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2023 sebanyak 45.576 pekerja.

"Ke depan dengan semakin maraknya PHK, pengangguran usia dewasa akan cukup tinggi. Penghapusan batas usia ini bisa dibilang menjadi peluang bagi mereka yang kehilangan pekerjaan di usia dewasa (30-40 tahun) bahkan lebih dari 40 tahun," tutur Huda.

Ia juga berpendapat bahwa persyaratan batas usia sangat diskriminatif. Dampaknya, pekerja yang terkena PHK, dan sudah tidak memenuhi syarat usia akhirnya beralih ke sektor informal yang tak memberikan kesejahteraan yang lebih baik. Padahal, jika diberikan kesempatan, mereka yang berusia di atas 30 tahun masih sangat produktif.

Huda menilai, perusahaan yang mensyaratkan usia dalam mencari pekerja baru sengaja melakukannya untuk menekan biaya. Selain itu juga karena lebih mudah menjaring pekerja yang berusia di bawah 30 tahun atau fresh graduate.

Sementara itu, Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, dalam artikelnya di The Conversation menyebutkan bahwa batasan usia dalam lowongan pekerjaan turut berkontribusi terhadap tingginya angka pengangguran. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya peluang kerja bagi individu yang berusia di atas 30 tahun.

Ia menjelaskan, di banyak negara, persyaratan usia dilarang. Alasannya, usia tidak menjadi alat ukur untuk memprediksi kinerja seseorang, dan seringkali tidak memiliki keterkaitan. Mampu atau tidak seorang pekerja di suatu posisi seharusnya diukur dari kompetensi, kualifikasi, dan keterampilan yang dimilikinya.

Yang paling rentan dengan adanya persyaratan usia adalah pekerja kontrak. Mereka tidak memiliki jaminan akan dikontrak sampai kapan.

Apalagi, lanjut Nabiyla, dalam Undang-Undang Cipta Kerja memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk terus menerus menerapkan sistem kontrak. Situasi menjadi semakin buruk ketika kontrak tidak diperpanjang, pada saat usia mereka sudah tidak memenuhi syarat di pasar kerja.

Selain pekerja kontrak, perempuan juga termasuk kelompok yang paling rentan terdampak. Di Indonesia, banyak perempuan memilih untuk berhenti sementara dari dunia kerja karena berbagai alasan, seperti menikah, hamil, melahirkan, dan mengurus anak. Pada saat ingin kembali bekerja, mereka kemudian terhambat syarat usia yang banyak ditemukan di berbagai informasi lowongan pekerjaan.

Nabiyla menilai, kondisi ini turut menjadi penyebab rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dibanding laki-laki. Jika perempuan akhirnya kembali bekerja, kebanyakan mereka akhirnya diterima di sektor informal yang upah dan jaminan sosialnya sangat terbatas.

Persyaratan usia dalam lowongan kerja telah beberapa kali menjadi objek gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), namun seluruh permohonan tersebut ditolak. 

Salah satu gugatan terbaru diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan, Max Andrew Ohandi, dan Martin Maurer. Mereka mengajukan uji materi pada frasa "dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" yang termuat dalam Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Mereka berpendapat bahwa frasa itu memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk menjadikan batasan usia sebagai persyaratan penerimaan pekerja. Sehingga menyebabkan diskriminasi dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Dalam putusannya, MK menolak gugatan yang diajukan Leonardo dan kawan-kawan.

Meski demikian, MK menyatakan bahwa pembatasan usia dalam rekrutmen tidak bisa sepenuhnya dilarang maupun dibenarkan secara mutlak. Penerapannya harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik dari jenis pekerjaan yang dimaksud.

"Keragaman jenis dan syarat pekerjaan tidak dapat diatur atau dituangkan dalam satu rumusan ketentuan yang spesifik. Pengaturan yang lebih spesifik atau detail terkait syarat masing-masing bidang pekerjaan sebaiknya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang oleh instansi yang membidangi ketenagakerjaan,” tutur Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Januari lalu.

Topik:

penghapusan-syarat-usia-kerja kemenaker syarat-melamar-kerja