Tertekan dari Berbagai Arah, Mampukah Gudang Garam Bertahan?


Jakarta, MI - PT Gudang Garam Tbk (GGRM), salah satu raksasa industri rokok nasional, kini tengah menghadapi tekanan berat dari berbagai sisi. Tak hanya performa keuangan yang merosot tajam, harga saham emiten ini juga terus melemah.
Pada penutupan perdagangan Rabu (2/7/2025), saham perusahaan ditutup di level Rp8.925 per saham. Sejak awal tahun, nilai saham GGRM telah terkoreksi lebih dari 30%, dari posisi semula yang berada di atas Rp13.000.
Berdasarkan laporan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Gudang Garam hanya mampu mencetak laba bersih sebesar Rp980,8 miliar sepanjang 2024, anjlok 81,57% dibandingkan perolehan tahun sebelumnya yang mencapai Rp5,32 triliun.
Gudang Garam menyebut bahwa penurunan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, terutama meningkatnya tarif cukai rokok. Selain itu, Gudang Garam juga harus bersaing dengan perusahaan rokok menengah dan kecil yang mampu menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau.
Gudang Garam Berhenti Membeli Tembakau Temanggung
Tekanan finansial yang dialami PT Gudang Garam Tbk turut tercermin dari pembelian bahan baku. Pada tahun 2024, perusahaan ini mulai berhenti membeli tembakau dari Temanggung, dan berlanjut pada 2025, di mana Gudang Garam dipastikan kembali tidak menyerap tembakau dari daerah tersebut.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan, mengungkapkan hal tersebut usai mengunjungi kantor Gudang Garam. “Kami kemarin visit industri dalam rangka ingin menanyakan lagi apakah beli tembakau Temanggung apa tidak, ternyata 2025 masih tidak beli,” ujar Agus, dikutip Kamis (3/7/2025).
Agus mengatakan bahwa pernyataan resmi dari Gudang Garam pada 10 Juni lalu memperkuat kemungkinan perusahaan tidak akan menyerap tembakau Temanggung tahun ini. “Musim panen 2025 kemungkinan tak beli sesuai dengan statmen Gudang Garam pada 10 Juni 2025,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa saat ini PT Gudang Garam memiliki cadangan bahan baku tembakau dalam jumlah yang sangat besar. Berdasarkan keterangan dari pihak manajemen di Kediri, stok yang ada bahkan dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga empat tahun mendatang jika diolah sesuai kapasitas saat ini.
"Jadi memang tidak lagi kondusif untuk membeli bahan baku khususnya dari Temanggung," jelas Agus.
Agus juga menyatakan, penurunan serapan tembakau dipicu oleh menurunnya penjualan rokok. Kenaikan cukai membuat harga rokok melonjak, sehingga konsumen beralih ke rokok yang lebih murah. Sementara itu, peredaran rokok ilegal semakin marak.
“Ini sebenarnya kebijakannya bukan di pemkab karena urusan tembakau di pemerintah pusat,” imbuhnya.
Sejalan dengan penjelasan Agus, pihak Gudang Garam menyebut bahwa penurunan pembelian tembakau dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah meningkatnya tarif cukai rokok.
Selain itu, Gudang Garam juga harus bersaing dengan perusahaan rokok menengah dan kecil yang mampu menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau. Terlebih lagi dengan maraknya peredaran rokok ilegal yang menawarkan harga jauh lebih murah karena tidak memakai cukai.
Indodata Research Center melaporkan bahwa sepanjang tahun 2024, peredaran rokok ilegal mencakup berbagai jenis, seperti rokok tanpa pita cukai (rokok polos), rokok palsu, rokok salah peruntukan (saltuk), rokok bekas, dan rokok salah personalisasi (salson), dengan potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.
Direktur Eksekutif Indodata Research Center, Danis Saputra Wahidin, menjelaskan bahwa mayoritas rokok ilegal yang beredar merupakan rokok polos tanpa pita cukai, yang mencakup 95,44 persen dari total peredaran. Sementara itu, rokok palsu 1,95 persen, saltuk 1,13 persen, rokok bekas 0,51 persen, dan salson 0,37 persen.
Danis menambahkan, sejak 2021 hingga 2024, konsumsi rokok ilegal terus mengalami peningkatan yang cukup mencolok.
"Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen dan kita menemukan angka di 46 persen di 2024. Maraknya rokok ilegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara Rp 97,81 triliun," tutur Danis dalam keterangannya.
Apakah Gudang Garam Akan Bangkrut?
Kendati penurunan laba Gudang Garam tergolong tajam, menyimpulkan bahwa perusahaan ini berada di ambang kebangkrutan adalah asumsi yang prematur. Faktanya, Gudang Garam masih memiliki sejumlah kekuatan fundamental yang cukup kokoh.
Pertama, Gudang Garam masih memiliki aset tetap yang besar, termasuk pabrik, gudang, dan jaringan distribusi yang luas di seluruh Indonesia. Kedua, perusahaan ini masih memproduksi dan memasarkan produk dalam skala besar. Artinya, arus kas operasional masih berjalan, meskipun tidak sekuat sebelumnya.
Ketiga, Gudang Garam memiliki reputasi kuat sebagai perusahaan keluarga yang konservatif dalam ekspansi dan manajemen risiko. Tidak seperti banyak perusahaan lain yang terjerat utang besar, Gudang Garam cenderung mengelola bisnis secara hati-hati dan berorientasi jangka panjang.
Namun, apabila tren penurunan ini terus berlangsung tanpa adanya langkah inovatif atau restrukturisasi yang tepat dari pihak perusahaan, bukan tidak mungkin kondisi finansial Gudang Garam akan semakin memburuk dalam beberapa tahun ke depan.
Topik:
gudang-garam ggrm tembakauBerita Terkait

Cukai Rokok Diminta Ditunda 3 Tahun, Kadin: Fokus Berantas Rokok Ilegal
15 September 2025 12:07 WIB

Isu PHK Massal Dibantah, Gudang Garam Akui Cukai Tinggi Tekan Bisnis
10 September 2025 12:56 WIB