Cukai Rokok Diminta Ditunda 3 Tahun, Kadin: Fokus Berantas Rokok Ilegal

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 15 September 2025 12:07 WIB
Kadin Fokuskan Berantas Rokok Ilegal (Foto: Ist)
Kadin Fokuskan Berantas Rokok Ilegal (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyuarakan dukungan penuh terhadap usulan penundaan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk tiga tahun ke depan.

Kebijakan moratorium ini dinilai krusial untuk menjaga keberlangsungan sektor tembakau yang tengah menghadapi tekanan berat, baik dari sisi produksi maupun penyerapan tenaga kerja.

Wakil Ketua Kadin Bidang Industri, Saleh Husin, menegaskan bahwa industri tembakau adalah sektor padat karya yang menyerap jutaan pekerja sekaligus penyumbang besar penerimaan negara. Menurutnya, keberlangsungan industri ini hanya bisa terjaga melalui kebijakan fiskal yang bijak dan berimbang.

“Sampai saat ini adakah alternatif pengganti cukai untuk pemasukan yang sekitar hampir Rp230 triliun? dan juga adakah alternatif pekerjaan untuk sekitar 6 juta pekerja di industri tembakau itu? Nah, ini kan salah satu masalah,” ujarnya, Senin (15/9/2025).

Saleh menilai, kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi justru berisiko mematikan industri tembakau. “Sebenarnya dengan naiknya cukai, akan mematikan industri tembakau,” katanya.

Ia juga menyoroti tantangan utama yang dihadapi industri, yakni maraknya peredaran rokok ilegal yang semakin meningkat akibat kebijakan cukai yang agresif. 

“Buat saya adalah yang paling utama adalah pengendalian peredaran rokok ilegal karena itulah sumber masalah dari semua ini. Penegakan dan pengawasannya itu yang justru harus difokuskan. Kalau misalnya cukainya naik terus, akibatnya apa? Konsumen pindah cari yang murah atau yang ilegal sehingga tidak akan masuk ke negara penerimaannya,” tegasnya.

Saleh memperkirakan bahwa penguatan pengawasan terhadap rokok ilegal dapat meningkatkan penerimaan negara hingga Rp20–25 triliun per tahun, tanpa harus membebani industri legal. 

Kadin turut mengapresiasi pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang memastikan tidak akan ada kenaikan tarif pajak maupun penerapan pajak baru dalam upaya meningkatkan penerimaan negara.

Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menyebut langkah tersebut sebagai sinyal positif bagi dunia usaha, termasuk bagi industri tembakau yang banyak beroperasi di Jawa Timur.

“Idealnya kepastian itu juga mencakup tidak adanya kenaikan CHT, karena industri tembakau adalah penyumbang terbesar cukai negara, yakni Rp216,9 triliun pada 2024,” imbuhnya.

Adik menjelaskan bahwa industri ini tengah menghadapi tekanan serius, seperti penurunan volume produksi sebesar 7–9% per tahun, maraknya rokok ilegal, dan penurunan serapan tenaga kerja sekitar 5% sejak 2020.

“Moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun akan berdampak strategis. Pertama, bagi negara akan menjaga kontribusi penerimaan yang stabil. CHT yang naik terlalu tinggi justru berpotensi menggerus penerimaan akibat peredaran rokok ilegal. Lebih lanjut, kenaikan tarif yang terlalu agresif berisiko menggerus basis legal karena migrasi ke pasar ilegal,” tutur Adik.

Adik menegaskan, bagi sektor padat karya seperti industri tembakau, penundaan kenaikan cukai sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. 

Menurutnya, moratorium CHT merupakan strategi win-win solution: penerimaan negara tetap aman karena potensi peredaran rokok ilegal bisa ditekan, sementara industri memperoleh ruang bernapas untuk bertahan dan berkembang.

“Hal ini juga sesuai dengan harapan Kadin kepada Menteri Keuangan baru, Pak Purbaya, agar memberikan iklim usaha yang lebih pro investasi dan pro lapangan kerja. Untuk industri padat karya seperti industri tembakau, kepastian fiskal mencegah penurunan produksi lanjutan dan melindungi lapangan kerja,” pungkasnya.

Topik:

kamar-dagang-dan-industri cukai-rokok tembakau