DPR Sindir Pajak Semakin Membebani Rakyat, Amplop Kondangan Ikut Disorot

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 25 Juli 2025 08:38 WIB
Amplop Kondangan (Foto: Ist)
Amplop Kondangan (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Isu soal amplop kondangan bakal dikenai pajak belakangan ini memicu kehebohan publik. Wacana tersebut mencuat setelah Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, menyinggungnya dalam rapat kerja bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan CEO Danantara, Rosan Roeslani, pada Rabu (23/7/2025).

Dalam rapat tersebut, Mufti menyoroti kebijakan pemerintah yang kini agresif menarik pajak dari berbagai sektor, termasuk dari aktivitas usaha kecil hingga digital. Ia pun menyinggung kabar yang ia dengar, bahwa uang yang diterima dalam amplop kondangan pernikahan juga akan dikenai pajak.

"Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan, dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit," kata Mufti.

Ia juga menyinggung terkait peraturan penunjukan e-commerce atau lokapasar sebagai pemungut pajak pedagang online. Selain itu, pelaku UMKM di daerah juga merasakan hal yang sama, karena harus menghitung ulang ketika harus berjualan di e-commerce.

Mufti menilai, situasi tersebut terjadi karena dividen BUMN dialihkan ke Danantara. Akibatnya, penerimaan negara berkurang dan mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencari sumber pendapatan alternatif dari sektor lain.

"Kementerian Keuangan hari ini harus memutar otak, bagaimana harus menambal devisit yang kemudian maka lahirnya kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita keringat dingin," jelasnya.

Benarkah Amplop Kondangan Dikenai Pajak? Ini Penjelasan DJP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) angkat bicara soal isu pajak amplop kondangan yang ramai diperbincangkan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kebijakan baru yang secara khusus mengatur pemajakan terhadap uang amplop kondangan atau hajatan, baik yang diterima tunai maupun melalui transfer.

"Pernyataan tersebut mungkin muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku secara umum," tutur Rosmauli dalam keterangannya dikutip, Kamis (24/7/2025).

Ia menerangkan, berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis dapat menjadi objek pajak, termasuk hadiah maupun pemberian uang. Meski demikian, aturan ini tidak serta-merta berlaku untuk semua situasi.

"Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP," katanya.

Rosmauli juga menekankan bahwa sistem perpajakan di Indonesia menggunakan prinsip self-assessment, yang berarti setiap Wajib Pajak (WP) bertanggung jawab melaporkan penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

"DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan, dan tidak memiliki rencana untuk itu," ujarnya.

Topik:

pajak amplop-kondangan