PPATK: Warga Bergaji Rp1 Juta Habiskan 73 Persen untuk Judol

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 6 Agustus 2025 17:45 WIB
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana (Foto: Repro)
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana (Foto: Repro)

Jakarta, MI - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan Rp1 juta atau lebih rendah ternyata menghabiskan hampir seluruh pendapatannya untuk bermain judi online.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, kelompok ini mengalokasikan hingga 72,95 persen dari total pendapatan bulanan mereka untuk judi online.

"Masyarakat berpendapatan menengah bawah cenderung menggunakan sebagian besar penghasilan yang mereka terima untuk judi online," ungkap Ivan di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/8/2025).

Sebaliknya, lanjut Ivan, semakin tinggi tingkat pendapatan, porsi uang yang digunakan untuk judi online justru cenderung menurun. 

Data akhir tahun 2024 juga mengungkap bahwa masyarakat dengan pendapatan antara Rp1 juta hingga Rp2 juta menghabiskan sekitar 44,35 persen dari penghasilannya untuk bermain judol. 

Sementara itu, orang bergaji Rp2 juta-Rp5 juta menggunakan 35,06 persen gajinya untuk judol.

Ia menyampaikan bahwa kelompok masyarakat bergaji Rp1 miliar justru memiliki porsi bermain judol lebih sedikit. Hanya 2,73 persen penghasilan kelompok ini yang dipakai bermain judi.

"Jadi sampai 2024, kami menemukan bahwa paling banyak habiskan uangnya adalah masyarakat yang uangnya paling rendah," katanya.

Selain itu, PPATK juga menyebut bahwa mayoritas pemain judi online tak hanya kehilangan penghasilan, tetapi juga terjebak dalam lingkaran utang. 

Dari total 7 juta pemain judol yang terdeteksi, sebanyak 3,6 juta orang diketahui terjerat pinjaman online (pinjol). "Yang terjadi terjerat judol larinya pinjol," tandasnya.

PPATK mencatat sebaran pemain judol, kebanyakan mereka tinggal di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur.

Topik:

ppatk judi-online