DPR Ramai-ramai Soroti Minimnya Transfer ke Daerah di RAPBN 2026

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 19 Agustus 2025 16:14 WIB
Gedung DPR RI (Foto: Dok MI)
Gedung DPR RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Usulan RAPBN 2026 menuai sorotan. Salah satu poin yang disoroti anggota DPR adalah penurunan alokasi belanja transfer ke daerah (TKD) yang dipangkas 24%, dari Rp864 triliun pada outlook 2025 menjadi hanya Rp650 triliun.

Anggota DPR Fraksi PDI-Perjuangan, Rio Dondokambey meminta pemerintah untuk memastikan adanya skema alokasi program dan anggaran lain guna menjaga pembangunan di seluruh daerah Indonesia tetap terjaga.

"Pemerintah harus dapat menyediakan skema pengalokasian program pembangunan di daerah yang merata di seluruh wilayah," kata Rio dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Anggota perwakilan Fraksi NasDem, Ratih Megasari Singkarru menilai usulan belanja tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional.

Namun, ia mengingatkan bahwa pemangkasan alokasi tersebut tidak terlepas dari konsekuensi meningkatnya belanja pemerintah pusat yang naik 17,5% menjadi Rp1.498,3 triliun.

"NasDem menilai langkah ini sebagai bentuk penyesuaian fiskal yang lebih diarahkan untuk menyentuh masyarakat secara langsung tanpa mengurangi komitmen terhadap pembangunan daerah," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Ahmad Rizki Sadig, menekankan agar pemerintah mengantisipasi penurunan alokasi TKD dengan mekanisme kompensasi yang adil.

Permintaan tersebut dilakukan guna diharapkan dapat memaksimalkan belanja pusat dan daerah agar tetap produktif, merata, dan berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Penurunan alokasi transfer ke daerah perlu diantisipasi dengan mekanisme kompensasi yang adil dan sinergi yang kuat antara pusat dan daerah," jelasnya.

"Pemangkasan transfer ke daerah dan dana desa yang cukup dalam harus diantisipasi dampaknya," ujar Anggota Perwakilan Fraksi Partai Demokrat Andi Muzakir Aqil, dalam kesempatan yang sama.

Sebelumnya, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) juga turut mengkhawatirkan peran pembangunan dari Pemerintah Daerah (Pemda) akan semakin menyusut, seiring dengan alokasi belanja transfer ke daerah (TKD) yang turun sekitar 24%.

Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menyebut, penurunan alokasi belanja tersebut dikhawatirkan akan mempersempit ruang fiskal daerah yang selama ini terbilang sangat bergantung terhadap anggaran pemerintah pusat.

"Peran pemerintah daerah itu akan cenderung menyusut seiring dengan penurunan TKD yang ini mempersempit ruang fiskal di daerah," ujar Deni dalam media briefing bertajuk RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik Di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8/2025).

Deni menilai, kondisi tersebut berpotensi mendorong daerah semakin agresif mencari sumber pendapatan baru melalui kenaikan pajak. Ia juga menyinggung sejumlah polemik yang pernah muncul di beberapa daerah terkait kebijakan pajak.

Sebagai contoh, ia merujuk pada kasus Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang belum lama ini berencana menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga mencapai 250%, yang turut memicu aksi demonstrasi masyarakat besar-besaran.

"Kita akan melihat relevan dengan pengalaman apan yang terjadi di kasus Pati akhir-akhir ini," katanya.

Ia menyarankan agar pemerintah tidak memaksakan program-program prioritas berskala besar yang berisiko menimbulkan sentralisasi anggaran hanya di pemerintah pusat.

"Pemerintah sebaiknya perlu meninjau kembali desain pelaksanaan program-program prioritas tersebut guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas program-program tersebut, dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional."

Topik:

dpr anggaran-tkd-2026 rapbn-2026