'Amnesia' Korupsi CPO dan BPDPKS

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Agustus 2024 3 jam yang lalu
Ilustrasi - Kelapa Sawit (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Kelapa Sawit (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Dua kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) yang kini tak terdengar lagi kabarnya. 

Pertama, kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022. 

Kasus ini dibuka lagi penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis lima orang terdakwa dalam perkara ini dengan hukuman 5-8 tahun. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi. 

Mengutip surat gugatan praperadilan yang telah ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Minggu (11/8/2024), bahwa Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menyebut pada 16 Maret 2022 lalu, Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Pengarah Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit telah memimpin rapat yang pada pokoknya justru menghasilkan kebijakan yang bertentangan dengan Presiden. 

Hasil rapat tersebut menghapus harga eceran tertinggi minyak goreng curah dan menghapuskan ketentuan DMO. Hal tersebut yang menurut MAKI dan LP3HI bertentangan dengan perintah Presiden untuk menaikkan DMO sebesar 20% menjadi 30%. Akibat kebijakan itu, tiga korporasi lantas mendapat keuntungan.

Ketiga korporasi yang kini berstatus tersangka itu terdiri dari PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

“Bahwa perbuatan Saudara Airlangga Hartarto tersebut, seharusnya sudah memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka,” tulis MAKI dan LP3HI dalam petitumnya.

Kasus minyak goreng ini telah menyeret sejumlah pihak menjadi pesakitan dan divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Di antaranya, Indra Sari Wisnu Wardhana mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdagangan, Anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Chi Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, M. Parulian Tumanggor, Stanley MA Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas.

Kini, kasus ini kembali nyaring di Kejagung, namun bukan soal pemeriksaan saksi-saksi. Tetapi adanya desakan terhadap Kejagung agar memeriksa lagi Airlangga Hartarto. 

Adalah Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GMAK) yang menyatakan "Aparat hukum wajib tegas, jangan hanya tajam di bawah tumpul di atas".

GMAK mendesak Kejagung untuk mengungkap aliran uang korupsi dan siapa saja yang mendapatkan keuntungan dari praktik korupsi ini.

"Kejagung harus mengungkap fakta-fakta baru dan identifikasi para pelaku yang mungkin menggunakan cara licik untuk menyembunyikan jejak korupsi," tegas Koordinator Aksi GMAK, Adit, kemarin.

Kedua, soal kasus dugaan korupsi anggaran di Badan Pengelola Dana Perkebunanan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kasus yang disidik sejak 7 September 2023 lalu ini tak kunjung ada tersangkanya. 

Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-46/F.2/Fd.2/09/2023, Kejagung menduga adanya perbuatan hukum dalam penelitian harga indeks pasar (HIP) Biodiesel, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara. 

pada Januari 2024 lalu, Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi menyampaikan saat ini pihaknya masih mencari alat-alat bukti untuk mencari tersangka kasus BPDPKS. "BDPKS masih berjalan. Masih-masih, kita terus mencari simpul pertanggungjawabannya," kata Kuntadi di Kejagung, Selasa (16/1/2024). 

Kuntadi juga masih enggan untuk membeberkan total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini. "Belum [total kerugian negara], belum berani bilang," tuturnya. 

Pun, Jampidsus Febrie Adriansyah  pada Januari 2024 lalu juga menyampaikan bahwa pihaknya masih melaksanakan penyidikan untuk menemukan benang merah pada kasus BPDPKS. 

"BPDPKS itu sampai sekarang masih ada penyidikan, sampai saat ini memang ada beberapa petunjuk dalam gelar perkara yang belum dipenuhi penyidik BPDPKS," kata Febrie, Rabu (3/1/2024) malam. 

Selengkapnya di SINI...