RS Muhammadiyah Bandung Setop Layanan BPJS Kesehatan Sementara, KPK Angkat Bicara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Modus yang banyak digunakan tiga rumah sakit ini untuk menaikkan tagihan klaim BPJS Kesehatan (Foto: Rizki)
Modus yang banyak digunakan tiga rumah sakit ini untuk menaikkan tagihan klaim BPJS Kesehatan (Foto: Rizki)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Bandung memberhentikan sementara layanan BPJS Kesehatan. 

Informasi soal pemberhentian layanan yang disampaikan pihak rumah sakit itu melalui akun Instagram, @rs_muhammadiyah_bandung pada 28 Juli lalu.

RS Muhammadiyah Bandung Setop Layanan BPJS Kesehatan Sementara, KPK Angkat Bicara
Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Bandung (Foto: Maps Google)

Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan hal ini dilakukan karena ditemukan adanya fraud atau kecurangan. Pihak rumah sakit pun diminta memperbaiki manajemen agar kejadian serupa tidak terulang.

“Diputus kerja sama sementara sampai selesai perbaikan manajemen supaya fraud tidak berulang,” kata Pahala Minggu (11/8/2024).

Selain itu, pihak RS Muhammadiyah Bandung juga sudah mengembalikan uang yang sebelumnya telah digelapkan. Namun, Pahala enggan memerinci jumlahnya. Adapun melalui unggahan di akun Instagram resminya, RS Muhammadiyah Bandung menyatakan tidak lagi menerima pasien BPJS Kesehatan. 

RS Muhammadiyah Bandung Setop Layanan BPJS Kesehatan Sementara, KPK Angkat Bicara
 Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan (Foto: Dok. MI)

“Atas nama manajemen RSMB, kami sampaikan permohonan maaf karena tidak dapat memberikan layanan bagi pasien BPJS Kesehatan per 1 Agustus 2024. Kecuali pasien hemodialisa masih dilayani hingga 31 Agustus 2024," tulis akun tersebut.

Pihak manajemen rumah sakit memastikan bahwa sedang melakukan perbaikan dan skenario pelayanan prima jangka panjang. Tetapi, mereka masih menerima pasien umum maupun rekanan asuransi selain BPJS.

Dugaan fraud

Sebelumnya, KPK bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan BPKP mengendus adanya fraud yang merugikan negara hingga Rp35 miliar. Dugaan kecurangan ini terjadi di dua rumah sakit swasta di Sumatera Utara dan Jawa Tengah.

Modus kecurangan yang terjadi adalah berupa manipulasi catatan medis. Total temuan lebih dari tiga ribu klaim fiktif.

BACA JUGA: Bos BPJS Kesehatan Ultimatum 3 RS Kembalikan Uang Klaim Fiktif Rp 35 Miliar, KPK Siap Menyeret Orang-orang Ini!

Selain itu, rumah sakit juga diduga menggelembungkan jumlah penanganan medis untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sebagian temuan bahkan menggunakan nama peserta BPJS yang tidak pernah berobat untuk melakukan klaim.

Akibat temuan ini, KPK menduga terjadi dua fraud. Pertama, phantom billing, yakni klaim tanpa ada pasien, serta diagnosa medis yang tidak pas.

BPJS dan KPK beri ultimatum

Direktur Utama (Dirut) Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengultimatum tiga rumah sakit di wilayah Sumatera Utara dan Jawa Tengah agar mengembalikan Rp35 miliar diduga sebagai klaim fiktif yang kini dipelototi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

“BPJS Kesehatan itu ingin membantu membangun sistem, mencegah, mendeteksi, kemudian ngasih solusi. Nah, antara lain solusinya itu duitnya yang sudah ada harus dikembalikan,” tegas Ghufron, Kamis (8/8/2024). 

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/dirut-bpjs-kesehatan-ali-ghufron-mukti.webp
Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti saat ditemui usai menghadiri kegiatan Penyerahan Penghargaan UHC Awards 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/2024)

Menurutnya, Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) telah membuat kesepakatan kapan uang sebesar Rp35 miliar itu harus dikembalikan. Namun Ghufron tidak menjelaskan kapan tenggat waktu uang tersebut harus dikembalikan karena ia tidak termasuk dalam tim tersebut. 

KPK juga mengeluarkan ultimatum kepada seluruh rumah sakit yang pernah mengajukan klaim fiktif ke BPJS Kesehatan. KPK memberi waktu hingga enam bulan ke depan untuk menuntaskan tagihan palsu tersebut.

BACA JUGA: Tengah Dilidik! KPK Bongkar Dua Modus Fraud BPJS Kesehatan

"Kalau ada melakukan phantom billing dan medical diagnose tidak tepat, itu ngaku saja. Silahkan koreksi klaimnya. Sesudah 6 bulan, nanti tim bersama melakukan audit secara masif atas [semua] klaim BPJS Kesehatan,” kata Pahala Nainggolan, Rabu (24/7/2024).

BPJS Kesehatan rugi Rp 35 miliar

Temuan fraud ini merupakan hasil pemeriksaan bersama yang dilakukan KPK, Tim PK-JKN BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dari temuan itu, KPK menyarankan ke semua pihak untuk menindaklanjuti kasus fraud ini sesuai kewenangan masing-masing. Misalkan saja untuk KPK yang mengusut pelaku fraud untuk kemudian dilaporkan ke pihak berwajib ataupun BPJS Kesehatan dalam kewenangannya dalam memberi sanksi pelanggaran sesuai aturan.

"Sudah ada beberapa rumah sakit yang sebelumnya telah dilakukan piloting (pemeriksaan) oleh Tim PK-JKN Pusat bersama KPK, Kementerian Kesehatan, dan BPKP. Dalam kegiatan tersebut, ditemukan adanya indikasi-indikasi kecurangan yang menjadi rekomendasi dari KPK untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangan masing-masing instansi," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, kepada detikcom, Senin (29/7).

BACA JUGA: Usut Dugaan Fraud Tagihan BPJS Kesehatan, KPK Klaim Belajar pada Sistem Obama Care bersama FBI
Ia menyebut sejauh ini sudah ada tiga rumah sakit yang terbukti melakukan fraud dan sedang dalam penyelidikan lebih jauh. Adapun jenis fraud yang dimaksud adalah klaim fiktif yang membuat jumlah tagihan perawatan yang dimintakan RS 'nakal' kepada BPJS Kesehatan jauh lebih besar dari jumlah seharusnya.

"Sebetulnya jenis fraud dalam Program JKN itu tidak hanya mencakup klaim fiktif. Ini sedang dilakukan proses oleh tim PK JKN," ucap Rizzky.

Lebih lanjut ia menjelaskan modus yang banyak digunakan tiga rumah sakit ini untuk menaikkan tagihan klaim BPJS Kesehatan mereka termasuk menjiplak klaim pasien lain serta menambah jumlah obat yang digunakan dalam laporan klaim.

"Beberapa jenis kecurangan yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan di antaranya memanipulasi diagnosis dan/atau tindakan, penjiplakan klaim dari pasien lain (cloning), klaim palsu (phantom billing), penggelembungan tagihan obat dan/atau alat kesehatan (Inflated bills), pemecahan episode pelayanan yang tidak sesuai dengan indikasi medis, dan lain-lain," jelasnya.

9 RS diperiksa

Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menjelaskan hingga saat ini pihaknya bersama PK-JKN dan lembaga lainnya sudah memeriksa setidaknya sembilan rumah sakit terkait praktik penipuan klaim tagihan BPJS Kesehatan tersebut.

Namun baru tiga rumah sakit yang sudah terbukti melakukan fraud yang ditaksir menyebabkan kerugian hingga Rp 35 miliar. Ketiga rumah sakit inilah yang kemudian jadi fokus pemeriksaan KPK saat ini.

"Telah dilakukan piloting penelusuran pada sembilan Faskes (fasilitas kesehatan) rumah sakit. Kemudian Tim sepakat melakukan penanganan dugaan fraud pada 3 Faskes," ucapnya.

"RS di di Jawa Tengah dengan dugaan fraud sebesar Rp 29,4 Milyar atas 22.550 kasus (klaim fiktif). Satu RS di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp 4,2 miliar atas 1620 kasus. Serta satu lagi RS yang terletak di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp 1,5 Milyar atas 841 kasus," jelas Tessa.

BACA JUGA: Fraud BPJS Kesehatan di 3 Rumah Sakit Rugikan Negara Rp35 Miliar
Atas temuan itu, Tessa mengatakan KPK dan BPJS Kesehatan serta lembaga lainnya sepakat untuk menindaklanjuti kasus fraud klaim fiktif ini sesuai dengan kewenangan masing-masing. dalam hal ini KPK akan mengusut pelaku fraud untuk kemudian dilaporkan ke aparat penegak hukum alias mengajukan hukuman pidana.

"Menyampaikan laporan dugaan fraud (klaim BPJS Kesehatan) pada APH (aparat penegak hukum)," tegasnya.

Di luar itu Tessa mengatakan KPK bersama PK-JKN BPJS, Kementerian Kesehatan dan BPKP sepakat untuk membentuk Tim Bersama pada level daerah. Dengan begitu mereka bisa memantau lebih banyak lagi fasilitas kesehatan di tiap daerah untuk mengurangi risiko fraud.