Negara Tekor Rp 16,8 Triliun Akibat Ulah Anak Buah Sri Mulyani Ini

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Februari 2025 23:59 WIB
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata (Foto: Dok MI)
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Negara mengalami kerugian belasan rupiah gegara ulah anak buah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang turut membahas dan memasarkan produk JS Saving Plan PT Jiwasraya. 

Adalah Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata (IR) yang berhasil diborgol tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada hari ini, Jumat (7/2/2025).

Kasus itu bermula kala perusahaan asuransi pelat merah itu dinyatakan dalam kondisi insolvent atau kategori tidak sehat oleh Pemerintah pada Maret 2009. 

Di mana pada posisi tanggal 31 Desember 2008 terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban Perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.

Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN saat itu mengusulkan upaya penyehatan kepada Menteri Keuangan dengan penambahan modal sebesar Rp6 triliun dalam bentuk Zero Coupon Bond dan Kas untuk mencapai tingakat solvabilitas. 

Namun usulan penyehatan tersebut tidak disetujui karena tingkat RBC PT AJS sudah mencapai -580%. 

"Untuk mengatasi kondisi keuangan PT AJS tersebut pada awal tahun 2009, Direksi PT AJS antara lain Terpidana Hendrisman Rahim, Terpidana Hary Prasetyo dan Terpidana Syahmirwan melakukan pembahasan kondisi keuangan PT AJS tersebut yang antara lain membahas tentang rencana restrukturisasi PT AJS," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar dalam konferensi pers, Jumat malam. 

Hal itu bertujuan untuk memenuhi restrukturisasi bisnis asuransi jiwa PT AJS sebagai akibat adanya kerugian pada tahun-tahun sebelum 2008 dari bisnis produk-produk asuransi PT AJS yakni adanya ketimpangan antara asset dan liability minus sebesar Rp5,7 triliun. 

"Untuk menutupi kerugian PT AJS tersebut, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan membuat produk JS Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi antara 9%-13%," beber Abdul Qohar.

Padahal, tambah dia, nilai itu di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu yakni sebesar 7,50%-8,75%). Rencana produk itu, diketahui dan disetujui Isa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). 

"Atas dasar itu, produk tersebut mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK," jelasnya.

Setelah melalui beberapa pertemuan di Kantor Bapepam-LK antara PT AJS yang diwakili Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan dengan Tersangka Isa, membahas tentang pemasaran produk JS Saving Plan, kemudian Tersangka IR membuat surat yang berisi PT AJS memasarkan produk JS Saving Plan. 

"Yakni Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.10214/BL/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Produk Asuransi Baru Super Jiwasraya Plan," beber Abdul Qohar.

Kemudian Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.1684/MK/10/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Perjanjian Kerja Sama Pemasaran Produk Super Jiwasraya dengan PT ANZ Panin Bank. Padahal tersangka Ira tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi. 

Menurut Abdul Qohar, pemasaran produk Saving Plan dengan struktur bunga dan benefit yang tinggi kepada pemegang polis sangat membebani keuangan perusahaan karena tidak dapat diimbangi dengan hasil investasi. 

"Produk Saving Plan memberikan masa manfaat asuransi jiwa 5 tahun dengan periode investasi 1 tahun yang dapat diperpanjang atau dicairkan pada tahun kedua hingga tahun kelima," ungkapnya.

Kemudian produk Saving Plan memberikan garansi bunga pengembangan yang terlalu tinggi selama 1 tahun periode investasi. Produk itu, juga ada biaya berupa fee-based income bagi bank mitra yang melakukan penjualan produk Saving Plan. 

"Berdasarkan data pada general ledger premi yang diterima oleh PT AJS melalui program JS Saving Plan, total perolehan premi dan produk JS Saving Plan yang diterima oleh PT AJS periode 2014-2017 sebesar Rp47,8 triliun," katanya lebih jauh.

Selanjutnya dana yang diperoleh PT AJS yang diantaranya melalui Saving Plan tersebut dikelola oleh PT AJS dengan cara ditempatkan dalam bentuk investasi saham dan reksadana yang dalam pelaksanaannya investasi yang dilakukan tidak didasari prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko Investasi. 

"Di mana dari penelusuran transaksi investasi saham dan reksadana tersebut diketahui terdapat transaksi yang tidak wajar terhadap beberapa saham antara lain: IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO dan beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui Manajer Investasi yang mengelola reksadana, sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian," paparnya. 

Dari kegiatan itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kerugian negara sebesar Rp16.807.283.375.000.  Hal itu didasari atas Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT AJS periode tahun 2008-2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 tanggal 9 Maret 2020. 

Kejagung menjerat Isa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)

Topik:

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata Kejagung Jiwasraya Sri Mulyani