BPK Temukan Permasalahan Pengelolaan Pendapatan dan Piutang PT Telin


Jakarta, MI - Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada PT Telin dan subsidiary, Telekomunikasi Indonesia International (Telin) USA Inc, menunjukkan terdapat permasalahan permasalahan terkait pengelolaan pendapatan dan piutang.
Pertama, penyelesaian piutang tidak lancar dan pendapatan belum ditagihkan PT Telin berlarut-larut menyebabkan potensi pendapatan tidak tertagih.
"Berdasarkan Laporan Keuangan per Desember 2021 dan 2020, PT Telin menyajikan piutang masing-masing sebesar Rp2.541.323.000.000,00 dan Rp2.387.200.000.000,00," hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom Tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (19/6/2025).
Nilai piutang tersebut sebagian besar timbul dari pelaksanaan kontrak dengan pelanggan pekerjaan atas kontrak dengan pelanggan tersebut seluruhnya telah dilaksanakan dan pendapatan sudah dicatat, namun realisasi pendapatan masih belum diterima oleh PT Telin Penguyian atas piutang.
PT Telin tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pendapatan tidak sesual dengan ketentuan sehingga menibulkan permasalahan sebagai berikut:
1) Pengelolaan pendapatan menimbulkan piutang tidak lancar
Di antara nilai piutang tersebut di atas, terdapat piutang tidak lancar PT Telin per tahun 2020 dan 2021 masing-masing sebesar Rp98.147.682.257,07 dan Rp123.934.524.617,00.
"Piutang tidak lancar tersebut timbul dari 112 pelanggan PT Telin mengategorikan piutang tidak lancar berdasarkan umur piutang lebih dan 12 bulan," jelas BPK.
Hasil uji petik atas pengelolaan pendapatan menunjukkan permasalahan terkait piutang PT Telin sebagai berikut:
a) Penghapusan Piutang kepada iPass Sebesar USD62.184.20
PT Telin memberikan layanan wifi roaming kepada iPass, perusahaan dari Amerika Serikat berdasarkan perjanjian Nomor IP 123/HK 910/TII-10/IP 123/2014 tanggal 4 Juni 2014 tentang Broadband Supply Agreement.
Namun, PT Telin menghentikan layanan kepada 1Pass sejak tahun 2020 sehingga saldo piutang merupakan piutang tahun 2020 dan sebelumnya.
"Saldo piutang iPass per Agustus 2022 adalah USD0,00, berkurang dari posisi Desember 2021 sebesar USD62.184.20, yang terjadi karena penghapusan piutang (write off) iPass (usia piutang sudah lebih dari 2 tahun).
"Piutang kepada 1Pass tidak lancar setelah adanya perubahan pejabat di lingkungan iPass pasca akuisisi oleh Parateum pada tahun 2019 PT Telin telah berupaya melakukan korespondensi dengan Parateum, namun tidak pernah ada tindak lanjut pembayaran," lanjut BPK.
b) Penghapusan piutang kepada fortune sebesar USD706.354.08 karena perusahaan telah tutup
Fortune Telecom Company Limited (Fortune), perusahaan dari Myanmar yang menjalin kerja sama dengan PT Telkom berdasarkan kontrak Nomor 348/HK 910/TII-12/X1/2017 tanggal 16 November 2017.
"Piutang tidak lancar Fortune timbul sejak tahun 2018. Upaya penagihan piutang telah dilakukan melalui reminder 30 hari sebelum (atau setelah) due date oleh PT Telin," ungkap BPK.
PT Telin melakukan pemutusan layanan pada Oktober 2019 setelah mengupayakan penagihan langsung ke kantor Fortune di Myanmar pada November sampai dengan Desember 2018 dan terakhir pada April 2019, tetapi tidak berhasil Saldo prutang Fortune per Desember 2022 sebesar USD0,00 berkurang dar posisi Desember 2021 sebesar USD706,354 08, yang disebabkan penghapusan piutang (write off) Fortune pada Agustus 2022 setelah Fortune dinyatakan tidak beroperasi sejak Agustus 2020.
Selanjutnya BPK menyatakan bahwa pendapatan belum dapat ditagihkan (unbiiled) karena kurangnya kelengkapan dokumen dan keterlambatan pembuatan tagihan.
"Saldo akun unbilled PT Telin kepada PT Telkom per 31 Desember 2021 adalah sebesar Rp124.927.111.300,00," beber BPK.
Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa dalam proses yang normal, unbilled akan berubah menjadi tagihan jika sudah diterbitkan invoice. Apabila pembayaran belum dilakukan melampaui batas jangka waktu pembayaran, invoice berubah menjadi piutang.
Uji petik atas pekerjaan pekeraan yang merupakan bagian dari saldo wdilled tersebut menunjukkan bahwa tindakan tindakan verifikasi, rekonsiliasi, dan penilaian atas prestasi kerja, tidak dilakukan secara efektif untuk mengamankan keuangan dan aset PT Telin yang dapat dijelaskan sebagat berikut:
a) Pendapatan atas Jasa Sewa Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-/9) belum dapat ditagihkan sebesar Rp4.504.778.000,00.
BAST telah dibuat tanggal 14 Juni 2022. "Dari hasil diskusi dengan AVP ECCIM, Direktorat EBIS PT Telkom tanggal 1 Desember 2022 juga diketahui BAPLA juga sudah dibuat Proses penagihan masih belum dapat diproses karena belum ada Berita Acara Rekon yang masih menunggu hasil reviu BPKP," jelas BPK.
Reviu BPKP bukan merupakan syarat pembayaran yang dicantumkan pada kontrak, tapi berpengaruh terhadap dokumen penagihan.
b) PT Telin terlambat membuat tagihan ke PT Telkom atas Jasa Penyediaan Managed Security Services untuk Sistem Manajemen Distribusi Vaksin Covid-19 di PT Bio Farma (Persero) Periode April 2021 sebesar Rp2.389.200.000,00.
Pekerjaan hingga Maret 2022 telah selesai dikerjakan dan PT Bio Farma (Persero) telah melakukan pembayaran untuk pekerjaan kepada PT Telkom senilai Rp1.345.800.000,00.
"Namun, PT Telkom belum melakukan pembayaran kepada PT Telin karena PT Telin baru menginput dokumen pembayaran pada 27 November 2022. Sampat dengan pemeriksaan berakhir tanggal 29 Desember 2022, PT Telkom masih melakukan verifikasi dokumen penagihan dan belum membayar kepada PT Telin sebesar Rp1.345.800.000,00.
c) Penyediaan Layanan Content Delivery Network (CDN) untuk Kantor Pusat LPP TVRI yang telah dilaksanakan namun belum dibayar atas nilai pekerjaan sebesar Rp1.900.412.000,00 karena persyaratan tidak lengkap.
"PT Telkom belum mendapatkan pembayaran dari LPP TVRI sebesar Rp1.900.412.000,00 karena belum adanya dokumen LPL antara PT Telkom dan PT Telin sehingga PT Telkom tidak dapat membuat dokumen LPL untuk mengajukan penagihan ke LPP TVRI," ungkap BPK.
Permasalah kedua yang ditemukan BPK adalah soal pengelolaan pendapatan atas layanan TUSA kepada RTI tidak sesuai dengan perjanjian mengakibatkan pendapatan belum diterima sebesar $1,459,500.00.
"Berdasarkan dokumen pencatatan akuntansi TUSA, nilai piutang TUSA per 31 Oktober 2022 adalah sebesar USD6,452,102,00 yang merupakan piutang atas 16 pelanggan," lanjut BPK.
Hasil uji petik atas piutang tersebut menunjukkan bahwa salah satu pelanggan yang memiliki utang ke TUSA adalah R11 Connectivity Pte, Ltd (R11) sebesar USD1 578,000 00 (24.46 %).
TUSA melakukan kerja sama dengan RTI berdasarkan Master Service Agreement for Telecommunication Data Services Benveen 1 USA dan RTI pada tanggal 13 Januari 2021.
Selanjutnya TUSA dan RTI menandatangantiInternational Indefeasible Right of Use (IRU) Purchase Agreement tanggal 29 Juli 2021. Sesuai IRU purchase agreement, TUSA sebagai seller berhak untuk memasarkan sistem komunikasi kabel laut dan memberikan layanan SKKL.
"Pelaksanaan kerja sama antara TUSA dan RTI tidak berjalan sesuai peryanyian karena RTI tidak dapat membayar tagihan sesuai yumlah dan tanggal jatuh tempo tagihan sehingga menimbulkan piutang," jelas BPK.
RTI selanjutnya mengajukan permintaan penjadwalan pembayaran dan telah mendapatkan persetujuan perubahan pembayaran atas tagihan tersebut menjadi cicilan.
Rincian tagihan TUSA kepada R11 melalui svorce TUS A-20220301-013 dan realisasi pembayaran RTI. "Saldo piutang RTI atas invoice statement Nomor TUSA20220301-013 per Desember 2022 adalah sebesar USD1,459,500 00 (USD1,759,500 00-USD300,000 00)," jelas BPK.
Hasil pengujian lebih lanjut terhadap persetujuan perubahan pembayaran yang telah diuratkan di atas menunjukkan bahwa:
1) Persetujuan perubahan pembayaran menjadi cicilan tidak melalui kajian yang memadai. CEO TUSA dalam menangani pembayaran RTI yang melewati jatuh tempo tidak berdasarkan kajian atas untung rugi untuk melanjutkan atau memutuskan kontrak.
"Keputusan melanjutkan kontrak melalui persetujuan pembayaran melalui cicilan dengan jadwal yang diajukan oleh RTI juga tidak dikaji dengan memperhitungkan fume value of money," lanjut BPK.
2) Persetujuan atas nilai pembayaran cicilan sesuai jadwal yang diajukan RTI tidak sesuai dengan kontrak IRU karena tidak membebankan bunga International IRU Purchase Agreement pada clause 6 tentang payment, menyatakan bahwa keterlambatan atas pembayaran dibebankan bunga, sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku, dan
3) Persetujuan atas perubahan pembayaran tersebut dilakukan hanya secara lisan tanpa didukung dokumen resmi dan tidak ditindaklanjuti dengan amandemen SOF terutama mengenai perubahan pasal-pasal kontrak terkait cara pembayaran yang dicicil secara bulanan.
Hal tersebut menurut BPK tidak sesuai dengan Peraturan Perusahaan PT Telkom PR 511.01/r.03/HK 200/COP-G0000000/2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Outbound Logistic untuk Pemenuhan Layanan Bagi Pelanggan Enterprise pada poin 8.3 tentang Kelengkapan Dokumen Pembayaran dan poin 9 2 tentang Evaluasi.
Tidak sesuai dengan Peraturan Direksi PT Telin Nomor PD.172/HK 250/TI-10/1/2018 tentang Pengesahan Kebijakan Pengelolaan GCG Telkom.
Di Telin Group Direksi PT Telekomunikasi Indonesia International pada pasal 4 yang menyatakan bahwa seluruh ketentuan tercantum dalam semua kebijakan pengelolaan GCG Telkom dinyatakan berlaku, kecuali terhadap ketentuan yang ditetapkan lain oleh Direksi maupun Direktur dalam bentuk peraturan maupun keputusan atau bentuk lainnya.
Dan tidak sesuai dengan International IRU Purchase Agreement between Telekomunikasi Indonesia International (USA) Inc and RTI Connectivity Pte Ltd, pada Clause 6, Poin 6 1, 6 3. 67, dan 6 8 serta Annex 2.
Hal tersebut mengakibatkan PT Telin belum mendapatkan pembayaran atas layanan yang telah diberikan minimal sebesar USD768.538.28 (USD62.184.20 + USD706.354.08) dan Rp7.750.990.000.00 (Rp4.504.778.000,00 + Rp1.34580000000 + Rp1.900.412.000,00),
Adanya risiko keterjadian praktik bisnis yang tidak sehat untuk menyisihkan dan kemudian menghapuskan piutang yang sudah melewati batas waktu yang ditetapkan, pendapatan belum diterima atas layanan yang telah diberikan sebesar USDI.459.500.00, dan potensi kerugian atas nilai bunga yang tidak diperhitungkan dalam perubahan pembayaran dati OTC menjadi cicilan bulanan.
"Hal tersebut disebabkan EVP DES tidak cermat dalam menyelesaikan permasalahan piutang tidak lancar dan tidak melakukan kajian simplifikasi proses pembayaran untuk percepatan penyelesaian piutang," jelas BPK.
Lalu, menurut BPK hal tersebut disebakan karena Direktur Utama PT Telin tidak melakukan evaluasi yang memada dalam menerima pekerjaan dari pelanggan yang memiliki piutang dengan umur lebih dari 12 bulan dan belum menyusun aturan mengenat pengelolaan piutang.
Bahkan, CEO TUSA juga tidak memedomani perjanjian Iniernanonal IRU Purchase Agreement dalam menyetujui perubahan pembayaran dan tidak melakukan kajian atas perubahan pembayaran yang tercantum dalam SOF karena tidak ada pedoman terkait perubahan pembayaran.
Atas hal tersebut, PT Telkom menyatakan sependapat dengan permasalahan yang diungkap atas hasil pemenksaan BPK dan akan menyusun langkah-langkah perbaikan yang efektif untuk mencegah risiko kerugian perusahaan yang lebih besar.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memerintahkan EVP DES untuk melakukan upaya-upaya yang optimal dalam melakukan penagihan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar.
Memerintahkan Direktur Utama PT Telin untuk menyusun aturan mengenal pengelolaan piutang dalam rangka mengefektifkan proses penagihan dan meningkatkan kemudahan pengelolaannya, dan
Memerintahkan Direksi PT Telin untuk menginstruksikan CEO TUSA untuk melakukan upaya-upaya yang optimal dalam melakukan penagihan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar.
Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.
Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.
Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.
Topik:
Telkom Telin BPKBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
19 jam yang lalu

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB