BPK Temukan Perbedaan Perhitungan BPP TL sebesar Rp 13 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Juli 2025 17:04 WIB
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menenukan bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak memperhitungkan dan menerapkan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP TL) dalam perhitungan penyesuaian tarif berdasarkan kondisi riil.

Temuan itu berdasarkan  Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi dalam Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2022 pada PT PLN, Anak Perusahaan dan Instrasi Terkait Lainnya Nomor 08/AUDITAMA VII/PDTT/04/2024 Tangal 30 April 2024. 

Adapun penetapan BPP TL oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) digunakan sebagai acuan tarif tenaga listrik dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) d.h.i belanja subsidi listrik dan digunakan juga dalam perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik. 

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM (KESDM) melalui Surat Nomor_ B2564/TL.04/DJL.3/2021 tanggal 18 November 2021 menetapkan BPP TL rata-rata sebesar Rp1.421,22/kWh (termasuk margin 7%). 

Selanjutnya dalam rangka penyesuaian tarif tenaga listrik, PLN menggunakan BPP TL yang ditetapkan KESDM tersebut sebagai dasar perhitungan tarif tenaga listrik yang disesuaikan. 

Selama tahun 2022, realisasi makro yang digunakan untuk BPP TL mengalami perubahan terutama terhadap parameter yang mempengaruhi tarif tenaga listrik yaitu nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap mata uang Rupiah (kurs), ICP, inflasi, dan/atau batu bara. PT PLN (Persero) selanjutnya ditulis “PLN” melalui Surat Direktur Utama Nomor 14286/AGA.02.01/C01000000/2022 tanggal 9 Maret 2022 perihal Usulan Kebutuhan Subsidi Listrik RAPBNP 2022 diusulkan BPP tenaga listrik Perubahan Tahun Anggaran (TA) 2022 ditambah margin usaha (7%) adalah sebagai berikut: 

a. BPP Tegangan Tinggi : Rp1.427,41 /kWh; 
b. BPP Tegangan Menengah : Rp1.490.91 /kWh; 
c. BPP Tegangan Rendah : Rp1.663,38 /kWh; 
d. BPP rata-rata : Rp1.572,38 /kWh 

KESDM melalui Dirjen Ketenagalistrikan menyetujui usulan kenaikan BPP TL tersebut dengan menyampaikan Surat Nomor B-1160/TL.04/DJL.3/2022 tanggal 30 Mei 2022 perihal BPP TL APBNP Tahun Anggaran 2022 kepada Menteri Keuangan. 

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa BPP TL Perubahan TA 2022 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2022 ditambah margin usaha (7%) ditetapkan menjadi BPP Tegangan Tinggi : Rp1.409,38 /kWh; BPP Tegangan Menengah : Rp1.469,11 /kWh; BPP Tegangan Rendah : Rp1.639,53 /kWh; dan BPP rata-rata : Rp1.568,42 /kWh. 

Berdasarkan perubahan tersebut diketahui BPP TL rata-rata Perubahan 2022 telah lebih tinggi dari BPP rata-rata 2022 yaitu sebesar Rp1.421,22/kWh atau bertambah sebesar Rp147,20/kWh (Rp1.568,42 - Rp1.421,22/kWh). 

Atas disetujuinya usulan kenaikan BPP TL Perubahan TA 2022, pada tanggal 31 Mei 2022 Direktur Utama PLN menyampaikan usulan tariffadjustmen periode Juli September 2022 kepada Menteri ESDM melalui Surat Nomor 29740/AGA.03.01/C01000000/2022, usulan tersebut merupakan revisi atas Surat Nomor 26532/AGA.03.01/C01000000/2022 tanggal 13 Mei 2022 karena_ masih menggunakan BPP TL TA 2022. 

Dampak diterapkannya BPP TL Perubahan TA 2022 sejak 1 Januari 2022 (berlaku surut), besaran dana kompensasi yang harus dibayarkan oleh pemerintah berdasarkan perhitungan dalam asersi PLN adalah sebesar Rp64.487.492.129.281,.00. 

Namun apabila dilakukan simulasi perhitungan dana kompensasi menggunakan BPP TL Perubahan per Mei s.d. Desember 2022 diperoleh nilai dana kompensasi sebesar Rp51.478.528.703.588,00 atau lebih rendah sebesar Rp13.008.963.425.693,00 dibanding diberlakukannya BPP TL Perubahan dari awal tahun 2022/TW I. Perhitungan tersebut dihitung dimana sejak surat persetujuan perubahan BPP TL ditetapkan. 

Atas kondisi tersebut, Executive Vice President Anggaran PLN menjelaskan bahwa perubahan BPP TL TA 2022 terjadi disebabkan karena terdapat perbedaan asumsi makro yang digunakan dalam penyusunan BPP TL dengan asumsi makro dalam penyusunan RKAP PLN yang lebih tinggi. 

Berdasarkan Laporan Keuangan per 31 Maret 2022 diketahui laba periode berjalan PLN adalah sebesar Rp5.595.737.000.000,00 jika dibandingkan dengan target laba tahun berjalan dalam RKAP 2022 adalah sebesar Rp6.432.963.000.000.00. 

Hal ini menunjukan bahwa pada saat penerapan tarif tenaga listrik periode Januari s.d. Maret 2022, PLN masih dalam kondisi laba dan realisasi laba per 31 Maret 2022 dan tidak berbeda jauh dengan RKAP 2022. 

Namun pada saat diberlakukan BPP TL Perubahan sejak | Januari 2022, berdasarkan Laporan Keuangan PLN per 30 Juni 2022 diketahui bahwa terdapat kenaikan laba yang cukup signifikan sebesar Rp18.209.977.000.000.00 jika dibandingkan dengan laba yang ada pada Laporan Keuangan per 31 Maret 2022 dan RKAP 2022. 

Lebih lanjut apabila menggunakan BPP TL Kementerian ESDM dalam perhitungan penyesuaian tarif kurang mencerminkan kondisi riil. Jika mengacu pada perhitungan subsidi listrik sebagaimana yang diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174/PMK.05/2019 sebagaimana telah diubah dalam PMK Nomor 178/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang memperhitungkan diantara besaran perkiraan specific fuel consumption (SFC) dan Susut Jaringan untuk 1 (satu) tahun, besaran realisasi SFC setiap akhir semester dan secara tahunan, besaran realisasi Susut Jaringan setiap akhir triwulan dan secara tahunan yang ditetapkan oleh Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. 

BPP TL Perubahan KESDM menyebutkan bahwa BPP adalah sebesar Rp387.032.751.405.462,00 dengan penjulan tenaga listrik sebesar 264.039.851.858 kWh. 

Sedangkan BPP TL Kementerian ESDM adalah sebesar Rp353.090.381.458.373,00 dengan penjualan sebesar 265.823.932.888 kWh. Jika dibandingkan perhitungan antara BPP TL dengan BPP TL Perubahan menunjukan kondisi terdapat kenaikan BPP TL tetapi penjualan tenaga listrik mengalami enurunan dengan rincian sebagai berikut: 

BPK Temukan Perbedaan Perhitungan BPP TL sebesar Rp 13 Triliun

Selain itu, penggunaan BPP TL menurut KEOUM sebagai acuan dalam penerapan penyesuaian tarif tenaga listrik lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan BPP TL menurut audited tahun 2022 dengan rincian sebagai berikut: 

BPK Temukan Perbedaan Perhitungan BPP TL sebesar Rp 13 Triliun

Dengan demikian jika diperhitungkan menggunakan BPP TL audited tahun 2022 maka nilai kompensasi lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kompensasi yang dihitung menggunakan BPP TL menurut penetapan Kementerian ESDM. 

Disamping itu, Surat Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Nomor B-1160/TL.04/DJL.3/2022 tanggal 30 Mei 2022 dalam konteks subsidi bukan kompensasi. 

Namun apabila Kementerian ESDM menghendaki BPP TL juga diterapkan dalam perhitungan dana kompensasi, maka mekanisme perhitungannya dapat disesuaikan seperti perhitungan subsidi. Dalam mekanisme pembayaran subsidi bulanan, penggunaan BPP akan dilakukan koreksi berdasarkan BPP rill dalam menghitung beban subsidi tahunan. Kondisi saat ini mekanisme perhitungan dana kompensasi belum dilakukan koreksi perhitungan berdasakan BPP rill. 

Kondisi tersebut juga sebelumnya diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Perhitungan Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Tahun 2020 dengan Nomor 20/AUDITAMA VII/PDTT/04/2022 tanggal 7 April 2022. 

Rekomendasi yang disampaikan diantaranya agar PT PLN (Persero) melakukan evaluasi dan koordinasi dengan Kementerian ESDM terhadap penerapan BPP TL dan formula penyesuaian tarif secara keseluruhan sehingga mencerminkan biaya dan tarif riil. 

PLN diharapkan untuk dapat melakukan efisiensi BPP sehingga dapat melakukan penghematan. Namun tarif listrik yang ditetapkan dan digunakan oleh PLN berasal dari fomulasi tarif yaitu BPP TL + margin 7%. 

Penerapan penurunan BPP yang dilakukan PLN akan berimplikasi pada pendapatan dari penjualan tenaga listrik. Kondisi tersebut kontradiksi dengan upaya penghematan yang dilakukan PLN. 

Dalam perhitungan penyesuaian tarif menggunakan BPP TL APBN masih belum menggambarkan penggunaan BPP TL riil yang dihasilkan dari perhitungan subsidi listrik sehingga terdapat selisih tarif Rp/kWh. 

Semakin besar selisih BPP TL APBN/ABPN Perubahan dengan BPP TL riil pada tahun berjalan maka berdampak meningkatkan dana kompensasi listrik yang lebih besar. 

"Hal tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan BPP TL yang lebih besar dari yang seharusnya sebesar Rp13.008.963.425.693,00 dan perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (30/7/2025).

Hal tersebut disebabkan oleh Direktur Retail dan Niaga PLN belum melakukan evaluasi terhadap BPP TL _ berdasarkan realisasi selama_ periode berjalan dan PMK 159/PMK.02/2021 sebagaimana telah diubah menjadi PMK Nomor 159/PMK.02/2022 belum mengakomodir perhitungan dana kompensasi yang memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara pemerintah dan badan usaha. 

Direksi PLN menjelaskan bahwa PLN dalam menyusun BPP Perubahan Tahun 2022 menggunakan data-data lintas divisi yang mereferensikan RKAP Tahun 2022 dan telah disahkan oleh Komisaris Utama serta pemegang saham. 

Disamping itu usulan tersebut juga direviu kembali oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK). Pada proses penyusunan BPP Perubahan Tahun 2022 PLN senantiasa berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) sampai diterbitkannya BPP Perubahan Tahun 2022 pada tanggal 30 Mei 2022 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2022. 

Dalam melakukan perhitungan dana kompensasi, PLN menggunakan regulasi yang ada dariPemerintah yaitu) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.02/2021 sebagaimana telah diubah menjadi PMK Nomor 159/PMK.02/2022. 

Saat ini, PLN sedang melakukan kajian bersama dengan Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik (LKFT) UGM terkait faktor controllable dan uncontrollable dalam menghitung Dana Kompensasi berdasarkan Formula Tariff Adjusment untuk mendapatkan titik keseimbangan perhitungan dana kompensasi yang menjadi beban Pemerintah selaku pemberi penugasan. 

Kajian tersebut diatas akan disampaikan/ dikoordinasikan kepada DJK dan jika dimungkinkan untuk menjadi bahan pertimbangan regulasi dalam penentuan revenue model penetapan kompensasi 

Sementara BPK RI merekomendasikan Direktur Utama PLN agar memerintahkan Direktur Retail dan Niaga untuk melakukan evaluasi secara komprehensif atas formula perhitungan BPP TL APBN yang belum menggambarkan kondisi riil; dan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan terkait formula penyesuaian tarif tenaga listrik serta dana kompensasi listrik jika terdapat kondisi BPP TL APBN lebih tinggi dibandingkan dengan BPP TL riil.

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com soal apakah semua temuan dan rekomendasi BPK itu telah ditindaklanjuti.

Topik:

BPK PLN Temuan BPK