Di PTPN II, BPK Temukan Kelebihan Pembayaran Aspurjab Direktur, Dewan Komisaris dan SEVP Non Karyawan
Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan bahwa pemberian asuransi purna jabatan (Aspurjab) kepada Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan, dan Sekretaris Dewan Komisaris di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II tidak sesuai.
Hal itu berdasarkan hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024,
Laporan Manajemen (audited) Tahun 2021 dan 2022, serta Laporan Manajemen (unaudited) per 30 Juni 2023 menyajikan anggaran dan realisasi gaji dan tunjangan sebagai berikut:

Realisasi gaji dan tunjangan ini mencakup diantaranya tunjangan asuransi purna jabatan (Aspurjab) Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan, dan sekretaris dewan komisaris (Sekdekom).
Tunjangan Aspurjab tersebut diberikan melalui program asuransi atau tabungan pensiun dengan beban premi tahunan tidak melebihi 25% dari gaji/honorarium dalam satu tahun serta ditanggung oleh perusahaan.
Tunjangan Aspurjab merupakan salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada Direktur, Dewan Komisaris, SEVP dan Dewan Pengawas karena kedudukan dan peran yang diberikan kepada BUMN sesuai dengan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Hasil analisis terhadap dokumen pembayaran premi asuransi purna jabatan dan wawancara dengan Kepala Bagian SDM menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Perusahaan asuransi yang digunakan merupakan perusahaan asuransi yang menyediakan asuransi purna jabatan dalam hal ini asuransi AXA Mandiri untuk Direktur, asuransi BRI Life untuk Dewan Komisaris, serta asuransi IFG Life untuk SEVP dan Sekdekom;
b. Pendaftaran asuransi purna jabatan dilakukan oleh Bagian SDM ke perusahaan asuransi terkait;
c. Bagian SDM akan menerbitkan permintaan pembayaran premi asuransi kepada bagian keuangan dan akuntansi setelah tagihan polis dikirimkan oleh masingmasing perusahaan asuransi tersebut; dan
d. Pencairan klaim asuransi purna jabatan dilakukan melalui PTPN II, selanjutnya perusahaan akan membayarkan manfaat asuransi ke masing-masing penerima manfaat setelah penerima manfaat melengkapi berkas-berkas pendukung yang diperlukan.
Selain Aspurjab, lanjut BPK, pada bulan September 2021 s.d. November 2023, PTPN II mengikutsertakan Direktur, Dewan Komisaris dan Sekdekom untuk menjadi peserta program jaminan sosial termasuk didalamnya BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun program BPJS Ketenagakerjaan yang ikut sertakan yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
Berdasarkan hasil penghitungan kembali besaran asuransi purna jabatan dan BPJS ketenagakerjaan tahun 2021 s.d. November 2023 yang dilakukan oleh BPK, diketahui bahwa terdapat selisih lebih pembayaran yang menjadi beban perusahaan senilai Rp425.871.540,00.
Kelebihan pembayaran tersebut dikarenakan perhitungan pembayaran Aspurjab tidak dilakukan penyesuaian prorata atas premi asuransi purna jabatan yang tidak sesuai dengan masa jabatannya.
Pembayaran premi dibayarkan penuh meskipun masa jabatan tidak penuh satu tahun. Selain itu, Direktur, Dewan Komisaris dan Sekdekom juga mendapatkan fasilitas BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan oleh perusahaan dan tidak mengurangi perhitungan asuransi purna jabatan yang diterima. Ketentuan penetapan tunjangan Aspurjab termasuk di dalamnya iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-8/MBU/06/2021 tanggal 18 Juni 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada BUMN poin E yang menyebutkan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi BUMN merupakan bagian dari Asuransi Purna Jabatan yang bersangkutan;
b. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN pada Lampiran terkait asuransi purna jabatan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas yang menyebutkan bahwa premi yang ditanggung oleh perusahaan paling banyak 25% dari gaji atau honor dalam satu tahun;
c. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-06/MBU/04/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-12/MBU/2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN pada pasal 7 ayat (2a) yang menyebutkan bahwa sekretaris dewan komisaris dapat diberikan asuransi purna jabatan dan fasilitas pakaian kerja dengan memperhatikan kemampuan keuangan perusahaan serta tidak melebihi besaran penghasilan yang diberikan kepada Dewan Komisaris/Dewan Pengawas;
d. Keputusan Dekom PTPN II Nomor DK/KEP/02/IX/2021 tentang Penetapan Penghasilan Organ Pendukung Dewan Komisaris pada poin keenam yang
menyebutkan asuransi purna jabatan untuk sekretaris dewan komisaris senilai 25% dari honorarium; dan
e. Surat Direksi PTPN III Nomor DSDM/N.II/3083/2021 tanggal 11 Oktober 2021 yang telah terakhir diubah menjadi Nomor DSDM/N.II/2074/2023 tanggal 12 Juli 2023 perihal Penetapan Penghasilan Direktur, Dewan Komisaris, dan SEVP pada lampiran surat yang menyebutkan bahwa tunjangan pasca kerja yang diberikan pada SEVP non karyawan senilai 25% dari gaji/honor setahun.
"Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran Aspurjab kepada Direktur, Dewan Komisaris, dan SEVP non karyawan senilai Rp425.871.540,00," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025).
Kondisi tersebut, tegas BPK, disebabkan Kepala Bagian SDM PTPN II lalai dalam melakukan pengawasan atas penghitungan Aspurjab Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan dan Sekretaris Dewan Komisaris; dan Kepala Subbagian Kesejahteraan, Kesehatan, dan Pensiunan dalam melakukan penghitungan Aspurjab Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan dan Sekretaris Dewan Komisaris tidak mempedomani ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK.
BPK pun merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar melakukan penarikan dan menyetorkan ke kas perusahaan atas kelebihan pembayaran asuransi purna jabatan kepada Direktur, Dewan Komisaris, SEVP senilai Rp425.871.540,00.
Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
BPK PTPN II PTPN Temuan BPKBerita Terkait
BPK Ungkap 3 Masalah Pekerjaan Mesin dan Instalasi di Tekpol PTPN II Rp 133,5 M, Ini Biang Keroknya
48 menit yang lalu
3 Pekerjaan Investasi di PTPN II Rp 3,1 M Bermasalah, BPK: Kabag Teknik dan Keuangan Harus Disanksi
2 jam yang lalu