Pagar Laut Tangerang dan Bekasi Satu Paket? Pemerintah Jangan Bertele-tele ah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Januari 2025 09:39 WIB
Pagar laut misterius di perairan Tangerang, Banten (kiri) dan pagar laut di perairan pesisir wilayah Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat (Jabar) (kanan) (Foto: Kolase MI)
Pagar laut misterius di perairan Tangerang, Banten (kiri) dan pagar laut di perairan pesisir wilayah Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat (Jabar) (kanan) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Usai pagar laut di Tangerang, kini muncul pagar laut di perairan pesisir wilayah Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat (Jabar).

Sebagaimana video berdurasi 45 detik yang didapatkan Monitorindonesia.com, Selasa (14/1/2025), tampak ribuan batang bambu tersusun rapi di dua sudut wilayah Tarumajaya. Di atasnya ada gundukan tanah.

Susunan bambu itu pun membentuk garis panjang menyerupai tanggul dengan hamparan perairan di tengahnya yang mirip sungai. Pun, nelayan setempat, Tayum, membenarkan keberadaan pagar laut di Bekasi tersebut. Menurut Tayum pagar laut ini sudah ada sejak enam bulan lalu di Bekasi.

"Iya, sudah enam bulan belakangan ini (keberadaan bambu misterius tersebut)," kata Tayum, Selasa (14/1/2025).

Tayum menuturkan tanah yang ada di atas susunan bambu itu berasal dari tanah laut. Hal ini diketahuinya karena ada pengerukan tanah dengan menggunakan tiga alat berat ekskavator yang beroperasi sepanjang siang dan malam.

Kemudian tanah laut yang dikeruk itu pun diuruk ke sela-sela susunan bambu dan membentuk struktur menyerupai tanggul di laut. Tayum mengungkapkan kini pagar laut itu sudah terbentang sepanjang delapan kilometer. "Setelah sekian lama, akhirnya mereka merambah sampai delapan kilometer menguruknya," jelas Tayum.

Lantas apakah pagar laut itu satu paket dengan di perairan Tangerang sebab bahannya dari bambu dan sejak 6 bulan yang lalu telah ada di sana. Semua tentu perlu pengusutan dari pihak terkait.

Hanya saja, menurut pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio sempat menyatakan bahwa pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten.

Menurut Agus, sudah jelas pemagaran laut tersebut merupakan bagian dari proyek swasta milik Agung Sedayu Group yang dialihkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2.

“Sudah, yang sekarang kementerian bertanggung jawab, melakukan tindakan hukum, karena itu tidak sesuai dengan hukum, selesai. Masalahnya berani nggak itu,” ujarnya Inilah.com, Jakarta, Minggu (12/1/2025).

Dia juga sangsi dengan kemunculan sekelompok nelayan menamakan diri Jaringan Rakyat Pantura yang mengklaim membangunan pagar laut untuk mencegah abrasi laut itu, alasan itu dinilai tidak masuk akal.

“Ah alasan saja itu, semuanya sudah terpengaruh. Enggak ada yang berani, kita lihat saja nanti berani enggak, orang jelas-jelas melanggar gitu. Enggak masuk akal, itu Agung Sedayu sendiri lah wong itu PSN mau reklamasi situ, nguruk, nanti jadi dijual tanahnya ke PIK 2, sudah lah enggak usah pakai alasan-alsan nelayan, itu cara kuno itu,” jelasnya.

Pun, dia meminta pemerintah untuk tidak bertele-tele menyelesaikan persoalan pagar laut di dekat kawasan PIK 2. “Semua orang sudah tahu itu akibat dari PSN, siapa yang ngasih, kenapa dikasih , supaya gampang. Ya sudah itu mau reklamasi, enggak ada abrasi-abrasi,“ tandasnya.

Pejabat kompak tak tahu

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengungkap pagar tersebut berbahan bambu atau cerucuk bertinggi sekitar 6 meter itu.

Eli berkata keberadaan pagar itu diketahui dari laporan warga pada 14 Agustus 2024.  Celakanya, meski membentang secara mencolok mata sampai sepanjang 30 km,  pemerintah daerah maupun pusat mengaku tidak tahu siapa pemilik pagar ilegal tersebut.

Padahal, keberadaan pagar itu membuat para nelayan kesulitan mencari ikan. "Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kronjo, kemudian tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga," ungkap Eli pada diskusi 'Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten," di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Eli mengatakan pihaknya sudah menerjunkan tim lima hari untuk mengecek keberadaan pagar itu. Saat itu, ada dugaan pemagaran laut sepanjang 7 kilometer.

Tim gabungan DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari SATPOL PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km," beber Eli.

Eli menjelaskan pagar itu masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043.

Eli menyebut pagar misterius itu terbentang di zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona perikanan budidaya. Pagar itu juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

Di kawasan sekitar pagar, ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudidaya.

Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga menaruh perhatian terhadap pagar 30 kilometer di laut Tangerang.

Meski demikian, KKP mengaku tak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Suharyanto mengatakan Ombudsman sedang melakukan penelusuran terkait hal itu.

Saat ditanya kemungkinan pemagaran untuk reklamasi, ia tak bisa memastikan. Suharyanto mengatakan reklamasi pun perlu pengurusan izin terlebih dulu.

"Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada," jelas Suharyanto.

"Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi," imbuhnya. (wan)

Topik:

Pagar Laut