Bisakah Rantai Kejahatan Judi Online Diungkap?


Jakarta, MI - Judi online secara spesifik dilarang oleh UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) versi terbaru, nomor 1 tahun 2024. Beleid itu memuat dua pasal yang terkait judi online.
Pasal 27 ayat (2) melarang setiap orang mendistribusikan atau menawarkan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Setiap orang yang melanggar pasal tersebut, diancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar, seperti diatur dalam Pasal 45 ayat (3).
Larangan menawarkan perjudian juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) versi terbaru, nomor 1 tahun 2023.
Pasal 427 KUHP secara khusus memberi ancaman penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp50 juta bagi setiap orang yang bermain judi. Namun aturan ini baru dapat digunakan penegak hukum saat KUHP versi terbaru resmi berlaku, yaitu pada 2026.
Sementara itu KUHP versi terdahulu memuat ancaman hukuman bagi orang-orang yang menawarkan dan mengikuti perjudian.
Menurut Pasal 303 bis ayat (1) KUHP tersebut, baik yang menawarkan maupun yang menjadi pelaku perjudian, dapat dipenjara hingga empat tahun dan dijatuhi denda paling banyak Rp10 juta.
garis
Walau merupakan perbuatan terlarang di Indonesia, nilai transaksi judi online dari Januari sampai September 2024 mencapai sekitar Rp280 triliun.
Nominal itu muncul dalam laporan resmi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kepala PPATK, Ivan Yustiawandana, menyebut lembaganya telah memblokir 13.481 rekening yang berkaitan dengan berbagai transaksi judi online tersebut.
“Pola transaksi, dalam beberapa kasus, mengalami pergeseran dengan menggunakan usaha penukaran valuta asing dan aset kripto,” kata Ivan, Senin (25/11/2024) kemarin.
Dalam risetnya, PPATK menemukan fakta jumlah pengguna judi online di Indonesia mencapai hingga empat juta orang. Dari angka itu, sekitar 80 ribu pemain judi online berusia di bawah 10 tahun. Setengah dari empat juta pemain judi online itu, menurut PPATK, masuk kategori masyarakat miskin.
Di tengah berbagai fakta tersebut, penetapan tersangka terhadap 16 pegawai negeri Komdigi yang diduga melindungi situs judi online merupakan sebuah ironi, kata Nurul Izmi, peneliti di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.
Walau begitu, kata Nurul, pemerintah harus menjadikan kasus hukum itu sebagai awal untuk mengungkap pemodal, bandar, dan pejabat pemerintahan lain yang terlibat judi online.
“Akan lebih efektif jika yang ditebang dan diusut-untas itu dari bandar judinya, bukan hanya masyarakat yang sebenarnya menjadi korban,” kata Nurul.
“Rantai kejahatannya cukup panjang: bandar, pemain, dan ternyata juga dari internal pemerintah yang semestinya mengungkap rantai judi online itu,” ujarnya.
Transaksi judi online di Indonesia mengalir setidaknya ke 20 negara, seperti Thailand, Filipina, Kamboja, dan Vietnam, menurut laporan PPATK.
Walau melibatkan orang asing atau perbuatan yang dilakukan di luar Indonesia, Nurul menyebut penegak hukum di Indonesia sebenarnya tetap bisa mengusut tuntas rantai kejahatan judi online.
Dasarnya adalah prinsip ekstrateritorial yang diatur UU ITE. “Jika bandar ada di luar negeri, apalagi negara tempat bandar judi itu juga melarang judi online, penindakan secara hukum sebenarnya sangat bisa dilakukan,” kata Nurul.
Kata pemerintah
Kepolisian menuduh sembilan pegawai Komdigi plus satu staf ahli melindungi ribuan situs judi online. Dari setiap situs, mereka mendapatkan uang sebesar Rp8,5 juta.
Perbuatan itu, menurut Polda Metro Jaya, merupakan penyalahgunaan wewenang. Alasannya, para pegawai pemerintahan itu memiliki tugas untuk memblokir situs judi.
Menteri Komdigi, Meutya Hafid, merespons penangkapan itu dengan berkata “akan membersihkan kementeriannya dari oknum”.
Meutya berkata telah mengeluarkan instruksi menteri. Melalui ketentuan itu, dia meminta seluruh bawahannya bekerja sama dengan kepolisian untuk mengungkap oknum yang terlibat judi online.
Selain itu, kata Meutya, seluruh pegawai dan pejabat di kementeriannya telah meneken pakta integritas. Isi dokumen itu adalah pernyataan untuk tidak berkomunikasi, memengaruhi, dan mendistribusikan segala bentuk aktivitas dan muatan judi online.
Selama 10 hari sebelum penangkapan pegawai Komidigi, kata Meutya, pihaknya telah memblokir 187 ribu situs judi online. “Saya tidak menyatakan itu prestasi kami, tapi paling tidak tren positif,“ kata Meutya tentang pemblokiran tersebut.
Namun menurut Adrianus Meliala, Guru Besar Universitas Indonesia, yang dibutuhkan pemerintah untuk mengatasi judi online adalah kemauan politik.
Kemauan itu, kata dia, merupakan modal utama untuk membersihkan pemerintahan dari orang-orang yang melindungi judi online. Kemauan politik itu juga akan menentukan sejauh mana pemerintah mengusut aktor-aktor di balik situs judi online.
“Butuh kemauan politik dari negara untuk melakukan operasi besar terhadap dirinya sendiri. Tentu tidak ada operasi yang menyenangkan, pasti menyakitkan, tapi hasilnya membawa kesehatan,“ ujarnya memakai analogi kesehatan untuk menunjuk pemberantasan oknum.
Di masa akhir pemerintahan Joko Widodo, Benny Rhamdani, yang saat itu menjabat Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), menyebut sosok berinisial T sebagai pengendali judi online.
Benny membuat klaim telah melaporkan sosok berinisial T itu dalam Rapat Kabinet. T, menurut dia, menempatkan basis bisnis judi online di Kambjoa.
Namun hingga saat ini, pemerintah termasuk kepolisian urung menindaklanjuti dan mengumumkan sosok T yang disebut Benny.
Menurut Adrianus, dalam 100 hari pertama pemerintahannya, Prabowo semestinya mengusut tuntas para dalang di balik situs judi online, termasuk yang berinisial T tersebut.
“Saya bisa paham kalau pada hari-hari terakhir pemerintahan Jokowi pengusutan itu tidak dilakukan, karena mungkin mereka cemas membuat catatan yang buruk,“ kata Adrianus.
“Tapi bagi pemerintahan yang sekarang, mereka justru punya kepentingan amat besar untuk memulai hari-hari pertama mereka dengan situasi yang sehat,“ imbuhnya. (wan)
Topik:
Judi Online Komdigi KominfoBerita Terkait

Anggaran Rp8 Triliun Disebut Tak Cukup, Komdigi Akui Masih Butuh Tambahan
19 September 2025 14:01 WIB

Singgung Aksi Scammer dan Hoax, Waka Komisi I DPR Nilai Wacana ‘Satu Warga, Satu Akun’ Bisa Cegah Kriminalitas
17 September 2025 11:32 WIB

KPK Beri Sinyal Garap Kasus Dito Ariotedjo dan Budi Arie, Siap-siap Saja!
13 September 2025 21:23 WIB