Komisi V DPR RI Bahas Revisi UU Transportasi untuk Perlindungan Hukum Driver Ojol dan Masalah Tarif

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 11 Maret 2025 14:54 WIB
Anggota Komisi V DPR RI, Yanuar Arif Wibowo. (Foto: Rizal)
Anggota Komisi V DPR RI, Yanuar Arif Wibowo. (Foto: Rizal)

Jakarta, MI - Anggota Komisi V DPR RI, Yanuar Arif Wibowo, mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia telah merasakan perubahan signifikan dalam sistem transportasi, terutama dengan hadirnya transportasi daring (online), namun sistem ini masih belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

Menurutnya, meski Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 sudah disahkan, kemunculan transportasi berbasis aplikasi, baik roda empat maupun roda dua, belum diakomodasi oleh regulasi yang ada.

“Dinamika yang terjadi sangat panjang dan tidak hanya sekadar wacana, bahkan menimbulkan bentrokan fisik antara sesama anak bangsa, terutama antara driver dan penumpang,” ujarnya  dalam diskusi Revisi RUU LLAJ Diharapkan mengatur status hukum pengemudi transportasi online hingga tarif layanan di  Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta  Selasa (11/3/2025)

Ia menambahkan bahwa penggunaan sepeda motor sebagai angkutan umum penumpang baru dimulai sekitar sepuluh tahun lalu dan kini status para driver ojek online (ojol) menjadi isu yang harus segera dibahas.

Menurut Yanuar, banyak orang yang kini menjadikan pekerjaan sebagai driver ojol bukan sekadar alternatif, melainkan sebagai pekerjaan utama.

“Mencari pekerjaan saat ini sangat sulit, dan menjadi driver ojol sekarang menjadi pekerjaan tetap bagi sebagian orang,” katanya.

Namun, sistem kemitraan yang diterapkan antara driver dan aplikasi dinilai tidak memberikan banyak pilihan bagi para driver, sehingga mereka merasa terintimidasi dan kesulitan dalam berunding.

Salah satu isu yang diangkat adalah masalah tarif potongan yang dikenakan kepada driver, yang sering kali melebihi ketentuan yang ada. “Padahal menurut Keputusan Menteri Tahun 2022, potongan untuk aplikator seharusnya hanya 15%, dan 5% untuk kesejahteraan driver. Namun kenyataannya, potongan tersebut bisa mencapai 25%,” jelas Yanuar.

Selain itu, masalah Tunjangan Hari Raya (THR) juga menjadi sorotan, di mana para driver ojol yang sudah bertahun-tahun bekerja tidak mendapatkan THR menjelang Lebaran. Aplikator menyatakan bahwa mereka hanya berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi, bukan pemberi pekerjaan, yang menambah perdebatan mengenai status hubungan antara driver dan aplikator.

Sementara itu, menjelang Idul Fitri, pemerintah telah menurunkan tarif tiket pesawat hingga hampir 14% dengan pengurangan komponen seperti pajak PPN dan biaya pelabuhan (PSC) sebesar 50%. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat, terutama pada momen Lebaran.

Pemerintah juga mempersiapkan langkah-langkah untuk memastikan kelancaran arus mudik Lebaran, dengan melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, Kakorlantas, BMKG, dan Basarnas. Pemerintah berharap koordinasi yang baik akan mengatasi potensi gangguan cuaca yang dapat menyebabkan longsor atau banjir.

Komisi V DPR RI tengah menginisiasi revisi terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk mengakomodasi perkembangan transportasi berbasis aplikasi dan memastikan hak-hak para driver ojol terlindungi dengan baik. *

Topik:

DPR Transportasi Ojol