Krisis Lahan Pertanian: DPR Desak Pemerintah Jaga Sawah dan Optimalkan Lahan Rawa

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 7 Juni 2025 16:21 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono  (Dok. MI/Rizal)
Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono (Dok. MI/Rizal)

Jakarta, MI -  Kepemilikan lahan pertanian di Indonesia kian hari kian menyempit, membuat nasib petani makin terjepit. Rata-rata petani saat ini hanya menggarap lahan seluas 0,2 hingga 0,5 hektare. Tak sedikit dari mereka bahkan hanya menjadi buruh tani atau petani penggarap yang menerima upah jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan harian, apalagi membiayai pendidikan anak-anak mereka.

"Semangat Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 adalah menjadikan pangan hasil produksi petani dalam negeri sebagai sumber utama konsumsi rakyat," ujar Riyono, anggota Komisi IV DPR  ini, Sabtu (7/6/2025)

"Melalui revisi ketiga ini, pasca lahirnya Omnibus Law UU No. 6 Tahun 2023, semangat itu harus kembali kita kuatkan, bebernya"

Data menunjukkan, luas lahan pertanian produktif Indonesia terus menurun. Jika pada 2015 tercatat seluas 8,1 juta hektare, maka pada 2019 tinggal 7,1 juta hektare. Bahkan, lahan kritis kini mencapai 20 juta hektare—lahan yang kehilangan fungsi ekologis, sosial, dan ekonominya. Meski begitu, Riyono menilai lahan tersebut masih berpotensi direstorasi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

"Petani butuh lahan yang layak untuk produksi. Lahan pertanian berupa sawah harus kita jaga dari alih fungsi ke sektor lain," tegas Riyono, yang dikenal dekat dengan komunitas petani dan sering turun ke lapangan mengenakan caping.

"Kita juga punya potensi dari lahan rawa seluas 360.000 hektare yang bisa dioptimalkan. Kalau setidaknya 50 persen dari itu bisa digunakan, produksi pangan kita bisa meningkat signifikan."

Riyono menyoroti bahwa akar kemiskinan petani terletak pada keterbatasan lahan. Ketika luas lahan makin sempit, produksi otomatis menurun, dan pendapatan pun ikut tergerus. Dalam kondisi harga hasil panen yang seringkali tidak menjanjikan, banyak petani akhirnya terpaksa menjual lahannya.

"Kalau kita ingin petani sejahtera, mereka harus punya lahan minimal dua hektare yang bisa ditanami secara berkelanjutan," katanya. "Dari lahan itu, petani bisa panen padi sekitar 14–15 ton per musim. Jika dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dengan harga saat ini Rp6.500 per kilogram, maka potensi pendapatan kotor mereka bisa mencapai Rp95 juta per musim."

Menurut Riyono, negara seharusnya hadir melalui regulasi yang adil dan berpihak, termasuk memastikan pengelolaan lahan kritis dan rawa bisa dilakukan oleh petani. Ia juga menekankan pentingnya membuka akses lahan bagi petani muda agar regenerasi profesi ini tetap berjalan.

"Sebagai anggota Panja Pangan DPR, saya berkomitmen untuk mengawal perubahan UU ini sampai tuntas. Kita ingin pangan kita berdaulat, petani sejahtera, dan Indonesia siap menyongsong visi Indonesia Emas 2045," pungkasnya.

Topik:

Lahan Sawah DPR Riyono Sawah Kian Menyempit