Dipanggil KPK, Alumni USU Minta Klarifikasi dan Rektor Dinonaktifkan

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 27 Agustus 2025 10:00 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto: Dok MI)
Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Alumni Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan surat terbuka kepada Majelis Wali Amanat, Dewan Guru Besar, dan Senat Akademik USU, pada Senin (25/8/2025).

“Universitas Sumatera Utara (USU) tengah berada dalam sorotan publik. Pemanggilan Rektor USU, Prof. Dr. Muryanto Amin, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara pembangunan jalan di Sumatera Utara memang masih dalam kapasitas saksi. Namun, publikasi yang meluas atas kasus ini menempatkan kampus ternama itu pada posisi rawan. Di balik asas praduga tak bersalah, bayangan degradasi reputasi akademik tidak dapat dipandang enteng,” bunyi surat terbuka tersebut.

Dalam surat terbuka yang disampaikan atas nama Alumni Universitas Sumatera Utara, antara lain Furqon Buchari, Taufik Umar Dhani Harahap, Efendi Naibaho, dan Selwa Kumar, serta diketahui dan mendapat persetujuan Ketua PP IKA USU, Dr. H. Raden Muhammad Syafii, MH, SH, ditegaskan bahwa kampus bukan sekadar tempat transfer ilmu, melainkan benteng moral dan integritas bangsa. Maka, ketika pimpinan tertinggi universitas dipanggil KPK, sekecil apa pun statusnya, getarannya terasa di seluruh lapisan sivitas akademika.

“Rasa percaya mahasiswa, dosen, dan masyarakat bisa tergerus. USU, yang selama ini dikenal sebagai salah satu universitas terbaik di luar Jawa, tiba-tiba harus bergulat dengan pertanyaan mendasar: apakah nilai integritas yang dikibarkan benar-benar terjaga?” bunyi surat itu.

Dalam surat terbuka tersebut disebutkan, pihak universitas memang berhak menegakkan prinsip presumption of innocence. Namun, di mata publik, persepsi kerap lebih berpengaruh dibandingkan fakta hukum. Kondisi inilah yang memunculkan dilema. Ada yang berpendapat menjaga menjaga marwah kampus jauh lebih penting daripada sekadar menunggu kepastian hukum. Sebagian lain berpandangan, langkah drastis tanpa putusan pengadilan justru melanggar asas keadilan.

“Dilema ini tidak boleh dibiarkan berlarut. Universitas adalah ruang belajar, bukan arena spekulasi politik dan hukum. Karena itu, dibutuhkan langkah kepemimpinan yang tegas, elegan, sekaligus berorientasi pada penyelamatan institusi. Mekanisme internal, misalnya pemberlakuan nonaktif sementara bagi pimpinan yang terseret kasus hukum, dapat menjadi pilihan untuk meredam kegelisahan. Tidak dalam rangka menghukum, melainkan menjaga kehormatan akademik,” lanjut surat terbuka tersebut.

Surat terbuka itu juga menyinggung preseden di sejumlah universitas dunia, di mana perguruan tinggi kerap mengambil langkah cepat ketika pimpinan terjerat polemik hukum. Prinsip yang dipegang sederhana: reputasi kampus harus lebih besar daripada kepentingan individu. Dengan demikian, mahasiswa tetap belajar dalam suasana kondusif, dosen tetap mengajar dengan penuh wibawa, dan universitas tetap dipercaya publik.

“Pertanyaan yang mengemuka kini adalah: apakah USU berani mengambil sikap berorientasi institusional, atau terjebak dalam logika personal yang berisiko panjang? Membiarkan situasi ini berlarut sama saja dengan membiarkan universitas dihantui rumor, bukan dihormati prestasi. Krisis kepercayaan lebih sulit dipulihkan daripada krisis hukum,” lanjut pernyataan para alumni.

USU pernah berdiri sebagai salah satu kebanggaan bangsa. Jangan sampai reputasi itu runtuh karena lemahnya respon terhadap krisis integritas. Kampus besar semestinya memiliki kebesaran hati untuk menegakkan nilai kejujuran, meski harus mengorbankan kenyamanan personal. Pada akhirnya, integritas lebih mahal daripada jabatan. Dan tanpa integritas, akademia hanya akan menjadi bangunan kosong yang kehilangan ruhnya.

Untuk itu, kami memandang perlu diambil langkah-langkah awal yang bijaksana, antara lain:

1. Mendesak USU segera meminta klarifikasi resmi dari Rektor Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. secara terbuka, jujur, dan bertanggung jawab di hadapan Dewan Guru Besar, Senat Akademik, serta Majelis Wali Amanat, agar seluruh sivitas akademika memperoleh penjelasan yang utuh dan objektif; sekaligus menyiapkan langkah penonaktifan rektor, baik saat berstatus saksi, tersangka, terdakwa, maupun terpidana, mengingat perkara korupsi sebagai extraordinary crime telah menjatuhkan martabat universitas, sehingga kepentingan institusi dan kehormatan akademik harus berdiri di atas kepentingan personal.

2. Audit khusus terhadap seluruh pelaksanaan anggaran, program, dan kerja sama Universitas Sumatera Utara—terutama yang bersinggungan dengan Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara—menjadi langkah mendesak pasca keterlibatan nama Rektor USU dalam pusaran kasus OTT Topan Ginting terkait proyek jalan; inisiatif ini bukan semata prosedur administratif, melainkan upaya strategis untuk memastikan integritas, transparansi, dan akuntabilitas tata kelola universitas, sekaligus mencegah konflik kepentingan yang dapat menggerus marwah akademik serta kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi terbesar di Sumatera Utara tersebut.

3. Membangun mekanisme etik internal yang memastikan marwah akademik USU tetap terjaga, tanpa mengintervensi proses hukum yang sedang berlangsung.

4. Langkah pengunduran diri Rektor Universitas Sumatera Utara, baik saat berstatus saksi maupun jika kelak menjadi tersangka, semestinya disiapkan dengan jernih sebagai pilihan etis demi menjaga tata kelola universitas dan moralitas institusional; sebab kepentingan lembaga harus berdiri di atas kepentingan personal, dan keberanian mundur justru akan menunjukkan kematangan kepemimpinan, menutup ruang spekulasi publik, serta menghindarkan USU dari krisis kepercayaan yang lebih dalam.

5. Sejalan dengan amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, USU dituntut memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada pers dan penyidik serta menjamin transparansi dalam penanganan kasus ini maupun isu tata kelola lainnya; hanya dengan keterbukaan publik yang konsisten, masyarakat dapat mengikuti perkembangan secara jernih tanpa terjebak spekulasi, sehingga nama baik universitas tetap terjaga dan kepercayaan terhadap integritas akademik tidak terkikis oleh kabut rumor dan fitnah.

6. USU perlu menegaskan komitmennya mendukung penuh proses penegakan hukum yang tengah berjalan dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, sembari memastikan seluruh komponen sivitas akademika tidak melakukan obstruction of justice dalam bentuk apa pun; sikap ini penting agar universitas tampil sebagai teladan moral yang menghormati supremasi hukum, menjaga integritas institusi, serta memperlihatkan bahwa dunia akademik berdiri sejajar dengan prinsip keadilan, bukan justru menjadi penghalang bagi upaya pemberantasan korupsi.

“Kami percaya, hanya dengan langkah transparan dan bermartabat, USU mampu merawat kepercayaan publik sekaligus menunjukkan sikap tegas dalam menegakkan integritas akademik; sebab universitas besar bukan dinilai dari seberapa hebat ia membangun gedung, melainkan dari keberanian moralnya menjaga nilai kejujuran dan kehormatan intelektual di tengah badai persoalan,” demikian isi surat terbuka alumni USU. 

Topik:

universitas-sumatera-utara alumni-usu kpk rektor-usu penonaktifan-rektor