Wagub Sarbin Sehe Tegaskan: Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas Milik Kita!


Sofifi, MI - Polemik status Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas kembali mencuat dan menuai perhatian serius Pemprov Malut. Dalam rapat pembahasan batas wilayah yang dipimpin langsung oleh Wagub Malut Sarbin Sehe, pemerintah daerah menegaskan bahwa secara yuridis, ketiga pulau tersebut sah masuk dalam administrasi Provinsi Malut, khususnya Kabupaten Halmahera Tengah.
Rapat yang berlangsung di Sofifi pada Senin (21/7), turut dihadiri Asisten III selaku moderator, Asisten I, Staf Ahli Hukum dan Pemerintahan, pimpinan OPD terkait, hingga jajaran ASN. Fokus utama rapat adalah merespons klaim dari Provinsi Papua Barat Daya atas tiga pulau yang memiliki potensi kekayaan gas alam tersebut.
Wagub Malut Sarbin Sehe dalam arahannya menegaskan pentingnya kajian serius terhadap ketiga pulau itu. Ia menilai persoalan ini tidak bisa dianggap remeh karena menyangkut kedaulatan wilayah Malut.
“Kita harus kaji serius persoalan tiga pulau ini, kaitannya dengan wilayah Malut,” ujar Wagub singkat.
Dalam pemaparan Biro Pemerintahan Provinsi Malut disebutkan bahwa Maluku Utara memiliki enam segmen batas wilayah, dan Pulau Sain, Piyai, serta Kiyas termasuk di dalamnya. Secara administratif, dokumen Kemendagri mencantumkan ketiga pulau itu berada dalam wilayah Kabupaten Halmahera Tengah.
Kepala Badan Kesbangpol Malut, Armin, memperkuat klaim tersebut dengan menyebutkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 sebagai dasar hukum yang menempatkan Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas ke dalam administrasi Maluku Utara.
“Ketiga pulau ini menyimpan kekayaan alam berupa gas yang melimpah, mungkin itu yang menjadikan Papua Barat Daya ingin mengklaim,” ucap Armin.
Paparan lanjutan disampaikan Kepala Badan Perbatasan Malut, yang menjelaskan bahwa wilayah Patani Utara, Patani Timur, Kecamatan Patani, dan Gebe berbatasan langsung dengan negara tetangga. Koordinasi pun telah dilakukan dengan Badan Informasi Geospasial untuk memperkuat data wilayah perbatasan.
“Jarak Pulau Sain dengan batas terluar Raja Ampat adalah 4 mil berdasarkan data tahun 2022. Sehingga berdasarkan fakta data disimpulkan bahwa ketiga pulau tersebut adalah milik Maluku Utara,” kata Omar Fauzi.
Ia juga mengingatkan agar Malut belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan, di mana Malaysia berhasil mengklaim dua pulau tersebut dari Indonesia meskipun PBB awalnya menyatakan pulau-pulau itu milik Indonesia.
“Malaysia memenangkan Sipadan-Ligitan karena sudah banyak penduduk pesisir mereka tinggal di sana, bahkan sudah ada beberapa aset Malaysia yang dibangun di situ,” jelasnya.
Kepala Badan Perbatasan Malut pun menyarankan agar aktivitas masyarakat atau negara segera dilakukan di ketiga pulau tersebut, untuk mencegah kejadian serupa seperti Sipadan-Ligitan terjadi di Maluku Utara.
Dari sisi sektor kelautan, Dinas Perikanan Malut menyatakan bahwa Satgas Pulau-Pulau Kecil sudah dibentuk sejak 2022, namun belum dapat bergerak maksimal karena keterbatasan anggaran.
Kabid Pengelolaan Ruang Laut (PRL) menambahkan, data terkini dari Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 secara tegas mencantumkan Pulau Sain, Kiyas, dan Piyai dalam administrasi Kabupaten Halmahera Tengah.
Menutup rapat, Wagub Malut Sarbin Sehe menekankan pentingnya sinergi dan langkah cepat seluruh perangkat daerah.
“Segera tindak lanjuti, siapkan fakta, dokumen yang diperlukan. Dan yang terpenting, terus berkoordinasi dengan Pemkab Halmahera Tengah,” tutup Mantan Kakanwil Kemenag Sulut ini. (Jainal Adaran)
Topik:
Pemprov Malut Wagub Malut Sabirin Sehe