Pemprov Malut dan Kanwil Kemenkumham Teken MoU Perkuat Kepatuhan Hukum

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 23 Agustus 2025 15:09 WIB
Gubernur Sherly Tjoanda bersama Sekda Samsuddin Abdul Kadir menyaksikan penandatanganan kerja sama dengan Kanwil Kemenkumham Malut. (Foto: Fotografer, Sherly Tjoanda)
Gubernur Sherly Tjoanda bersama Sekda Samsuddin Abdul Kadir menyaksikan penandatanganan kerja sama dengan Kanwil Kemenkumham Malut. (Foto: Fotografer, Sherly Tjoanda)

Ternate, MI - Pemprov Malut bersama Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Malut menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait fasilitasi produk hukum daerah, pembinaan hukum, dan pelayanan hukum. Penandatanganan dilakukan Gubernur Malut Sherly Tjoanda dan Kepala Kanwil Kemenkumham Malut, Budi Argap Situngkir, di eks Hotel Crisant Ternate, Sabtu (23/8).

Acara ini turut dihadiri Sekda Malut, para bupati dan wali kota, serta pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Kesepahaman tersebut menjadi langkah nyata memperkuat kepatuhan hukum dan memperluas akses keadilan bagi masyarakat Malut.

Gubernur Sherly Tjoanda dalam kesempatan tersebut menegaskan, penting bagi kepala daerah untuk menjadi pelopor kepatuhan hukum. Menurutnya, banyak persoalan, seperti sengketa tanah dan konflik sosial di lingkar tambang, sebenarnya bisa diselesaikan lebih cepat di tingkat desa jika perangkat hukum tersedia dan ditegakkan dengan jelas.

“Kehadiran Pos Bantuan Hukum (Posbakum) sangat penting agar masyarakat, terutama di wilayah rawan konflik agraria, lebih mudah mendapatkan akses keadilan,” tegas Sherly.

Sherly juga mengingatkan agar kebijakan daerah tidak keluar dari koridor hukum. Ia mencontohkan kasus mutasi guru yang kerap menimbulkan polemik. 

“Mutasi guru harus memperhatikan aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis. Guru tanpa keahlian khusus jangan dimutasi jauh dari keluarga. Jika terpaksa, perlu diberikan insentif tambahan,” jelasnya.

Selain itu, ia menekankan agar pemberhentian sementara kepala desa berlandaskan aturan yang berlaku. Menurutnya, ada banyak laporan terkait kepala desa yang diberhentikan tanpa batas waktu penyelesaian administrasi.

“Seperti arahan Bapak Presiden, beda pilihan jangan diangkul-angkulkan, jangan juga digantung statusnya. Kepala daerah tidak boleh semena-mena. Jika ada indikasi kuat melanggar hukum, tuntaskan. Intinya jangan digantung, jangan karena suka dan tidak suka. Semua harus berdasarkan hukum yang berlaku,” tegas Sherly.

Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkumham Malut, Budi Argap Situngkir, menyoroti rendahnya kepatuhan daerah terhadap harmonisasi peraturan perundang-undangan. Dari 1.537 perda/perkada dalam tiga tahun terakhir, hanya 289 atau 18,8 persen yang melalui harmonisasi, sementara 81,2 persen ditetapkan tanpa proses harmonisasi.

“Masih terdapat ego sektoral dalam penyusunan peraturan perundang-undangan,” jelas Budi.

Budi juga menambahkan, dari total 1.185 desa di Malut, baru 140 atau 11,8 persen yang memiliki Posbakum. Padahal, menurutnya, keberadaan Posbakum tidak membutuhkan biaya besar, namun sangat efektif dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu sekaligus mencegah potensi konflik.

“Penguatan JDIH (Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum) dan percepatan pembentukan Posbakum adalah kunci agar produk hukum daerah berkualitas, meningkatkan kepatuhan, inklusif, dan berpihak pada masyarakat,” ujarnya. (Jainal Adaran)

Topik:

Pemprov Malut Gubernur Sherly Tjoanda