DPR Minta MA Periksa Hakim PT Pontianak Pembebas Warga China Yu Hao Pencuri 774 Kg Emas RI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Januari 2025 20:28 WIB
Gedung Mahkamah Agung (MA) (Foto: Dok MI)
Gedung Mahkamah Agung (MA) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Mahkamah Agung memeriksa tiga hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Pontianak, Kalimantan Barat yang menjatuhkan vonis bebas kepada WNA asal China Yu Hao dalam kasus dugaan penambangan ilegal di IUP PT Sultan Rafli Mandiri (SRM). 

Dalam kasus tersebut, hakim menilai Yu Hao tak terbukti melakukan penambangan ilegal serta mencuri 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak. Padahal, jaksa menyebut tindak pidana tersebut merugikan negara hingga Rp1,02 triliun.

“Keputusan yang tidak adil ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam secara berkelanjutan. Saya mengecam putusan hakim di PT Kalbar yang jelas-jelas merugikan masyarakat. Saya minta agar MA dapat memeriksa hakim-hakim di PT Kalbar yang memutuskan perkara tersebut,” kata Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat I, Alifuddin dikutip dari laman DPR, Sabtu (18/01/2025).

Putusan bebas tersebut diambil majelis yang dipimpin Hakim Tinggi, Isnurul Arif dengan anggota Hakim Eko Budi Supriyanto dan Hakim Prancis Sinaga. Putusan ini sekaligus menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang yang menghukum Yu Hao dengan vonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar.

Berdasarkan informasi, kejaksaan pun tengah menyusun berkas untuk mengajukan kasasi terhadap putusan PT Pontianak. Korps Adhyaksa ini sebenarnya juga tak setuju dengan putusan PN Ketapang dengan dalih terlalu ringan.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa sebenarnya menuntut Yu Hao untuk menjalani hukuman penjara selama lima tahun, dan wajib membayar denda Rp50 miliar subsider enam bulan penjara. 
 
“Putusan yang membebaskan pelaku penambangan ilegal ini sangat mengecewakan bahkan ada keanehan, karena sudah diputuskan bersalah di pengadilan Ketapang, kenapa di PT Pontianak jadi bebas? Perlu diusut lebih jauh, di mana perbedaan keputusan tersebut,” ujar Alifuddin.

Menurut dia, putusan banding tersebut akan menjadi preseden atau acuan untuk melemahkan hukum terhadap para pelaku penambangan ilegal. Ke depan, dia khawatir akan banyak penambang ilegal yang lebih berani karena ancama hukum di Indonesia lemah.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih serius dalam menanggulangi masalah penambangan ilegal, baik di Kalimantan Barat maupun di seluruh Indonesia. Pembebasan pelaku penambangan ilegal ini dapat menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia,” ujar politikus PKS tersebut.

Sebagaimana diwartakan, bahwa Pengadilan Tinggi Pontianak membuat keputusan yang cukup mengagetkan dengan mengabulkan permohonan banding dan memvonis bebas terdakwa atas nama Yu Hao (49). 

Yu Hao merupakan Warga Negara Asing (WNA) China yang terbukti melakukan kegiatan penambangan ilegal di Indonesia.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat menjatuhkan hukuman penjara 3,5 tahun dan denda Rp30 miliar kepada yang bersangkutan.

Berdasarkan dokumen Petikan Putusan Pidana yang diterima CNBC Indonesia, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak Isnurul S Arif menerima permintaan banding terdakwa Yu Hao dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp tanggal 10 Oktober 2024.

Dalam dokumen ini, Majelis Hakim menyatakan bahwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum. Oleh sebab itu, Majelis Hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tahanan.

"Memulihkan hak terdakwa Yu Hao dalam kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabatnya. Memerintahkan Penuntut Umum membebaskan Terdakwa Yu Hao dari tahanan seketika itu juga," tulis dokumen itu.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memberikan perhatian terhadap kasus yang melibatkan Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok (YH) terkait pencurian emas di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Dari persidangan yang berlangsung, terungkap bahwa YH terlibat dalam kegiatan penambangan emas ilegal yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,020 triliun. Kerugian tersebut berasal dari cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg.

Berdasarkan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, YH terancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.

"Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain," tulis Ditjen Minerba.

Berdasarkan hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3.

Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.

Dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.

Dari fakta persidangan juga terungkap merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini. Dari sampel hasil olahan, ditemukan Hg (merkuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg.

Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal. Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.

Kementerian ESDM menyebut aksi yang dilakukan YH beserta komplotannya mengakibatkan lubang hasil pertambangan ilegal mencapai 1.648,3 meter.

Topik:

DPR Emas MA Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak