Diskon Tarif Listrik Batal, DPR: Kemenkeu, Kemenko Perekonomian Gagal Jaga Kebijakan Pro Rakyat

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 5 Juni 2025 17:06 WIB
Ilustrasi [Foto: Ist]
Ilustrasi [Foto: Ist]

Jakarta, MI - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai pembatalan diskon listrik sebesar 50 persen periode Juni-Juli 2025, bagi pelanggan rumah tangga kecil di bawah 1.300 VA, tidak mencerminkan keadilan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat kecil. 

Tak hanya itu, langkah Pemerintah yang berganti-ganti stimulus dinilai mematahkan harapan masyarakat.

“Kebijakan ini tidak mencerminkan keadilan sosial dan keberpihakan terhadap wong cilik. Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian, telah gagal menjaga konsistensi kebijakan pro-rakyat,” kata Mufti kepada wartawan, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

"Wajar jika kemudian publik bertanya-tanya bagaimana komitmen Pemerintah sebetulnya, kenapa tarik-ulur untuk membantu mengurangi beban rakyat?” sambungnya.

Lebih lanjut, Mufti menggarisbawahi bagaimana setiap kebijakan pro-rakyat seharusnya dirancang dengan perhitungan yang matang, termasuk kesiapan anggaran dan pelaksanaan teknisnya. 

Sebab, kata dia, ketika janji atau program tidak terealisasi, yang paling terdampak adalah rakyat kecil yang menggantungkan harapan mereka pada bantuan Pemerintah.

"Seharusnya jika memang belum firm (pasti), Pemerintah tidak perlu membuat janji-janji manis untuk masyarakat. Jangan buat janji manis lalu dibatalkan dan memupus semangat rakyat,” ujarnya.

Mufti pun mengingatkan Pemerintah, agar jangan menjadikan rakyat sebagai bahan uji coba kebijakan populis. Menurutnya, Pemerintah jangan dulu mengumumkan ke publik jika kebijakan yang direncanakan memang belum disepakati secara fiskal.

"Negara ini bukan ruang eksperimen politik komunikasi. Rakyat bukan konten viral untuk dibikin senang lalu kecewa. Pemerintah jangan PHP rakyat," jelasnya.

Menurut Mufti, kebijakan ini belum tentu efisien mengingat banyak pekerja dengan penghasilan kecil, yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan karena beberapa alasan.

“Pekerja di perusahaan kecil banyak yang tidak didaftarkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Belum tentu mereka juga memiliki slip gaji yang bisa membuktikan penghasilan mereka kurang dari Rp 3,5 juta. Untuk mendapat bantuan saja, birokrasi bikin sulit rakyat,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Mufti lebih sepakat jika bantuan bagi masyarakat diberikan melalui potongan tarif listik. Sebab cakupannya akan jauh lebih luas, dalam membantu masyarakat dan minim sistem birokrasi.

“Diskon tarif listrik sejatinya menyasar langsung kebutuhan dasar masyarakat, khususnya kelompok menengah bawah yang saat ini sedang menghadapi tekanan ekonomi,” ungkapnya.

Ketika kebijakan ini dibatalkan dan dialihkan menjadi subsidi upah, sehingga muncul kekhawatiran sebagian besar masyarakat, yang justru membutuhkan tidak akan mendapatkan manfaat sepadan.

“Karena banyak warga yang bekerja di sektor informal, buruh harian, atau tidak memiliki penghasilan tetap, sehingga tidak secara otomatis masuk dalam cakupan penerima subsidi upah. Sementara kalau diskon tarif listrik, mereka akan ikut menerima manfaat program bantuan,” tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah membatalkan rencana pemberian potongan atau diskon tarif listrik sebesar 50 persen, untuk semua pelanggan PLN di Indonesia. 

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, usai rapat terbatas (ratas) bersama Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Senin (2/6/2025).

Sri Mulyani menjelaskan, alasan utama pembatalan itu karena proses penganggaran yang dinilai tidak cukup cepat, untuk mengejar target pelaksanaan pada Juni dan Juli 2025

“Diskon listrik, ternyata untuk kebutuhan atau proses penganggarannya jauh lebih lambat. Sehingga kalau kita tujuannya adalah Juni dan Juli, kita memutuskan tidak bisa dijalankan,” ujarnya.

Sebagai gantinya, pemerintah memilih mengalihkan anggaran ke program Bantuan Subsidi Upah (BSU), yang dinilai lebih siap dari sisi data dan eksekusi.

Topik:

Diskon Tarif Listrik Batal DPR