Dikabarkan Gaji Naik Rp 3 Juta per Hari: Anggota DPR jadi "Obesitas"

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Agustus 2025 13:40 WIB
Lucius Karus (Foto: Dok MI)
Lucius Karus (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, menyoroti gaji anggota DPR 2024-2029 yang dikabarkan naik menjadi Rp3 juta per hari atau per bulan bisa mencapai Rp90 juta. 

Kabar ini viral di media sosial dari pernyataan anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin yang menyebut gaji bersih anggota DPR bisa mencapai lebih dari Rp100 juta tiap bulan.

Kenaikan gaji anggota DPR dari periode sebelumnya karena saat ini anggota DPR periode 2024-2029 tidak lagi mendapatkan rumah jabatan melainkan diganti uang Rp50 juta.

Lucius menyatakan bahwa, saking besarnya pemasukan itu, anggota DPR sendiri sampai sulit memastikan angka pasti dari uang yang mengalir ke rekening mereka. Terlebih, kata dia, dengan total pemasukan lebih dari 100 juta, itu artinya anggota DPR setiap hari dibayar minimal 3 juta. 

Angka 100 juta atau 3 juta itu merupakan angka minimal. Jadi hampir pasti uang masuk anggota jauh di atas angka itu. "Saya kira pendapatan gede anggota DPR ini sudah lama dikonfirmasi. Di periode lalu, Krisdayanti pernah mengungkapkan angka-angka yang masuk ke rekeningnya setiap bulan. Jumlah totalnya juga lebih dari 100 juta," ujar Lucius, Selasa (19/8/2025).

Agar bisa terus menambah pundi-pundi uang masuk, menurut Lucius, DPR memang paling kreatif untuk menemukan jenis tunjangan baru yang dibebankan kepada negara. Tunjangan reses, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan kunjungan kerja, tunjangan perumahan, dan lain-lain.

Ada banyak sekali jenis tunjangan yang diterima anggota sampai mereka sendiri lupa mengingat satu per satu. "Jadi tunjangan-tunjangan anggota DPR nampak seperti strategi untuk menambah pendapatan saja. Karena kalau mengandalkan gaji, ya tentu sangat kecil (di bawah 10 juta)," bebernya.

Menurutnya, tunjangan ini sesungguhnya bahasa politik dari istilah subsidi. Banyaknya variasi subsidi yang diterima anggota DPR nampaknya berbanding terbalik dengan kinerja mereka. Ini ironis.

Misalnya, untuk urusan menyerap aspirasi daerah, ada banyak subsidi yang diterima anggota DPR. Mulai dari subsidi untuk komunikasi, dana reses, dana sosialisasi 4 pilar (sebagai anggota MPR), dana aspirasi, dana sosialisasi. "Jumlah subsidi-subsidi nggak main-main angkanya. Akan tetapi subsidi besar itu tak membuat aspirasi warga bisa diserap untuk diperjuangkan di DPR," katanya.

Pun, Lucius menilai, tunjangan-tunjangan untuk pelaksanaan rapat-rapat di DPR juga tak kalah besarnya. Akan tetapi hampir setiap rapat, tak pernah semua pihak menyaksikan kehadiran anggota yang maksimal. Pembahasan RUU juga cenderung mandeg.

"Jadi semakin banyak tunjangan justru membuat anggota jadi obesitas. Mereka malas, nggak punya inisiatif, kreatifitas. Apalagi ketika konsolidasi parpol dan koalisi sekarang cenderung hegemonik, ya semakin malas saja anggota-anggota DPR itu," jelasnya.

Tunjangan yang sudah lebih dari memadai itu bagi sebagian anggota bahkan terasa masuk kurang. Mereka pun lalu memanfaatkan para mitra kerja dari pemerintah untuk mengalihkan beberapa program Kementerian dan lembaga yang beririsan langsung dengan daerah pemilihan.

Maka misalnya dana CSR BI, OJK, sosialisasi pemilu di Komisi II dari KPU dan Bawaslu dijatahkan kepada anggota Komisi. Sehingga membuat pendapatan mereka itu bertambah. "Jelas yang kita ketahui di atas ini masih bisa dibilang pendapatan legal. Nah pengakuan Wakil Ketua Komisi II DPR fraksi Golkar Zulfikar Arse membuat kita yakin bahwa masih banyak lagi pemasukan lain yang diterima anggota dari sumber-sumber ilegal," katanya.

"Sesuai mitra kerja atau tugas dan kewenangan Komisi. Jadi jumlah 100 juta itu memang nampaknya angka minimal sekali. Pendapatan ilegal yang juga terus masuk ke rekening menambah jumlah uang masuk anggota hingga mereka sendiri tak mampu menyebut angka persis pendapatan resmi mereka," pungkasnya.

Sementara itu, Anggota BURT DPR Irma Suryani Chaniago menilai informasi terkait adanya kenaikan gaji DPR sehari Rp3 juta dan sebulan Rp100 juta adalah informasi yang menyesatkan. “Gaji DPR RI sejak tahun 2014, saat saya dilantik pertama kalinya, sampai sekarang tidak berubah, tidak ada kenaikan,” kata Irma Suryani.

Soal adanya tunjangan perumahan, Irma Suryani berpandangan adalah hal yang wajar diperoleh karena perumahan anggota DPR RI baik di Kalibata maupun yang di Ulujami ditarik pemerintah.

Sebab itu, politisi Partai NasDem ini meminta sebaiknya informasi terkait gaji DPR bisa ditanyakan langsung dengan pemerintah, apakah benar gaji DPR sebesar Rp100 juta sebulan agar tidak jadi polemik berkepanjangan.

“Yang pasti besaran tunjangan perusahaan DPR masih jauh dibawah tunjangan perumahan DPRD DKI,” kata legislator dapil Sumsel II ini.

Sebagai informasi, penggunaan perumahan Anggota DPR, justru merugikan pemerintah. Biaya pemeliharaan (renovasi dan penggantian perabot tiap periode), pemeliharaan taman dan gaji security, belum lagi banyak rumah yang tidak ditempati karena kondisi rumah yang rusak. 

Terutama kamar mandi/ WC yang bau dan tidak bisa sekedar di perbaiki (harus di bongkar). “Saya pribadi tidak menggunakan rumah dinas sejak dilantik pada 2014 sampai saat ini. Rumah dinas saya ditempati para Tenaga Ahli. Bukan kah itu mubazir dan merugikan?” kata Irma.

Anggota Komisi IX DPR ini menjelaskan hal ini agar publik mendapatkan informasi yang benar. “Dalam situasi ekonomi global yang sedang tidak baik baik saja ini, mari kita berfikir positif dan tidak bikin gaduh, kasihan rakyat diberi informasi yang tidak clear,” pungkas Irma Suryani.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin yang menyebut anggota DPR per bulan bisa menerima hingga Rp100 juta. Namun, Hasanuddin menyebut jumlah itu merupakan pendapatan bersih atau take home pay.

TB Hasanuddin mengatakan jumlah itu naik dari periode sebelumnya karena saat ini anggota DPR tak lagi mendapatkan rumah dinas. Menurutnya, fasilitas rumah tersebut diganti dengan tunjangan sekitar Rp50 juta. "Kan, tidak dapat rumah. Dapat rumah itu tambah Rp50 juta. Jadi take home pay itu lebih dari Rp100 [juta], so what gitu loh," jelasnya.

Hasanuddin mengaku jumlah itu lebih dari cukup. Sehingga, jika dibagi setiap hari, setiap anggota DPR bisa mendapat sekitar Rp3 juta. "Bayangkan aja kalau dibagi Rp3 juta, bayangkan kalau dengan, mohon maaf ya, dengan wartawan sehari berapa ya? Iya. Saya sudah bersyukur saya, buat saya. Bersyukur sekali," tandas Hasanuddin.

Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2020 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, gaji pokok anggota DPR adalah sebagai berikut:

• Ketua DPR: Rp 5.040.000 per bulan

• Wakil Ketua DPR: Rp 4.620.000 per bulan

• Anggota DPR: Rp 4.200.000 per bulan

Tunjangan Anggota DPR

Selain gaji pokok, anggota DPR juga menerima berbagai tunjangan yang diatur dalam Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010. Jika digabungkan dengan gaji pokok, total penghasilan anggota DPR bisa mencapai lebih dari Rp 50 juta per bulan.

Rincian Tunjangan DPR:

Tunjangan suami/istri: 10% dari gaji pokok

- Anggota: Rp 420.000

- Wakil Ketua: Rp 462.000

- Ketua: Rp 504.000

Tunjangan anak: 2% dari gaji pokok (maksimal 2 anak)

- Anggota: Rp 168.000

- Wakil Ketua: Rp 184.000

- Ketua: Rp 201.600

Tunjangan jabatan:

- Anggota: Rp 9.700.000

- Wakil Ketua: Rp 15.600.000

- Ketua: Rp 18.900.000

Tunjangan beras: Rp 30.090 per jiwa (maksimal 4 jiwa)

- Tunjangan PPh Pasal 21: Rp 2.699.813

- Uang sidang/paket: Rp 2.000.000

Tunjangan kehormatan:

- Anggota: Rp 5.580.000

- Wakil Ketua: Rp 6.450.000

- Ketua: Rp 6.690.000

Tunjangan komunikasi:

- Anggota: Rp 15.554.000

- Wakil Ketua: Rp 16.009.000

- Ketua: Rp 16.468.000

- Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan & anggaran: Rp 3.750.000

- Bantuan listrik & telepon: Rp 7.700.000

- Asisten anggota: Rp 2.250.000

Topik:

DPR Gaji Anggota DPR Formappi