Pembangunan Bandara Toraja Telan Dana Triliunan, Tak Jauh Beda dengan Kasus Dirjen Perkeretaapian, KPK Didesak Usut Tuntas! (3)

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 22 Januari 2024 15:17 WIB
Bandara Toraja. [Sumber: Youtube]
Bandara Toraja. [Sumber: Youtube]

Jakarta, MI - Perencanaan pembangunan bandara Buntu Kunik, Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) terus mendapat sorotan publik terutama aktivis antikorupsi. Ada banyak keganjilan dari pembangunan bandara yang menghabiskan anggaran Rp 1,4 triliun tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam 10 tahun terakhir Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub mengalokasikan anggaran Rp 1,4 triliun untuk pembangunan bandara Toraja. Namun, dalam realisasi sebagaimana diklaim pejabat pembuat komitmen (PPK) Anas Labakara bahwa pembangunan bandara tersebut hanya menghabiskan anggaran Rp 900 miliar.  

Namun dari hasil penelusuran Monitorindonesia.com, terdapat banyak keganjilan dalam pengelolaan anggaran tersebut. Misalnya, Tahun Anggaran 2021, PT. Bahana Prima Nusantara (BPN), memenangkan lelang Pekerjaan Lanjutan Sisi Darat Tahap II dan Pemotongan Obstacle Daerah Terminal (Tender tidak mengikat) dengan nilai kontrak Rp 32.608.478.000 atau 66,45 persen dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 49.067.742.699.

Padahal, harga penawaran PT BPN sebesar Rp 39.254.249.032,98. Terjadi penurunan yang luar biasa besar. Ini menandakan ada sesuatu yang tidak benar dalam perencanaan pekerjaan pembangunan bandara tersebut.

"Kalau semua kontrak wajarnya hanya 66,45 % dari HPS, betapa besarnya dugaan kerugian negara dalam pembangunan bandara di Tanah Toraja yang diresmikan Presiden Joko Widodo tanggal 18 Maret 2021 tersebut," ujar aktivis antikorupsi Order Gultom kepada Monitorindonesia.com, Senin (22/1).

Pekerjaan lain di Bandara Toraja Tahun 2021 juga sama. Pekerjaan Pemotongan Bukit Obstacle Pendaratan TH 22 (tender tidak mengikat), HPS Rp 49.067.374.646, dimenangkan oleh PT. Inter Persada Electro Nusantara, dengan kontrak Rp. 34.000.000.000 (69,29 %) yang kontraksnya ditandatangani tanggal 15 Januari 2021.

Sementara, Tahun 2020, penawaran PT. Inter Persada Electro Nusantara dalam tender Pekerjaan Sisi Darat Tahap II dan Pemotongan Obstacle mengajukan penawaran sebesar  Rp 96.608.009.710 atau 97,59 % dari HPS Rp. 98.985.852.402.

Kontrak Pekerjaan Lanjutan Sisi Darat Tahap II dan Pemotongan Obstacle Daerah Terminal, Pekerjaan Pemotongan Bukit Obstacle Pendaratan TH22 dan Dan Pekerjaan Pemotongan Obstacle Bukit Arah TH 04 ditandatangani tanggal 15 Januari 2021. Sementara, Presiden Joko Widodo meresmikan Bandara Toraja tanggal 18 Maret 2021.

Dan Pekerjaan Pemotongan Obstacle Bukit Arah TH 04 (tender tidak mengikat), HPS Rp. 49.067.325.645, dimenangkan oleh PT. Bintang Arraffa dengan nilai kontrak Rp 39.282.583.260, tanggal 15 Januari 2021.

"Lelang 3 paket tersebut tampaknya sudah diplot siapa pemenangnya. Ketiga perusahaan pemenang diatas, tidak pernah bersaing sehat dalam satu paket. Diduga, ketiga perusahaan tersebut dikendalikan oleh satu rekanan tertentu," ungkap Order Gultom.

Bandara Udara (Bandara) Buntu Kunik, Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki landasan pacu pada tahap awal sepanjang 1.600 meter yang hanya bisa didarati pesawat jenis ATR. Kemudian apron seluas 94,5 x 67 meter dan taxiway 124,5 x 15 meter. Luas bangunan terminal sekitar 1.000 meter persegi yang mampu menampung 150 penumpang.

Oleh karena itu, Order meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut kasus pembangunan Bandara Toraja. Dia menilai tak wajar bandara Toraja bisa menghabiskan anggaran triliunan rupiah hanya untuk menampung 150 penumpang.

"KPK harus segera mengungkap dugaan kasus korupsi pembangunan bandara oleh Dirjen Perhubungan Udara. Saya catat adalah puluhan bandara kecil yang dibangun 10 tahun terakhir yang anggarannya mencapai puluhan triliun. Saya kira KPK bisa memulai penyelidikan dari kasus Bandara Toraja," tegas Order.

Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kedua tersangka merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN)

"Benar KPK saat ini mengembangkan lagi proses penyidikannya dengan menetapkan tersangka baru yaitu dua orang ASN," kata Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri, Kamis (18/1) lalu.

KPK Ungkap Pengaturan Lelang
Namun demikian, Jubir KPK itu tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait identitas kedua tersangka tersebut. Dia hanya mengatakan status hukum tersebut diberikan karena muncul fakta hukum dalam persidangan terpidana Dion Renata Sugiarto dkk.

Adapun kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta ini  diduga terjadi pada tahun anggaran 2021-2022. Proyek yang dimaksud yakni pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, dan proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.

Kemudian empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat. Terakhir, proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

Sementara kisaran suap yang diterima sekitar 5-10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai suap yang diterima enam tersangka mencapai sekitar Rp 14,5 miliar.

KPK sebelumnya telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka. Para tersangka tersebut terdiri atas enam pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) Dion Renato Sugiarto (DRS), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) Muchamad Hikmat (MUH).

lebih jauh Order mengatakan, apa yang terjadi di Dirjen Perkeretaapian sama juga yang terjadi di Dirjen Perhubungan Udara. Modusnya sebagaimana diungkap KPK dengan pengaturan pemenang lelang dengan setoran ke oknum pejabat terkait.[Tim]