Kompolnas Sebut Kasus Meninggalnya Tahanan Narkoba Polrestro Jaksel Bukan Karena Penyiksaan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 26 April 2022 16:01 WIB
Jakarta, MI - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkapkan, hasil penyelidikan mengenai laporan Komnas HAM soal adanya dugaan penganiayaan dan pungli kepada tahanan di Polres Metro Jakarta Selatan tidak tepat. Diketahui, tahanan itu bernama Freddy Nicolaus Andi Siagian yang merupakan tersangka kasus narkoba meregang nyawa saat mendekam di Rumah Tahanan Polres Metro Jakarta Selatan. Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan bahwa dalam penyelidikan itu pihaknya menemukan jika Freddy meninggal karena penyakit yang sudah kompleks. "Kompolnas memperoleh klarifikasi dari Polda Metro Jaya bahwa almarhum meninggal disebabkan sakit komplikasi. Kompolnas juga mendapatkan informasi bahwa telah dilakukan audit investigasi terhadap dugaan kasus penyiksaan dan pungutan liar," kata Poengky kepada wartawan, Selasa (26/4). Sebagaimana diketahui, bahwa Informasi meninggalnya Freddy Nicolaus diungkap oleh analis Komnas HAM, Nina Chesly. Freddy meregang nyawa diduga akibat dianiaya setelah sempat dimintai uang Rp15 juta untuk biaya kamar tahanan oleh anggota polisi. Dia diduga mengalami kekerasan seperti dipukul hingga disetrum karena tidak sanggup membayar. Poengky melanjutkan, berdasarkan pemeriksaan petugas dan pengecekan kamera CCTV, tidak ditemukan adanya penyiksaan maupun penganiayaan yang dilakukan sesama tahanan. "Penyidik, petugas jaga tahanan, kawan-kawan sesama tahanan, serta CCTV telah diperiksa dan hasilnya tidak ada penyiksaan yang dilakukan oleh anggota, maupun penganiayaan yang dilakukan oleh sesama tahanan," jelas Poengky. Tak hanya itu, Poengky juga menyampaikan bahwa adanya dugaan pungutan liar atau pungli juga tidak ditemukan. Akan tetapi, menurut Poengky, temuan Komnas HAM harus ditindaklanjuti juga dengan melakukan dua kali pengecekan dan dua kali pemeriksaan. "Polda Metro Jaya tetap perlu menindaklanjuti laporan Komnas HAM untuk melakukan dobel kroscek dan dobel pemeriksaan, apakah benar ada anggota Polres Jakarta Selatan yang meminta uang Rp 15 juta untuk biaya ruang tahanan? Atau ada di antara sesama tahanan yang meminta uang tersebut?" tanya Poengky. Perlu dibuktikan, kata Poengky, apakah ada serah terima uang dari almarhum kepada anggota atau sesama tahanan agar hasilnya valid. "Selanjutnya hasil pemeriksaan perlu disampaikan kepada publik. Jika benar ada anggota yang melakukan pungutan liar, maka yang bersangkutan harus diproses pidana dan etik," kata dia. Jika ditemukan adanya kesalahan dalam temuan Komnas HAM, maka mereka perlu memberikan klarifikasi kepada publik, karena isu ini sangat sensitif menyangkut nama baik Polri. "Isu ini sangat sensitif karena menyangkut dugaan pelanggaran hukum oleh anggota dalam proses penyidikan, sehingga tidak bisa dibiarkan tanpa ada tindakan tegas. Demikian pula jika diduga ada sesama tahanan yang meminta uang, maka harus dilakukan pemeriksaan dan bagi yang terbukti melakukan harus diproses pidana," ujar Poengky. Sebelumnya, Komnas HAM merampungkan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan tahanan narkoba di Mapolres Jakarta Selatan, Freddy Nicolaus. Komnas HAM menemukan luka akibat dugaan kekerasan saat Freddy Nicolaus berada di tahanan selain disebabkan penyakit metabolisme berdasarkan hasil autopsi di RS Polri Kramatjati. "Di samping penyebab kematian akibat penyakit metabolism, juga diterangkan adanya tindak kekerasan terhadap saudara Freddy berupa luka-luka lecet pada bokong dan keempat anggota gerak serta memar-memar pada anggota gerak atas tubuh korban akibat benda tumpul," kata Analis Pelanggaran HAM Nina Chesly dalam keterangannya, Rabu (20/4). Nina menjelaskan, dugaan kekerasan dialami Freddy terjadi ketika berada di tahanan setelah diserahkan anggota Satresnarkoba ke Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Sat Tahti) Polres Metro Jakarta Selatan sejak 6 Januari 2022. Kekerasan yang dialami Freddy, lanjutnya, juga diperkuat keterangan saksi dari keluarga yang melihat korban lebam di kaki, luka di siku tangan kanan dan kiri. Luka sundutan rokok di telapak kaki belakang punggung kulit terkelupas. Selain dugaan kekerasan, Nina menyebut Komnas HAM juga menemukan dugaan pemerasan selama Freddy menjadi tahanan sebesar Rp15 juta, sebagai biaya uang kamar di dalam rumah tahanan. Dugaan pungli itu ditemukan Komnas HAM berdasarkan jejak penggunaan telepon genggam di dalam Sel Rutan Polres Metro Jakarta Selatan korban dengan sejumlah nama istilah yang berkaitan dengan nomor yang sering digunakan selama di tahanan. Atas kejadian ini, Komnas HAM meminta agar dugaan penyimpangan di Rutan Polres Jaksel untuk dilakukan penyelidikan atas peristiwa kematian korban dengan berbagai tindakan yang dialaminya. Komnas HAM juga meminta untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran baik berupa etik, disiplin, dan tindak pidana. (La Aswan)

Topik:

Kompolnas