Pemprov DKI Ibarat "Kehilangan Induk", Korupsi Merajalela Dimana-mana

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 8 November 2023 12:56 WIB
Material ilegal Limestone di Quarry Lulut, Bogor untuk dikirim ke Proyek Waduk Marunda. [Foto: Konsultan]
Material ilegal Limestone di Quarry Lulut, Bogor untuk dikirim ke Proyek Waduk Marunda. [Foto: Konsultan]

Jakarta, MI - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pasca peninggalan mantan gubernur Anies Baswedan seperti kehilangan induk atau pemimpin. Pasca Anies, dugaan korupsi di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) baik di tingkat provinsi maupun wilayah semakin menjadi-jadi.

Selama setahun lebih, Pemerintah Pusat menunjuk Penjabat (PJ) gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Di saat bersamaan Heru Budi masih tetap menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden RI. 

Dari hasil penelusuran Monitorindonesia.com di sejumlah SKPD maupun UKPD, praktik korupsi yang dilakukan oleh para oknum pejabat semakin masif. Seperti tak ada kontrol dari Pemprov DKI dalam pengelolaan APBD yang nilainya mencapai lebih dari 80 triliun pada 2023.

Sejumlah SKPD yang mengelola anggaran proyek terbanyak seperti Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Bina Marga, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Pendidikan dan dinas lainnya serta Suku Dinas Kota administrasi sudah sejak lama dijabat oleh pelaksana tugas atau Plt. 

Seolah, Pemprov DKI tak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang bisa mengisi jabatan strategis tersebut. Atau apakah hal itu sengaja dilakukan agar lebih mudah menggerogoti APBD?

Modus korupsi para pejabat di Dinas SDA, Bina Marga, Dinas Pendidikan dan Perumahan yang semuanya diisi oleh Plt membuat para oknum pejabat seolah tidak bisa bertanggungjawab penuh atas SKPD atau UKPD yang dipimpinnnya. Padahal, semua kegiatan proyek tetap terlaksana sebagaimana mestinya.

Modus oeprandi korupsi di Pemprov DKI sudah berubah seiring dengan perkembangan zaman. Saat ini mayoritas proyek sekalipun nilainya puluhan miliar sudah dilakukan dengan metode e-purchasing atau penunjukan langsung. Sehingga siapa yang bisa mendekati pejabat yang bersangkutan maka dia yang mendapatkan proyek.

Seorang pengusaha yang ditemui Monitorindonesia.com di Dinas SDA dan Bina Marga Jatibaru, Jakarta Pusat mengungkap modus para Plt Kadis dan pejabat pembuat komitment (PPK) dalam menggerogoti uang rakyat. Ia mengungkap, pengusaha yang memiliki kedekatan dengan pejabat terkait, atau dekat dengan oknum anggota dewan di Kebon Sirih itu yang bisa mendapatkan proyek. Tentu harus ditopang dengan kekuatan finansial untuk setoran uang yang mereka tentukan.

"Jangan harap bos bisa dapat pekerjaan di Dinas ini (SDA dan Bina Marga) kalau tidak ada koneksi ke pejabat dan Kebon Sirih. Kalaupun ada koneksi itu, harus punya uang banyak juga sebagai setoran," ungkapnya.

Ketika ditanya berapa pasaran setoran tahun 2023 ini, dia mengatakan bergantung kedekatan dan jenis proyek yang akan didapatkan. Dan setoran wajib itu bukan rahasia lagi di kalangan pengusaha atau kontraktor.

"Setoran ke oknum pejabat kalau proyeknya dititip dari Kebon Sirih bisa 5-7 persen (dari nilai proyek) karena oknum di Kebon Sirih harus nyetor juga 4-5 persen. Jadi kalau proyek e-purchasing itu kontraktor harus berani mengeluarkan hingga 12 persen baru dikasih kerjaan," ucap pria yang telah lama menjadi rekanan di lingkungan Pemprov DKI itu.

Jika kontraktor tidak berani memberikan setoran, kata dia, jangan bermimpi bisa mendapatkan proyek di Pemprov DKI saat ini. "Kalau penegak hukum kan sudah tahu sama tahu. Semua juga ada bagiannnya," katanya.

Proyek Marunda II
Tak mengherankan para pejabat Pemprov DKI yang memiliki anggaran besar sangat sulit dihubungi. Seperti Plt Kadis SDA Ika Agustin sekalipun kasus besar telah terjadi di SKPD tersebut, Ika Agustin tetap santuy.

Kasus material limestone dari tambang ilegal dan pengerjaan proyek  pembangunan Waduk Marunda Tahap II di Marunda Jakarta Utara yang mencuat belakangan ini tak membuat Plt Kadis Sumber Daya Air (SDA) Ika Agustin bergeming. Ika Agustin seolah berupaya menutup rapat-rapat kasus proyek waduk Marunda II.

Monitorindonesia.com sudah berkali-kali mengirimkan pesan whatshap ke ponselnya hanya tampak dibaca saja dan tidak mau membalas. Sementara ketika dihubungi juga enggan mengangkat teleponnya. 

Sementara proyek Waduk Marunda tahap II yang dianggarkan dari APBD DKI senilai Rp 101 miliar tersebut diduga banyak pelanggaran dan persekongkolan dalam pelaksanaanya.

Pelanggaran tersebut seperti pengadaan material limestone yang dikerjakan oleh kontraktor PT Basuki – Mandiri KSO. Lebih dari 300.000 meter kubik kebutuhan limestone di proyek waduk Marunda tahap II tersebut diduga berasal dari tambang ilegal di kawasan Bogor, Jawa Barat.

Selain itu, spesifikasi limestone dari tambang ilegal itu tidak sesuai dengan yang ditetapkan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta. 

Konsultan Supervisi Proyek Pembangunan Waduk Marunda Tahap II yakni PT Buana Rekayasa Adhigana, PT Balois Mandiri Konsultan dan PT Royal Mandiri Konsultan telah melayangkan surat protes keras kepada kontraktor PT Basuki-Mandiri KSO pada 25 Oktober 2023.      

Dalam salinan surat 3 perusahaan konsultan proyek Marunda II yang diterima Monitorindonesia.com Senin (6/11) disebutkan, pihak konsultan telah menelusuri ke lokasi pengambilan limestone di Quarry Klapanunggal - Kabupaten Bogor telah ditemukan adanya armada Dump Truck yang mengambil Material Limestone di Quarry Lulut. 

"Dimana quarry tersebut bukan Quarry yang sudah ditentukan dan sudah dilakukan  uji material. Dalam hal material limestone, quarry yang telah dilakukan pengajuan adalah quarry 
Klapanunggal milik PT.Clasindo," ujar Tim Leader Konsultan Agung Cipto Budiyono.

Agung Cipto menegaskan, bahwa material  limestone diluar Quarry Klapanunggal PT.Clasindo tidak dapat diterima dan ditolak masuk ke proyek Marunda II. Berdasarkan Dokumen Spesifikasi Teknis Pasal 3.2.1.2 Mengenai Kualitas Material limestone, apabila Basuki – Mandiri KSO menghendaki  pendatangan material dari luar Quarry Klapanunggal, maka agar menyampaikan dokumen 
perizinan tambang kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI. 

Peneliti dari Indonesian Corruption Observer Order Gultom membeberkan sejumlah masalah di proyek Waduk Marunda II. Dia menilai sejak awal proyek itu kuat dugaan ada persekongkolan jahat antara kontraktor dan pejabat di Dinas SDA.

Dari pantauan Monitorindonesia.com di lokasi proyek waduk Marunda, material limestone seharusnya menggunakan spesifikasi khusus sebagaimana tercantum dalam dokumen lelang. Kenyataan di lapangan batu cadas dioplos dengan limestone. Batu cadas dengan harga murah tersebut dicampur dengan limestone. Karena pengurukan keliling waduk membutuhkan ratusan ribu kubik limestone.

"Ini kan kedalaman urukan bisa sampai 4 meter, jadi cadasnya dibuat di lapisan paling bawah lalu limestonenya dibuat bagian atas. Hal-hal seperti ini dilakukan tiap hari," ujar warga setempat yang kerap melihat kontraktor dalam melakukan kegiatannnya.

Ketua Umum Parkindo Jenri Sinaga juga melihat praktek korupsi di tubuh Pemprov DKI di masa kepemimpinan Heru Budi Hartono semakin parah. Dia mengakui, dengan banyaknya Kepala Dinas sebagai pelaksana tugas membuat program pemprov DKI tak maksimal.

"Masuk akal saya kira korupsi makin merajalela karena kepala dinas-kepala dinas dihuni oleh Plt. Atau mungkin biar sama, gubernurnya Pj, kepala dinasnya juga plt," katanya.[HS]